Senin, 28 September 2009

KPSPT

PELATIHAN KARAKTERISTIK DAN DETEKSI TUMBUH
KEMBANG ANAK USIA DINI BAGI KADER
POSYANDU PLUS

A. PENDAHULUAN
1. Analisis Situasi
Kesehatan masyarakat adalah
persoalan signifikan yang harus
menjadi perhatian pemerintah. Salah
satu bagian dari program kesehatan
masyarakat adalah kesehatan anak
usia dini, termasuk pemahaman mengenai
karakteristik tumbuh kembang
anak usia dini dan keterampilan
dalam mendetaksi secara dini
disfungsi tumbuh kembang anak.
Inotek, Volume 13, Nomor 1, Februari 2009
86
Posyandu sebagai bentuk partisipasi
masyarakat yang beraktifitas di bawah
Departemen Kesehatan merupakan
salah satu tataran pelaksanaan
pendidikan dan pemantauan
kesehatan masyarakat. Pemantauan
dan deteksi tumbuh kembang anak
usia dini merupakan bagian dari
tugas dari para kader Posyandu di
wilayah kerjanya masing-masing.
Tugas tersebut menjadi sangat penting
dan komplek karena persoalan
tumbuh kembang anak ternyata bukan
semata terarah pada pertumbuhan
dan kesehatan fisik saja, melainkan
juga komprehensif pada
perkembangan psikis anak usia dini.
Kesalahan atau disfungsi yang terjadi
pada salah satu faktor, baik fisik
ataupun psikis akan mengganggu
faktor satunya. Apabila tidak dilakukan
pemantauan dan dan deteksi
tumbuh kembang anak usia dini secara
benar dan cermat, maka disfungsi
tersebut dimungkinkan akan
menjadi kelainan permanen pada
diri anak.
Untuk efektivitas pelaksanaan
dan pencapaian tujuan dan
sasarannya, teknis Posyandu dilaksanakan
oleh kader yang menggerakkan
setiap Posyandu. Mengingat
pentingnya tugas kader Posyandu
dalam pemantauan dan deteksi
tumbuh kembang anak usia dini,
maka pemahaman dan keterampilan
setiap kader dalam konsep dan
teknis tumbuh kembang dan deteksi
dini menjadi sangat disyaratkan.
Berdasarkan uraian di atas,
rumusan masalah yang muncul sebagai
berikut.
a. Bagaimana karakteristik tumbuh
kembang anak usia dini?
b. Bagaimana proses deteksi tumbuh
kembang anak usia dini yang
dapat memantau secara cermat
proses tumbuh kembang anak
usia dini beserta kemungkinan
disfungsi yang ada ?
2. Tujuan Kegiatan
Adapun tujuan yang akan
dicapai dalam kegiatan pengabdian
pada masyarakat program IPTEKS
adalah meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan kepada kader Posyandu
di Puskesmas Imogiri I Kecamatan
Imogiri Kabupaten Bantul,
dalam hal :
a. pengetahuan mengenai karakteristik
tumbuh kembang anak usia
dini;
b. pengetahuan mengenai deteksi pada
disfungsi tumbuh kembang anak usia
dini.
3. Manfaat Kegiatan
Kegiatan pangabdian pada
masyarakat ini diharapkan akan menambah
pemahaman dan keterampilan
para kader Posyandu mengenai
karakteristik dan deteksi tumbuh
kembang anak usia dini. Bertambahnya
pemahaman dan keterampilan
para kader Posyandu akan
mendukung upaya pemantauan kesehatan
dan pengendalian disfungsi
tumbuh kembang anak usia dini.
Kemampuan deteksi dini juga
diharapkan akan mencegah dan menimalisasi
adanya efek negatif yang
akan dialami anak dari disfungsi
tumbuh kembang, seperti gangguan
dan kecacatan tertentu, baik fisik
maupun psikis. Dengan demikian,
manfaat makro yang akan dirasakan
adalah peningkatan kualitas kesehatan
fisik dan mental generasi yang
sangat diperlukan sumber dayanya
untuk kelangsungan pembangunan
bangsa.
4. Tinjauan Pustaka
a. Karakteristik Anak Usia dini
i. Pengertian Anak Usia Dini
Hurlock (1980) membuat tahapan
rentang usia kehidupan manusia
sesuai tahap-tahap perkembangannya
dengan memberikan gambaran
batasan usia kronologis. Menurut
Hurlock, anak usia dini biasanya
berusia 2 sampai dengan 6 tahun.
Hurlock menjelaskan lebih
lanjut, bahwa terdapat beberapa istilah
untuk menyebut anak usia dini.
Orangtua sering menyebutnya sebagai
“usia yang mengundang masalah”
atau “usia sulit”, karena pada
tahap ini, sering terjadi masalah
perilaku anak-anak. Orang tua juga
menyebutnya sebagai “usia mainan”,
karena anak-anak menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk
bermain dengan mainan-mainannya.
Sementara itu, para pendidik menggunakan
istilah usia dini untuk
membedakannnya dengan anakanak
yang cukup tua baik secara
fisik dan mental yang telah mampu
untuk menghadapi tugas-tugas di
sekolah. Sedangkan pakar psikologi
memiliki sebutan yang beraneka,
diantaranya adalah “usia kelompok”,
sebab anak-anak mempelajari
dasar-dasar perilaku sosial sebagai
persiapan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosial. Selain itu
terdapat sebutan “usia menjelajah”,
sebab anak-anak berusaha menguasai
dan mengendalikan lingkungan
yang didorong oleh rasa ingin tahunya
yang besar. Usia ini juga disebut
“usia bertanya”, karena anak banyak
mengajukan pertanyaan dalam melakukan
penjelajahan tersebut. Selain
itu, masa ini disebut pula sebagai
“usia meniru”, karena hal
yang menonjol pada periode ini
adalah anak senang meniru pembicaraan
dan perilaku orang lain di
sekitarnya. Namun anak juga menunjukkan
kreativitasnya dalam bermain,
sehingga periode ini juga
disebut sebagai “usia kreatif”.
ii. Perkembangan Psikologis Anak
Usia Dini
1) Perkembangan Kognitif
Jean Piaget, seorang pakar
psikologi yang terkenal dengan teori
perkembangan kognitifnya, menyebut
usia dini dengan tahap praoperasional
(pre-operational stage).
Karakteristik dari tahap pra-operasional
oleh Papalia, dkk. (2002) disimpulkan
terdiri dari dua wilayah
karakteristik, yaitu kelebihan dan
kekurangan.
a) Kelebihan Tahap Pra-Operasional
Inotek, 88
Kelebihan tahap berpikir
praoperasional meliputi fungsi
simbolik yang diiringi oleh tumbuhnya
pemahaman terhadap ruang,
kausalitas, identitas, kategorisasi
dan angka.
(1) Fungsi Simbolik: kemampuan
anak untuk menggunakan simbol-
simbol atau hal-hal yang mewakili
aktivitas mental seperti kata,
angka, atau imaji yang membuat
manusia memahami arti.
Dengan memiliki simbol dari
benda-benda, akan membantu
anak mengingat dan berpikir tentang
benda-benda tersebut tanpa
harus ada kehadiran benda-benda
tersebut secara fisik (nyata).
Fungsi simbolik pada anak usia
dini ditunjukkan melalui imitasi
yang ditunda, bermain pura-pura
dan bahasa. Imitasi yang ditunda
(deferred imitation) yaitu didasarkan
pada pengamatan terhadap
perilaku orang lain. Contohnya
anak memarahi temannya
dengan menggunakan kata-kata
yang sama yang ia dengar dari
ayahnya ketika memarahi orang
lain. Pada bermain pura-pura
(pretend play), anak melambangkan
suatu objek sebagai sesuatu
yang lain. Misalnya, boneka dianggap
sebagai anak. Sementara
itu, bahasa terdiri dari simbolsimbol
yang umum dalam komunikasi
yaitu kata-kata.
(2) Pemahaman terhadap Identitas: anak
dapat memahami bahwa penggantian
penampakan sesuatu tidak mengubah
hakikat benda tersebut yang sesungguhnya.
(3) Pemahaman terhadap sebab dan
akibat: anak mengerti bahwa setiap
kejadian memiliki penyebab.
(4) Kemampuan untuk membuat klasifikasi:
anak mampu mengatur
objek, orang, dan kejadian ke dalam
kategorisasi yang berarti.
(5) Pemahaman terhadap angka: anak
mampu berhitung dan berhubungan dengan
kuantitas.
(6) Empati: anak menjadi lebih mampu
untuk membayangkan bagaimana kemungkinan
perasaan orang lain.
(7) Teori Akal: anak menjadi lebih sadar
terhadap aktivitas mental dan fungsi
pikiran.
b) Kekurangan Tahap Praperasional
Kekurangan atau keterbatasan
tahap pra-operasional meliputi
pemusatan, irreversibilitas, fokus
pada keadaan yang tetap daripada
perubahan bentuk, penalaran transduktif,
egosentrisme, animisme, dan
ketidakmampuan untuk membedakan
penampakan dengan kenyataan.
(1) Pemusatan: ketidakmampuan untuk
memecah. Anak memusatkan
pada satu aspek dari situasi dan
mengabaikan aspek-aspek yang
lain.
(2) Irreversibilitas: anak gagal untuk
memahami bahwa beberapa operasi
atau kegiatan dapat dibalik,
mengembalikan ke posisi sebenarnya.
(3) Fokus pada keadaan yang tetap
daripada perubahan bentuk: anak tidak
dapat memahami signifikansi perubahan
bentuk diantara bentuk yang tetap.
(4) Penalaran transduktif: anak tidak
menggunakan penalaran induktif
atau deduktif, tetapi mereka
melompat pada satu fakta ke
fakta lain.
(5) Egosentrisme: anak menganggap
pemikiran orang lain dan
perasaan orang lain seperti yang
mereka lakukan.
(6) Animisme: anak menganggap hidup
objek-objek yang tidak hidup.
(7) Ketidakmampuan untuk membedakan
penampakan dan kenyataan:
anak merasa kebingungan
dengan kondisi sesungguhnya
pada sesuatu yang tampak secara
luarnya.
iii. Perkembangan Emosi
Anak usia dini mulai belajar
untuk mengenali emosinya. Saarni,
dkk. (seperti dikutip oleh Papalia,
dkk., 2002) menyatakan bahwa anak
usia dini dapat membicarakan perasaan
mereka dan dapat melihat
perasaan orang lain. Anak usia dini
dapat memahami bahwa emosiemosi
tersebut berhubungan dengan
pengalaman-pengalaman dan keinginan-
keinginan. Namun demikian,
mereka masih belum dapat memahami
secara utuh terhadap beberapa
emosi yang berhubungan
langsung dengan diri sendiri seperti
malu dan bangga. Selain itu, anak
usia dini menemui kesulitan untuk
mendamaikan beberapa emosi yang
berlawanan, seperti merasa bahagia
mendapatkan sepeda baru, tetapi
merasa kecewa karena warnanya
tidak sesuai yang diinginkan (Kestenbaum
& Gelman dalam Papalia,
dkk., 2002). Menurut Papalia, dkk.
(2002), emosi-emosi yang langsung
berhubungan dengan diri sendiri
seperti malu dan bangga, berkembang
selama tahun ketiga, setelah
anak memiliki kesadaran diri (selfawareness).
Emosi-emosi ini tergantung
pada penanaman standar perilaku
oleh orangtua.
Penelitian yang dilakukan
oleh Harter (dalam Papalia, dkk.,
2002) menemukan bahwa perkembangan
emosi pada anak-anak terjadi
secara bertahap. Penelitian tersebut
melibatkan anak yang berusia
antara 4 sampai 8 tahun, anak-anak
tersebut dibacakan dua buah cerita.
Cerita pertama, seorang anak mengambil
beberapa uang receh dari
kotak setelah diberitahu ia tidak
boleh mengambil uang receh tersebut.
Cerita kedua, seorang anak
menampilkan sebuah atraksi senam
yang sulit, yaitu salto di atas sebuah
papan. Masing-masing cerita ditampilkan
dengan dua versi, salah satunya
orangtua melihat aksi anak tersebut
dan versi lain tidak ada seorang
pun yang melihat perilaku
anak tersebut. Anak-anak dalam penelitian
tersebut diminta menyatakan
bagaimana perasaannya dan
perasaan orangtua pada masingmasing
keadaan tersebut.
Anak usia 4-5 tahun tidak
menyatakan apakah dirinya atau
orangtua merasa bangga atau malu.
Inotek,
Mereka justru menggunakan istilah
seperti “cemas” atau “takut” (pada
insiden anak mengambil koin) dan
“menyenangkan” atau “bahagia”
(pada atraksi senam). Anak usia 5-6
tahun menyatakan bahwa orangtua
mereka akan merasa malu atau
bangga, tetapi anak-anak tidak
mengetahui apakah mereka sendiri
merasakan emosi tersebut. Anak
usia 6-7 tahun menyatakan bahwa
mereka akan merasa bangga atau
malu, hanya jika mereka diamati.
Anak usia 7-8 tahun memahami
bahwa ada atau tidak orang lain
yang mengamati mereka, mereka
akan merasa malu atau bangga.
iv. Perkembangan Psikososial
Menurut Erik H. Erikson,
tahap psikososial yang terjadi pada
anak usia dini karakteristiknya adalah
inisiatif lawan perasaan bersalah.
Pada usia dini, inisiatif anak berkembang
pesat, banyak hal yang
anak-anak ingin lakukan. Tetapi
orangtua dan orang dewasa lainnya
menyatakan bahwa anak-anak tidak
dapat melakukan segala sesuatu
yang mereka inginkan. Pada kondisi
seperti inilah, menurut Erikson,
muncul krisis antara inisiatif lawan
perasaan bersalah, yaitu pada satu
sisi ada hal-hal yang ingin dilakukan,
tetapi pada sisi lain terdapat
larangan dari orang dewasa di
sekitar anak-anak (Steinberg, dkk.,
1991).
v. Perkembangan Motorik
a) Gross motor skills (keterampilan
motorik kasar)
Keterampilan motorik kasar
berkembang pada tahap usia dini
secara dramatik. Anak-anak menjadi
senang menjelajah sejalan dengan
perkembangan motoriknya yang semakin
baik. Anak-anak usia dini
sangat aktif, lebih aktif dibanding
tahap-tahap perkembangan lainnya
(Santrock, 1999).
b). Fine motor skills (keterampilan
motorik halus)
Keterampilan motorik halus
juga berkembang secara substantif
pada tahap usia dini. Anak usia 3
tahun telah dapat memegang bendabenda
ramping diantara ibu jari dan
telunjuknya, tetapi mereka masih
kikuk. Ketika anak usia 3 tahun
bermain puzzle sederhana, mereka
akan menempatkan kepingan-kepingan
puzzle secara kasar. Anak
usia 4 tahun mengalami perkembangan
motorik halus secara substantif
lebih meningkat. Misalnya
anak mengalami kesulitan untuk
membangun balok-balok menjadi
sebuah menara, mereka mungkin
mengalami kesulitan karena ingin
membuatnya secara sempurna dan
merasa putus asa. Anak usia 5 tahun
memiliki perkembangan motorik
halus yang lebih meningkat. Tangan,
lengan dan tubuh, semuanya
bergerak bersama dibawah koordinasi
mata (Santrock, 1999).
b. Deteksi Dini Tumbuh Kembang
Anak
Pelatihan Karakteristik dan Deteksi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini
91
i. Pengertian Deteksi Dini Tumbuh
Kembang Anak
Deteksi dini merupakan upaya
penjaringan yang dilaksanakan secara
komprehensif untuk menemukan penyimpangan
tumbuh kembang dan mengetahui
serta mengenal faktor resiko (fisik,
biomedik, psikososial) pada balita, yang
disebut juga anak usia dini (Tim Dirjen
Pembinaan Kesmas , 1997).
ii. Kegunaan Deteksi Dini
Kegunaan deteksi dini adalah
untuk mengetahui penyimpangan tumbuh
kembang anak secara dini, sehingga upaya
pencegahan, upaya stimulasi, dan upaya
penyembuhan serta pemulihan dapat
diberikan dengan indikasi yang jelas sedini
mungkin pada masa-masa kritis proses
tumbuh kembang. Upaya-upaya tersebut
diberikan sesuai dengan umur perkembangan
anak, dengan demikian dapat
tercapai kondisi tumbuh kembang yang
optimal ((Tim Dirjen Pembinaan Kesmas ,
1997).
iii. Alat untuk Melakukan Deteksi
Dini
Alat untuk deteksi dini berupa
tes skrining yang telah distandardisasi
untuk menjaring anak yang
mempunyai kelainan dari mereka
yang normal ((Tim Dirjen Pembinaan
Kesmas , 1997). Tes skrining
yang peka, dapat meramalkan keadaan
anak dikemudian hari. Oleh
sebab itu, diperlukan kepekaan dari
petugas yang melakukan deteksi
dini, dalam hal ini kader Posyandu.
Menurut Pedoman Deteksi
Dini Tumbuh Kembang Balita (Tim
Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997)
macam-macam tes skrining yang
digunakan adalah seperti berikut.
1) Pengukuran Berat Badan menurut
Umur (BB/ U)
Pengukuran ini dilakukan secara
teratur untuk memantau pertumbuhan
dan keadaan gizi balita.
Balita ditimbang setiap bulan dan
dicatat dalam Kartu Menuju Sehat
Balita (KMS Balita) sehingga
dapat dilihat grafik pertumbuhannya
dan dilakukan interefensi jika
terjadi penyimpangan.
2) Pengukuran Lingkaran Kepala
Anak (PLKA)
PLKA adalah cara yang biasa dipakai
untuk mengetahui perkembangan otak
anak. Biasanya besar tengkorak mengikuti
perkembangan otak, sehingga bila
ada hambatan pada perkembangan
tengkorak maka perkembangan otak
anak juga terhambat. PLKA dapat
dipakai sebagai salah satu alat pemantau
perkembangan kecerdasan anak.
3) Kuesioner Pra Skrining Perkembangan
(KPSP)
KPSP adalah suatu daftar pertanyaan
singkat yang ditujukan kepada orang
tua dan dipergunakan sebagai alat untuk
melakukan skrining pendahuluan perkembangan
anak usia 3 bulan sampai
dengan 6 tahun. Untuk tiap golongan
usia terdapat 10 pertanyaan untuk orang
tua atau pengasuh.
KPSP dapat digunakan untuk mengetahui
ada tidaknya hambatan dalam
perkembangan anak. Namun hasil yang
negatif tidak selalu berarti bahwa
perkembangan anak tersebut tidak
normal, tetapi hal ini menunjukkan
Inotek,
bahwa anak tersebut memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut. Untuk jumlah
jawaban “Ya” kurang atau sama
dengan enam, maka anak tersebut harus
dirujuk ke ahli.
4) Kuesioner Perilaku Anak Prasekolah
(KPAP)
KPAP adalah sekumpulan kondisikondisi
perilaku yang digunakan sebagai
alat untuk mendeteksi secara dini
kelainan-kelainan perilaku anak prasekolah,
sehingga dapat segera dilakukan
tindakan untuk mengantisipasinya.
KPAP diberikan kepada anak usia
prasekolah atau 3-6 tahun. Dalam
KPAP terdapat 30 perilaku yang ditanyakan
kepada orang tua atau
pengasuh anak. Jika didapatkan hasil
nilai lebih atau sama dengan sebelas,
maka anak perlu dirujuk.
5) Tes Daya Lihat (TDL) dan Tes
Kesehatan Mata (TKM) bagi
Anak Prasekolah.
TDL dan TKM bagi anak prasekolah
(3-6 tahun) adalah alat
untuk memeriksa ketajaman daya
lihat serta kelainan mata pada
golongan usia tersebut. Dengan
demikian dapat segera ditentukan
interfensi sehingga membuat
anak lebih siap untuk masuk
sekolah dan belajar tanpa adanya
gangguan kesehatan mata.
c. Kader Posyandu Plus
i. Pengertian Posyandu Plus
Posyandu merupakan suatu
kegiatan masyarakat, oleh masyarakat,
dan untuk masyarakat dengan
memakai sistem lima meja (Meja 1:
Pendaftaran, Meja 2: Penimbangan,
Meja 3: Pencatatan Hasil Penimbangan,
Meja 4: Penyuluhan, Meja
5: Pelayanan Kesehatan dan Keluarga
Berencana) yang memberikan
lima pelayanan yaitu: Pelayanan
Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), Keluarga Berencana (KB),
Penanggulangan Diare, dan Pelayanan
Imunisasi.
Posyandu Plus merupakan
pengembangan Posyandu melalui
rujukan mitra keluarga yang menghasilkan
lima pelayanan di Posyandu
dengan penambahan (plus)
pada pelayanan konseling mitra
keluarga serta pengaturan waktu
buka (pelayanan) yang fleksibel
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Sasaran dari Posyandu Plus
adalah seluruh anggota keluarga
yang terdiri dari: 1) Keluarga baru;
2) Keluarga ibu hamil, melahirkan,
dan menyusui; 3) Keluarga bayi dan
balita; 4) Keluarga anak usia sekolah
dan remaja; 5) Keluarga usia
subur; dan 6) Keluarga usia lanjut
(Tim Pengembangan Posyandu Plus
Propinsi DIY, 2006).
ii. Kader Posyandu Plus
Menurut Tim Konsep Pengembangan
Posyandu Plus Propinsi
DIY (2006), Posyandu diselenggarakan
oleh masyarakat sendiri dengan
bimbingan dan pembinaan dari petugas
lintas sektor terkait. Anggota
masyarakat yang dilatih dan dibina
ini disebut dengan istilah kader.
Selama ini pelatihan dan pembinaan
kader dilakukan oleh Dinas Kesehatan
melalui Puskesmas setempat,
Pelatihan Karakteristik dan Deteksi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini
93
dengan demikian fokus pelatihan
dan pembinaan hanya ditekankan
pada bidang kesehatan. Dalam pengembangannya
menjadi Posyandu
Plus, pelatihan dan pembinaan kader
tidak hanya akan difokuskan pada
bidang kesehatan saja tetapi juga
akan meliputi bidang hukum, sosial,
ekonomi, pendidikan, dan psikologi.
B. METODE PENGABDIAN
Program pengabdian kepada
masyarakat yang berupa pelatihan
karakteristik dan deteksi dini tumbuh
kembang ini disampaikan kepada
khalayan sasaran dengan beberapa
metode sebagai berikut.
1. Ceramah
Metode ini dipilih untuk menyampaikan
teori dan konsep-konsep yang
sangat prinsip dan penting untuk
dimengerti serta dikuasai oleh peserta
pelatihan. Materi yang diberikan meliputi
pengertian dan karakteristik anak
usia dini; tahap-tahap perkembangan
kognitif, emosi, psikososial, dan
motorik anak usia dini; pengetahuan
mengenai deteksi tumbuh kembang
anak usia dini; dan pengetahuan tentang
alat yang dibutuhkan untuk melakukan
deteksi tumbuh kembang anak usia dini.
a. Display Study (foto dan film)
Metode ini dipilih untuk menampilkan
kondisi dan perilakuperilaku
yang mungkin terjadi
pada anak usia dini, baik anak
yang normal maupun anak
berkebutuhan khusus. Dengan
display study maka para peserta
pelatihan akan dapat melakukan
pengamatan perilaku anak dan
mempraktekkan deteksi tumbuh
kembang pada anak usia dini.
b. Role Play
Pada metode ini peserta secara
bergantian akan mempraktekkan cara
pelayanan, pendeteksian, penyuluhan,
dan interfensi dini pada penyimpangan
tumbuh kembang anak.
c. Studi kasus dan diskusi
Pada metode ini peserta akan melakukan
kajian terhadap kasus-kasus
yang mungkin dihadapi oleh kader
Posyandu pada prakteknya nanti.
Dengan begitu kader diharapkan akan
menjadi lebih terampil dan memiliki
bekal yang cukup untuk melakukan
pelayanan deteksi tumbuh kembang
anak usia dini.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan pelatihan kepada
kader POSYANDU ini
membawa hasil yang nyata sesuai
dengan tujuan program yang dirumuskan
sebelumnya. Evaluasi
yang dilakukan menunjukkan bahwa
para kader yang mengikuti pelatihan
ini menyatakan bertambahnya pemahaman
mereka mengenai karakteristik
tumbuh kembang anak usia
dini dan bertambah pula keterampilan
dalam mendeteksi secara
dini disfungsi tumbuh kembang
anak. Secara umum tindak lanjut
yang dilakukan para kader Posyandu
Plus setelah mengikuti pelatihan
adalah para kader telah memasukkan
materi proses tumbuh kembang
Inotek,
dan deteksi disfungsi tumbuh kembang
anak usia dini dalam penyuluhan
yang mereka adakan. Selain
itu para kader juga menjadi lebih
“aware” akan adanya disfungsi tumbuh
kembang yang ada di lingkungan
sekitar mereka dan mampu memberi
solusi dan saran atas temuan
permasalahan tumbuh kembang
anak yang dihadapi oleh masyarakat.
2. Manfaat dan Kontribusi
Manfaat dan kontribusi dari
kegiatan pangabdian kepada masyarakat
ini dirasakan sesuai dengan
harapan yang dirumuskan sebelum
pelaksanaan, yakni menambah pemahaman
dan keterampilan para
kader Posyandu mengenai karakteristik
dan deteksi tumbuh kembang
anak usia dini. Kebermanfaatan dan
kontribusi dari program ini diidentifikasi
dari beberapa aspek selama
masa perencanaan, pelaksanaan, dan
setelah program berakhir, sebagai
berikut.
a. Manfaat dan Kontribusi dari
Masa Perencanaan Program
Masa perencanaan program
yang berupa penyusunan rencana
pelaksanaan, survey awal kondisi
POSYANDU di pedesaan, dan wawancara
terhadap Pimpinan PUSKESMAS
Imogiri I Bantul Yogyakarta,
menunjukkan bahwa pelatihan
ini bermanfaat dan berkontribusi
sebagai sarana pengembangan dan
sosialisasi ilmu pengetahuan. Pengembangan
ilmu pengetahuan dapat
dilihat dari rumusan materi
karakteristik dan deteksi tumbuh
kembang anak usia dini yang dirancang
untuk menjawab kebutuhan
dan kondisi realitas minim dan
terbatasnya pengetahuan mengenai
karakteristik tumbuh kembang anak
usia dini dan keterampilan masyarakat
secara utuh mengenai deteksi
tumbuh kembang anak usia dini.
Manfaat dan kontribusi berupa sosialisasi
dari program ini jelas terlihat
dari bentuk program yang berupa
transfer ilmu pengetahuan kepada
masyarakat yang menjadi sasaran
yaitu kader Posyandu. Di samping
itu, program pelatihan yang
melibatkan PUSKESMAS Imogiri I
menunjukkan adanya kerja sama
yang manfaat dan kontribusinya terasa
berupa pengembangan jaringan
kelembagaan pada bidang yang
searah, yaitu pemerataan kesejahteraan
dan kesehatan anak usia dini.
b. Manfaat dan Kontribusi
selama Pelaksanaan Kegiatan
Melihat dari interaksi dalam
forum pelatihan ini serta evaluasi
dan pernyataan peserta, kegiatan ini
sangat bermanfaat dan membawa
kontribusi bagi kader POSYANDU
dalam mendapatkan pengetahuan
yang sistematis dan komprehensif
mengenai karakteristik tumbuh kembang
anak usia dini serta keterampilan
dalam mendeteksi disfungsi
tumbuh kembang anak sejak usia
dini. Di samping itu, bertemunya 34
orang kader POSYANDU unit kerja
PUSKESMAS Imogiri I yang
asal dari wilayah pedesaan yang
tersebar di wilayah kecamatan Imogiri
membawa manfaat dan kontribusi
bagi terjalinnya komunikasi
dan berbagi pengalaman dari kasus
dan problem tumbuh kembang anak
usia dini temuan di lapangan yang
didiskusikan dalam forum.
iii. Manfaat setelah Pelaksanaan
Program
Pengetahuan baru yang didapat
dari pelatihan ini juga sangat bermanfaat
dan memberi kontribusi bagi para kader
POSYANDU sebagai bekal dalam melaksanakan
tugas di lapangan. Manfaat dan
kontribusi pelatihan ini yang berhubungan
langsung dengan tugas kader POSYANDU
yaitu berupa tugas memberi
pengetahuan kepada masyakarakat, membantu
masyarakat dalam menghadapi dan
mengatasi persoalan yang berkaitan dengan
kesehatan dan tumbuh kembang anak, dan
mengingatkan akan persoalan tumbuh
kembang anak usia dini yang belum
disadari atau dimengerti oleh masyarakat.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Program Pengabdian kepada
Masyarakat yang berbentuk pelatihan
ini dapat dikatakan berjalan dengan
baik dan sesuai dengan perencanaan.
Adapun beberapa hal yang
dapat disimpulkan dari berlangsungnya
program ini sebagai berikut.
a. Rumusan masalah berupa pengetahuan
mengenai karakteristik
tumbuh kembang, karakteristik
disfungsi tumbuh kembang, serta
deteksi tumbuh kembang anak
usia dini telah terjawab dari materi
pelatihan yang disampaikan.
Semua materi tersebut diperdalam
dengan studi kasus dan
tanya jawab. Selain itu wawasan
peserta juga bertambah dengan
adanya praktik dan simulasi
stimulasi tumbuh kembang anak
usia dini melalui treatmen pijat
bayi.
b. Sasaran pelatihan sangat tepat,
dilihat dari khalayak sasaran
yang memang membutuhkan materi
pelatihan sebagai bekal tugas
kader Posyandu Plus di lingkungan
masyarakat, serta secara
kuantitatif dilihat dari jumlah
peserta yang melebihi harapan.
Dari 25 peserta yang direncanakan
hadir 34 peserta.
c. Sebagian besar kader peserta telah
meneruskan sosialisasikan materi pelatihan
pada masyarakat binaan
Posyandu Plus masing-masing. Bahkan,
para kader telah dapat memberi
saran untuk masalah tumbuh kembang
anak yang ditemui di lapangan.
2. Saran
a. Di masa mendatang akan ada pelatihan
mengenai deteksi disfungsi tumbuh
kembang anak yang lebih mendalam
dan operasional, serta mengenai penanganan
awal yang bisa dilakukan oleh
kader maupun keluarga bila menemukan
kasus disfungsi tumbuh kembang. Diharapkan
juga adanya pelatihan stimulasi
bagi pertumbuhan dan perkembangan
anak usia dini yang praktis, mudah, dan
murah.
b. Kesinambungan kerja sama antara
PUSKESMAS sebagai lembaga
kesehatan pemerintah dengan
Universitas Negeri Yogyakarta
terutama Jurusan yang berkaitan
dengan kesehatan dan pendidikan
anak, untuk lebih mengejawantahkan
ilmu dalam tataran
praktik dan kebermanfaatan pada
masyarakat luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar