Jumat, 28 Agustus 2009

ASKEP

*
Ensefalitis
Posted: 2009-04-23 08:38:11 UTC+07:00
Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ensefalitis
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis.
Penyebab Ensefalitis
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:
o Infeksi virus yang bersifat endemik
1. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
2. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
o Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
o Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.(Robin cit. Hassan, 1997)
Tanda dan Gejala Ensefalitis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis Ensefalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000). Adapun tanda dan gejala Ensefalitis sebagai berikut :
Data Obyektif :
1. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di muka)
5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997
Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
Pemeriksaan Penunjang Ensefalitis
1. Biakan: • Dari darah ; viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif. • Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. • Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif • Dari swap hidung dan tenggorokan, didapat hasil kultur positif
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
4. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
5. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002)
6. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal.(Victor, 2001)
Penatalaksanaan Ensefalitis
o Isolasi Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan.
o Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
1. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
2. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
3. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan (Victor, 2001).
4. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
o Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak
1. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
2. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
3. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak.
o Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
1. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
2. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama
3. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
o Mempertahankan ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3l/menit).
o Penatalaksanaan shock septik
o Mengontrol perubahan suhu lingkungan
o Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.(Hassan, 1997)
Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ensefalitis Selengkapnya dibawah:
download Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ensefalitis dalam format PDF Disini


Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Encephalitis
Publish at Scribd or explore others: Essays & Theses School Work asuhan keperawatan askep

*
Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Kolelitiasis/Koledokolitiasis;Batu Empedu
Posted: 2009-04-23 08:36:46 UTC+07:00
Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. (Williams, 2003)
Penyebab Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Penyebab pasti dari Kolelitiasis/Koledokolitiasis atau batu empedu belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium.( Williams, 2003)
Patofisiologi Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Ada dua tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu yang terutama tersusun dari kolesterol.
1. Batu Pigmen Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tidak terkonjugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
2. Batu Kolesterol Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu empedu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan perdangan dalam kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentiukan batu empedu, melalui peningkatan dikuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler dan bakteri dapat berperan sebagi pusat presipitasi. Akan tetapi infeksi lenih sering menjadi akibat dari pembentukan batu empedu dari pada sebab pembentukan batu empedu.(Smeltzer, 2002)
Insidensi Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Jumlah wanita berusia 20-50 tahun yang menderita batu empedu sekitar 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat seiring bertambahnya usia.(Williams, 2003)
Tanda Dan Gejala Kolelitiasis/Koledokolitiasis
1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”
4. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis/Koledokolitiasis
1. Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
3. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)
5. Pemeriksaan darah
o Kenaikan serum kolesterol
o Kenaikan fosfolipid
o Penurunan ester kolesterol
o Kenaikan protrombin serum time
o Kenaikan bilirubin total, transaminase
o Penurunan urobilirubin
o Peningkatan sel darah putih
o Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama
Penatalaksanaan Kolelitiasis/Koledokolitiasis
1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002)
Manajemen terapi :
o Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
o Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
o Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
o Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
o Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
o Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal.
o Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.
o ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002)
3. Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi psien mengharuskannya
Tindakan operatif meliputi
o Sfingerotomy endosokopik
o PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)
o Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop
o Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube
Penatalaksanaan pra operatif :
1. Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu
2. Foto thoraks
3. Ektrokardiogram
4. Pemeriksaan faal hati
5. Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)
6. Terapi komponen darah
7. Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena bersama suplemen hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membentu kesembuhan luka dan mencegah kerusakan hati.
Diagnosa Keperawatan Pasien Dengan Kolelitiasis/Koledokolitiasis

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (obstruksi, proses pembedahan)
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk ingesti dan absorbsi makanan
3. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan jaringan (luka operasi)
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas trakturs gastrointestinal (sekunder terhadap imobilisasi)
6. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan (mual, muntah, drainase selang yang berlebihan)
7. Kurang pengetahuan: penyakit, prosedur perawatan b.d. Kurangnya informasi

Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Kolelitiasis/Koledokolitiasis selengkapnya dibawah,
Link Download dalam Format PDF Disini

Perawatpskiatri.blogspot.com_Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Kolelitiasis_Koledokolitiasis
Publish at Scribd or explore others: School Work asuhan keperawatan askep

*
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Demam Tifoid
Posted: 2009-04-02 20:46:58 UTC+07:00
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Demam Tifoid

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi pada usus yang menimbulkan gejala gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, S. Paratypi A, B, dan C. Penularan terjadi secara fekal oral, melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Sumber infeksi terutama “carrier”. Carrier ini mungkin penderita yang sedang sakit (carier akut). Carier menahun yang terus mengeluarkan kuman atau carier pasif yaitu mereka yang mengeluarkan kuman melalui ekskreta tetapi tidak pernah sakit.

Etiologi/Penyebab Demam tifoid
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhii. Sumber S. thypii : manusia ebagai reservoir pertama, hewan babi, makanan, lingkungan. Sumber penularan S. thypii bisa dari carrier, makanan dan air yang tercemar Salmonella Thypii.

Patofisiologi Demam tifoid
Kuman salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam usus halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrose setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah menuju organ Retikuloendoteliat system terutama hati dan limfa. Ditempat ini kuman difagosit oleh sel sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi Demam tifoid (5-9 hari) kuman kembali masuk ke darah kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yangs elanjutnya kuman tersebut kembali dikeluarkan dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus.

Gambaran Klinik Demam tifoid
Masa inkubasi Demam tifoid rata rata 2 minggu. Gejala timbul tiba tiba atau berangsur angsur. Penderita Demam tifoid merasa cepat lelah, malaise, anoreksia, sakit kepala, rasa tak enak di perut dan nyeri seluruh tubuh.
Demam pada Demam tifoid umumnya berangsur angsur naik selama minggu pertama, demam terutama pada sore hari dan malam hari (bersifat febris reminent). Pada minggu kedua dan ketiga demam terus menerus tinggi (febris kontinua). Kemudian turun secara lisis. Demam ini tidan hilang dengan pemberian antipiretik, tidak ada menggigil dan tidak berkeringat. Kadang kadang disertai epiktasis. Gangguan gastrointestinal : bibir kering dan pecah pecah, lidah kotor, berselaput putih dan pinggirnya hiperemis. Perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan. Limpa membesar dan lunak dan nyeri pada penekanan. Pada permulaan penyakit umumnya terjadi diare, kemudian menjadi obstipasi.
o Masa Inkubasi/ tunas : 10-14 hari
o Minggu ! : demam (suhu berkisar 39-40), nyeri kepala, pusing, nteri otot, anoreksia, mual muntah, konstipasi, diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epiktasis.
o Minggu 2 : demam, bradikardi, lidah khas berwarna putih, hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran
Pemeriksaan Dan Gambaran Laboratorik Demam tifoid
1. leukosit
Akan terjadi peningkatan jumlah leukosit dalam tubuh (leukositosis)
2. SGOT dan SGPT
aKan mengalami peningkatan
3. Biakan darah
(+) memastikan Demam tifoid, orang yang hasil + makan orang tersebut sudah terjangkit Demam tifoid
(-) tidak menyingkirkan Demam tifoid artinya jika hasil negatif maka velum tentu orang tersebut tidak mengalami Demam tifoid
4. Uji widal
- reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody
- Aglutinin positif terhadap S. Thypii terdapat dalam serum penderita Demam tifoid dan carrier.
- Reaksi widal (+) : titer < 1/160 atau 1/200. biasanya baru positif pada minggu kedua.
Komplikasi Demam Tifoid
Pada usus dapat menimbulkan perdarahan, perforasi dan peritonitis. Diluar usus dapat menimbulkan meningitis tifosa, osteomilitis, kolesistis. Mungkin pula terjadi infeksi sekunder pada-paru sebagai bronkopneumonia.
a. Komplikasi intestinal
o Perdarahan usus Hal ini disebabkan karena kuman masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan terjadinya hipertrofi usus sehingga terjadi perdarahan. Diagnosis dapat ditegakkan dengan : Penurunan tekanan darah dan suhu tubuh, denyut nadi bertambah, kulit pucat, penderita mengeluh nyeri perut.
o Perforasi usus
o Ileus paralitik
o Peritonitis Tanda tanda : penderita nampak kesakitan didaerah perut yang mendadak, kembung, tensi menurun, suara bising usus melemah, pekak hati berkurang. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.
b. Komplikasi ekstraintestinal
o Kardiovaskuler (miokarditis) Tanda klinis : Irama mendua, takikardi, bunyi jantung melemah, pembesaran jantung
o Hematology (anemia)
o Hepar dan kandung empedu (hepatomegali )
o Ginjal (gagal ginjal)
o Tulang (kelemahan)
o Neuropsikiatrik (hilang kesadaran)
Penatalaksanaan Demam tifoid
o Perawatan Perlu isolasi, observasi, dan pengobatan di rumah sakit. Tirah baring mutlak minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus, mobilisasi bertahap, perubahan posisi, perhatikan defekasi dan pola berkemih. Istirahat total untuk mencegah komplikasi komplikasi parah. Mobilisasi dilakukan secara bertahap yaitu: duduk waktu makan pada hari ke 2 bebs panas, berdiri pada hari ke 7 bebas panas, berjalanpada hari ke10 bebas panas,
o Diet Makanan padat dengan nasi dan lauk pauk rendah selulosa. Diet harus cukup kalori dan tinggi protein.
o Medikasi Madikasi yang diberikan adalah pemberian antibiotik diantaranya adalah :
- Kloramfenikol
- Tiamfenikol
- Kotrimoksasol
- Ampisillin
- Fluorokinolon
- Sefalosforin generasi ketiga
Medikamentosa
Kloramfenikol : hari pertama diberikan kloramfenikol 4x1 kapsul @250 mg. Hari berikutnya 4x2 kapsul sampai 3 hari turun panas, kemudian dilanjutkan dengan 4x1 kapsul selama 1 minggu.
Untuk menghindari komplikasi pamakaian kloramfenikol, maka dapat diberikan ampisillin. Dosis yang dianjurkan 60-150 mg/kgBB. Pada penderita toksisdapat diberikan sebesar 4 gram/hr, sedang pada penderita lainnya 2 gram/hr.
Vitamin B komplek dan C sangat diperlukan untuk menjga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler. Bila terjadi hiperpireksi dapat diberikan antipiretik.
Diagnosa Keperawatan Yang Biasa Muncul pada Demam tifoid

1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan sekunder akibat demam
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakadekuatan absorbsi
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
4. Risiko infeksi b/d adanya tindakan invasive
5. Hypertermia b/d peningkatan metabolisme tubuh, proses inflamasi dan peradangan
6. Gangguan pola tidur b/d peningkatan suhu tubuh
7. cemas b/d kurang pengetahuan tentang perawatan demam

*
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma
Posted: 2009-04-02 16:58:09 UTC+07:00
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma

Asma disebut juga sebagai reactive airway disease (RAD) adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas secara reversibel yang ditandai dengan bronchospasme, inflamasi dan peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulan.
Asma terbagi atas :
o Asma alergi ; disebabkan oleh allergen misalnya serbuk sari, binatang, amarah, makanan, dan jamur.
o Asma idiopatik atau non alergik ; misalnya common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang dapat menimbulkan serangan, agen farmakologis : aspirin dan agens anti inflamasi nonsteroid lain, pewarna rambut, antagonis beta-adrenergik, dan agens sulfit.
o Asma gabungan ; merupakan bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakterisstik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.
Tingkatan pada penderita asma:
1. Tingkat I Secara klinis normal, tanpa kelainan pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Pafa penderita ini timbul gejala bila ada faktor pencetus
2. Tingkat II Penderita tanpa keluhan dan kelainan pada pemeriksaan fisisk tetapi fungsi paru menunjukan obstruksi jalan nafas dan sering ditemukan setelah sembuh dari asma.
3. Tingkat III Pada penderita tanpa keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukan kelainan yaitu obstruksi jalan nafas, biasanya pasien yang telah sembuh dari asma tetapi tidak berobat secara teratur
4. Tingkat IV Penderita sesak nafas, butuh, nafas berbunyi pada pemeriksaan fisik dan obstruksi jalan nafas
5. Tingkat V Penderita pada stadium status asmatikus dimana keadaan asma berat dan perlu pertolongan medis darurat.
Tanda Dan Gejala Asma
1. Wheezing
2. Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesoris tambahan pernafasan cuping hidung, retraksi dada, dan stridor.
3. Batuk kering (tidak produktif) karena sekresi kental dan lumen jalan nafas.
4. Tachipnoe, ortopnea
5. Gelisah
6. Diaphorosis
7. Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernafasan
8. Fatigue
9. Tidak toleran terhadap aktivitas, makan, bermain, berjalan bahkan bicara.
10. Kecemasan , labil, dan perubahan tingkat kesadaran
11. Meningkatnnya ukuran diameter anteroposterior (barrel chest)
12. Serangan yang tiba-tiba atau berangsur-angsur
Penyebab Asma:
a. Faktor intrinsic
Infeksi : para influenza virus, pneumonia, micoplasmal.
Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur, iritan kimia, polusi udara ( CO, asap rokok dan parfum)
Emosional : takut, cemas, dan tegang
Aktivitas berlebihan
b. Factor ekstrinsik
Reaksi antigen dan antibody, karena inhalasi allergen (debu, serbuk-serbuk, bulu binatang).

Pemeriksaan Penunjang Asma
1. Foto rontgen; selama episode akut rontgen dada dapat menunjukkan hiperinflasi dan pendataran diafragma.
2. Pemeriksaan fungsi paru, dapat ditemukan menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam darah atau sputum
3. Pemeriksaan alergi; test kulit + yang menyebabkan reaksi melepuh dan hebat yang dapaat mengidentifikasikan allergen spesifik.
4. Pulse oximetry ; ditemukan saturasi O2 perifer menurun ( cyanosis )
5. Analisa gas darah; menunjukkan hipoksia selama serangan akut, awalnya terdapat hipokapnea dan respirasi alkalosis, PCO2 yang rendah.
Penatalaksanaan Asma
1. serangan akut dengan oksigen nasa atau masker.
2. Terapi cairan parenteral
3. Terapi penngobatan sesuai program : Agonis reseptor beta adrenergik, pengobatan yang terbaik untuk penanganan asma dan mencegah serangan asma yang mungkin dipicu oleh olah raga. Bronkodilatator; merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.(Terbutalin, Salbutamol, Fenetotol, Teofilin). Kortikosteroid; menghalangi respon perasdangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap akan menyebabkan berkurangnya kecendrungan terjadinya serangan asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan. Obat antikolinergik bekerja menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan didalam bronkkus asetilkolin.
4. Terapi nebulizer pada serangan akut asma berat, oba-obat yang bisa diberikan adalah Agens adrenegik berupa epinefrin, albuterol, metaproterenol, isopoterenol dan terbutalin.
Diagnosa Keperawatan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma (NANDA )
1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mucus. (NANDA)
2. Pola nafas tidak efektif b/d spasme jalan nafas, kelelahan otot pernafasan ( NANDA )
3. Gangguan pertukaran gas b/d bronchospasme, kerusakan alveoli (NANDA)
4. Intoleran aktivitas Activity Intolerance b/d ketidakseimbangan suply O2 dengan kebutuhan (NANDA)
5. Kurang pengetahuan: tentang penyakit asma b/d kurangnya sumber-sumber informasi. (NANDA)
6. Cemas/Anxiety b/d krisis situasi: perubahan status kesehatan (NANDA)
7. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan BMR, sesak nafas, intoleran terhadap aktifitas (NANDA)

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma Selengkapnya dibawah:
perawatpskiatri.blogspot.com_Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma
Publish at Scribd or explore others: Academic Work asuhan keperawatan askep

*
Persepsi
Posted: 2009-04-01 23:40:14 UTC+07:00
Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. (Rahmat, 2005). Sedangkan menurut Walgito (2001), mengemukakan persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu
Persepsi adalah interpretasi yang tinggi terhadap lingkungan manusia dan mengolah proses informasi tersebut “Human interpret their surroundings on a higher percive their word through information processing” (Wilson. D, 2000). Pendapat lain dikemukakan oleh Maramis (1998), persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan, dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah pancainderanya mendapat rangsang.
Melihat beberapa pendapat tentang persepsi tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang dialami setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya melalui pancaindera, dan tiap-tiap individu dapat memberikan arti atau tanggapan yang berbeda-beda
Proses terbentuknya persepsi
Manusia secara umum menerima informasi dari lingkungan lewat proses yang sama, oleh karena itu dalam memahami persepsi harus ada proses dimana ada informasi yang diperoleh lewat memory organisme yang hidup. Fakta ini memudahkan peningkatan persepsi individu, adanya stimulus yang mempengaruhi individu yang mencetus suatu pengalaman dari organisme, sehingga timbul berpikir yang dalam proses perceptual merupakan proses yang paling tinggi (Hill. G, 2000).
Menurut Mulyana (2005) persepsi sosial adalah proses menangkap arti obyek-obyek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat emosional, sehingga penilaian terhadap mereka mengandung resiko. Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Prinsip penting yang menjadi pembenaran mengenai persepsi sosial adalah :
o Persepsi berdasarkan pengalaman Pola-pola perilaku manusia berdasarkan persepsi mereka mengenai realitas (social) yang telah dipelajari (pengalaman). Ketiadaan pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu obyek jelas akan membuat seseorang menafsirkan obyek tersebut berdasarkan dugaan semata, atau pengalaman yang mirip.
o Persepsi bersifat selektif Alat indera kita bersifat lemah dan selektif (selective attention). Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan kita melihat apa yang kita lihat, kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Atensi kita pada suatu rangsangan merupakan faktor utama yang menentukan selektivitas kita atas rangsangan tersebut. Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah.
o Persepsi bersifat dugaan Oleh karena data yang kita peroleh mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah lengkap, persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan. Seperti proses seleksi, langkah ini dianggap perlu karena kita tidak mungkin memperoleh seperangkat rincian yanng lengkap kelima indera kita. Proses persepsi yang bersifat dugaan itu memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang manapun. Dengan demikian, persepsi juga adalah suatu proses pengorganisasian informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang kita ketahui dalam suatu skema organisasional tertentu yang memungkinkan kita memperoleh suatu makna lebih umum.
o Persepsi bersifat evaluatif Tidak ada persepsi yang bersifat obyektif, karena masing-masing melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman masa lalu dan kepentingannya. Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologis yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan persepsi bersifat pribadi dan subjektif yang digunakan untuk memaknai persepsi.
o Persepsi bersifat kontekstual Konteks merupakan salah satu pengaruh paling kuat. Konteks yang melingkungi kita ketika kita melihat seseorang, suatu objek atau suatu kejadian sangat mempengaruhi struktur kogniif, pengharapan dan oleh karenanya juga persepsi kita. Interpretasi makna dalam konteksnya adalah suatu faktor penting dalam memahami komunikasi dan hubungan sosial. Struktur objek atau kejadian berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan dan kelengkapan.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi persepsi
Wilson ( 2000 ) mengemukakan ada faktor dari luar dan dari dalam yang mempengaruhi persepsi diantaranya sebagai berikut :
a. Faktor eksternal atau dari luar :
1. Concreteness yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit dipersepsikan dibandingkan dengan yang obyektif.
2. Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk di persepsikan dibanding dengan hal-hal yang baru.
3. Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif di bandingkan dengan gerakan yang lambat.
4. Conditioned stimuli, stimuli yang di kondisikan seperti bel pintu, deringan telepon dan lain-lain.
b. Faktor internal atau dari dalam :
1. Motivation, misalnya merasa lelah menstimulasi untuk berespon untuk istirahat.
2. Interest, hal-hal yang menarik lebih di perhatikan dari pada yang tidak menarik
3. Need, kebutuhan akan hal tertentu akan menjadi pusat perhatian
4. Assumptions, juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain.
Menurut Rahmat (2005) faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi interpersonal adalah:
o Pengalaman Seseorang yang telah mempunyai pengalaman tentang hak-hak tertentu akan mempengaruhi kecermatan seseorang dalam memperbaiki persepsi.
o Motivasi Motivasi yang sering mempengaruhi persepsi interpersonal adalah kebutuhan untuk mempercayai “dunia yang adil” artinya kita mempercayai dunia ini telah diatur secara adil.
o Kepribadian Dalam psikoanalisis dikenal sebagai proyeksi yaitu usaha untuk mengeksternalisasi pengalaman subyektif secara tidak sadar, orang mengeluarkan perasaan berasalnya dari orang lain.
Krech dan Crutchfield (1977) menyebutkan persepsi ditentukan oleh faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor-faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, kesiapan mental, suasana emosi dan latar belakang budaya, atau sering disebut faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut.
Sedangkan faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada system syaraf yang ditimbulkannya pada system syaraf individu. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang berkonsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsikan.

*
Acute Myeloproliferative Leukemia (AMLL) atau Acute Non lymphocytic Leukemia (ANLL)
Posted: 2009-04-02 22:21:34 UTC+07:00
Acute Nonlymphocytic Leukimia (ANLL) atau Acute Myeloproliferative Leukemia (AMLL) adalah penyakit maligna yang progressif terhadap jaringan hematopoetic dan menyebabkan kerusakan stem cell. Ini dikarakteristikan oleh perdominan dari sel marrow immature yang menghalangi diferensiasi atau sebagian diferensiasi dari maturasi dengan atau tanpa keterlibatan dari darah di sekitarnya. Normalnya elemen myeloid menurun jumlahnya, tetapi pada penyakit ini didapat sel-sel leukemia dan bahkan berubah jika proliferasi maligna tidak terkontrol. Acute Acute Nonlymphocytic Leukimia (ANLL) merupakan penyakit yang fatal. Kematian biasanya disebabkan oleh efek dari pansitopenia (anemia, bleeding dan penurunan kekebalan terhadap infeksi). Acute Nonlymphocytic Leukimia (ANLL) ditemukan terhadap orang dewasa tetapi penyakit ini juga ditemukan pada semua umur. Factor predisposisi pada laki-laki.

Penyebab dari Acute Nonlymphocytic Leukimia (ANLL) tidak jelas dan merupakan kombinasi atau interaksi dari berbagai factor:
o Radiasi Peran paparan radiasi menjadi factor berkembanganya leukemia. Factor resikonya adalah:
1. Seseorang yang bekerja diradiologi klinik tanpa menggunakan pengaman yang standar.
2. Pasien yang mendapatkan terapi radiasi terhadap ankylosing spondylitis dibandingkan pasien lain dengan penyakit yang sama tetapi tanpa mendapat radiasi.
3. Seseorang yang selamat terhadap peristiwa Hirosima dan Nagasaki.
Masing-masing factor tersebut mempunyai insiden terhadap peningkatan leukemia.
o Zat-zat kimia Obat-obatan dan terapi kimia dapat menyebabkan depresi atau aplasia dari bone marrow yang memungkinkan menyebabkan leukemia dan disebut leukemogens. Beberapa dari cloramphenicol, phenylbutazone, komponen arsenic, sulfonamide, dan beberapa insekstisida juga agen sitotoksik yang digunakan untu terapi neoplasma mempunyai potensial terhadap leukemogens. Termasuk phenylalanine mustard dan cyclophospamide digunakan untuk terapi multiple myeloma, agen alkylating digunakan untuk terapi beberapa tipe kanker termasuk penyakit Hodgkin, dan immunosuppressant untuk terapi penyakit immunoinflammatory. Benzena juga diketahui dengan jelas sebagai penyebab kanker.
o Genetik Penyimpangan dari kromosom termasuk aneuploidy dan kerusakan ditunjukkan dengan beberapa penyakit yang berhubungan dengan peningkatan insiden Acute Nonlymphocytic Leukimia (ANLL). Penyakit-penyakit tersebut termasuk Down syndrome (trisomy 21), Fanconi’s syndrome (kerusakan kromosom yang berlebihan), Bloom syndrome (kerusakan nilai kromosom dan rearrangement) dan D-trisomy. Leukimia congenital biasanya nonlympositik. Penelitian menunjukkan riwayat keluarga dengan leukemia juga mempunyai factor genetic penyebab leukemia akut.
o Virus Tidak ada kesimpulan terhadap pernyataan bahwa virus merupakan penyebab leukemia pada manusia. Walaupun demikian ada beberapa hasil penelitian yang menyokong teori virus sebagai penyebab leukemia antara lain : enzim reverse transciptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe-C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang. Enzim tersebut menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk bahan genetic yang kemudian bergabung dengan genom sel yang terinfeksi.

Klasifikasi Acute Myeloproliferative Leukemia (AMLL) atau Acute Non lymphocytic Leukemia (ANLL)
FAB (French-American-British) membagi Acute Myeloproliferative Leukemia (AMLL) menjadi 6 jenis:
Mo : leukemia mieloblastik dengan minimal diferensiasi
M1 : leukemia mieloblastik tanpa pematangan
M2 : leukemia mieloblastik dengan berbagai derajat pematangan.
M3 : Leukimia promielositik hipergranuler.
M4 : Leukimia mielomonositik
M5 : Leukimia monoblastik
M6 : Eritroleukimia

Manifestasi klinik
1. Anemia: Pallor, Letargy, Dyspneu, Fatigue, Kelemahan
2. Neutropenia: Fever, Malaise, Infeksi
3. Trombositopenia: Hemorrage, Memar/bruising, Petekia, Purpura, Epistasis, Perdarahan gusi, Menorragi
4. Inflitrasi organ: Nyeri tulang, Splenomegaly, Hepatomegaly, Lympadenopathy, Hipertrofi gusi, Infiltrasi kulit, Ulcerasi membrane mukosa, Syndrome meningeal; Headache Mual Muntah

Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan bentuk perawatan yang memuaskan untuk penderita Acute Nonlymphocytic Leukimia (ANLL). Berbagai kombinasi obat termasuk sitosin arabinosid, daunomisin, vinkristin, 6-azauridin, 6-tioguanin dan 6-merkaptopurin dapat menginduksi remisi pada sekitar 75% penderita. Rejimen yang paling efektif menyertakan sitosin arabonosid dan daunomisin. Seperti pada LLA, SSP dapat merupakan tempat relaps Acute Nonlymphocytic Leukimia (ANLL). Frekuensi relaps SSP sebagai tanda awal reaktovasi penyakit, dapat dikurangi dengan profilaksis, namun karena seringnya relaps dini darah dan sumsum tulang, tindakan profilaksis pada SSP tidak memperpanjang angka kelangsungan hidup penderita.

Untuk terapi lanjutan (maintainance) dianjurkan beberapa rejimen yang dapat memperpanjang remisi komplit. Tidak satupun dari rejimen-rejimen ini lebih unggul dari lainnya. Beberapa rejimen imunoterapi non spesifik menggunakan BCG dengan atau tanpa sel-sel alogenik leukemik. Namun imunoterapi demikian menunjukkan keuntungan yang nyata walaupun juga tidak menimbulkan efek yang buruk.
Pemanfaatan sumsum tulang pada penderita dengan donor yang sesuai, saat ini tengah diteliti. Komplikasi yang terjadi adalah GVHD (Graft Versus Host Disease) yaitu limfosit T dari donor marrow merusak sel lymphohemopoietic dari resipien.
Pada pasien leukemia promielositik akut, pemberian rejimen yang terdiri dari sitosin arabinosid, daunomisin dan heparin pada awal induksi remisi, berhasil mengatasi kecenderungan koagulasi intravaskuler tersebar (DIC) dan timbulnya perdarahan. Beberapa penderita dapat mencapai masa bebas penyakit jangka panjang.

Prognosis
Umumnya buruk, hingga sukar untuk membedakan tanda-tanda prognostic spesifik. Tampilan sitologik awal tidak membantu meramalkan prognosis, kecuali pada penderita leukemia promielositik akut. Prognosis yang lebih baik bila jumlah leukosit pada saat diagnosis, kurang dari 10.000/mm3, demikian pula bila jumlah trombosit lebih dari 10.000/mm3. Dengan rejimen terapi mutakhir, lama remisi (median) berkisar antara 1,5 sampai 2 tahun. Kurang dari 30% penderita mencapai remisi lengkap kontinyu jangka panjang; remisi demikian jarang mencapai 5 tahun

Diagnosa keperawatan
1. PK anemia
2. Nyeri akut
3. Resiko infeksi
4. Fatigue/kelelahan b.d kondisi fisik yang menurun, anemia, penyakit yang dialami.

*
Teknik Komunikasi Terapeutik
Posted: 2009-03-28 10:46:28 UTC+07:00

Teknik Komunikasi Terapeutik Menurut Stuart dan Sundeen tahun 1995, tehnik komunikasi terdiri dari:

1. Mendengar aktif; Mendengar mempunyai arti: konsentrasi aktif .dan persepsi terhadap pesan orang lain yang menggunakan semua indra, Liendberg et al, cit Nurjanah (2001)
2. Mendengar pasif; Mendengar pasif adalah kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal untuk klien. Misalnya dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga keikutsertaan secara verbal
3. Penerimaan: Yang dimaksud menerima adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
4. Klarifikasi; Klarifikasi sama dengan validasi yaitu menanyakan kepada klien apa yang tidak dimengerti perawat terhadap situasi yang ada. Klarifikasi dilakukan apabula pesan yang disampaikan oleh klien belum jelas bagi perawat dan perawat mencoba memahami situasi yang digambarkan oleh klien.
5. Fokusing; Fokusing adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membatasi area diskusi sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti, Stuart & Sundeen, cit Nurjanah (2001).
6. Observasi; Observasi merupakan kegiatan mengamati klien/orang lain. Observasi dilakukan apabila terdapat konflik antara verbal dan non verbal klien dan saat tingkah laku verbal dan non verbal nyata dan tidak biasa ada pada klien, Stuart & Sundeen, cit Nurjanah (2001). Observasi dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.
7. Menawarkan informasi; Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi adalah akan memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan, dan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan, Stuart & Sundeen, cit, Nurjanah, (2001). Penahanan informasi pada saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak percaya. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat memberikan informasi.
8. Diam (memelihara ketenangan); Diam dilakukan dengan tujuan mengorganisir pemikiran, memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon. Kediaman ini akan bermanfaat pada saat klien mengalami kesulitan untuk membagi persepsinya dengan perawat. Diam tidak dapat dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam dapat juga diartikan sebagai mengerti, atau marah. Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain agar punya kesempatan berpikir, meskipun begitu diam yang tidak tepat menyebabkan orang lain merasa cemas.
9. Assertive: Assertive adalah kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain, Nurjanah, 2001.
10. Menyimpulkan; Membawa poin-poin penting dari diskusi untuk meningkatkan pemahaman. Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi agar sama denga ide dalam pikiran, Varcarolis, cit, Nurjanah, 2001.
11. Giving recognition (memberiakn pengakkuan/penghargaan); Memberi penghargan merupakan tehnik untuk memberikan pengakkuan dan menandakan kesadaran, Schultz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001.
12. Offering Sel (menawarakan diri); Menawarkan diri adalah menyediakan diri anda tanpa respon bersyarat atau respon yang diharapkan, Schultz & Videbeck.cit. Nurjanah, 2001
13. Offering general leads (memberikan petunjuk umum); Mendukung klien untuk meneruskan, Schultz & Videbeck cit, Nurjanah, 2001
14. Giving broad opening (memberikan pertanyaan terbuka): Mendorong klien untuk menyeleksi topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeuitik apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeuitk apabila perawatan mendominasi interaksi dan menolak res[pon klien, Stuart % Sundeen, cit, Nurjanah, 2001.
15. Placing the time in time/sequence (penempatan urutan/waktu); Melakukan klarifikasi antara waktu dan kejadian atau antara satu kejadian dengan kejadian lain. Teknik bernilai terapeutik apabila perawat dapat mengeksplorasi klien dan memahami masalah yang penting. Tehnik ini menjadi tidak terapeutik bila perawat memberikannasehat, meyakinkan atau tidak mengakui klien.
16. Encourage deskripition of perception (mendukung deskripsi dari persepsi); Meminta kepada klien mengungkapkan secara verbal apa yang dirasakan atau diterima, Schulz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001
17. Encourage Comparison (mendukung perbandingan); Menanyakan kepada klien mengenai persamaan atau perbedaan
18. Restating (mengulang) Restating; adalah pengulangan pikiran utama yang diekspresiakn klien, Stuart & Sundeen, Cit Nurjanah, 2001.
19. Reflekting (Refleksi): Digunakan pada saat klien menanyakan pada perawat tentang peneliaian atau kesetujuannya. Tehnik ini akan membantu perawat untuk tetap memelihara pendekatan yang tidak menilai, Boyd & Nihart, cit, Nurjanah
20. Eksploring (Eksporasi); Mempelajari suatu topik lebih mendalam
21. Presenting reality (menghadikan realitas/kenyataan); Menyediakan informasi dengan perilaku yang tidak menilai
22. Voucing doubt (menunjukkan keraguan); Menyelipkan persepsi perawat mengenai realitas. Tehnik ini digunakan dengan sangat berhati-hati dan hanya pada saat perawat merasa yakin tentang suatu yang detil. Ini digunakan pada saat perawat ingin memberi petunjuk pada klien mengenai penjelasan lain.
23. Seeking consensual validation; Pencarian pengertian mengenai komunikasi baik oleh perawat maupun klien. Membantu klien lebih jelas terhadap apa yang mereka pikirkan.
24. Verbalizing the implied: Memverbalisasikan kata-kata yang klien tunjukkan atau anjuran.
25. Encouraging evaluation (mendukung evaluasi): Perawat membantu klien mempertimbangkan orang dan kejadian kedalam nilai dirinya
26. Attempting to translate into feeling (usaha menerjemahkan perasaan); Membantu klien untuk mengidentifikasi perasaan berhubungan dengan kejadian atau pernyataan .
27. Suggesting collaborating (menganjurkan kolaborasi): Penekanan kegiatan kerja dengan klien tidak menekan melakukan sesuatu untuk klien. Mendukung pandangan bahwa terdapat kemungkinan perubahan melalui kolaborasi.
28. Encouragingformulation of plan of action (mendukng terbentuknya rencana tindakan): Memberikan kesempatan pada klien untuk mengantisipasi alternative dari tindakan untuk masa yang akan datang.
29. Estabilising guidelines (menyediakan petunjuk); Statemen yang menunjukkan peran, tujuan dan batasan untuk interaksi. Hal ini akan menolong klien untuk mengetahui apa yang dia harapkan dari dirinya.
30. Open- ended comments (komentar terbuka-tertutup): Komentar secara umum untuk menentukan arah dari interaksi yang seharusnya dilakukan. Hal ini akan mengijinkan klien untuk memutuskan apa topik/materi yang paling relevan dan mendukung klien untuk meneruskan interaksi.
31. Reducing distant (penurunan jarak); Menurunkan jarak fisik antara perawat dank lien. Hal ini menunjukkan komunikasi non verbal dimana perawat ingin terlibat dengan klien.
32. Humor; Dugan (1989) menyebutkan humor sebagai hal yang penting dalam komunikasi verbal dikarenakan: tertawa mengurangi keteganan dan rasa sakit akibat stress, serat meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan .

*
Komunikasi Terapeutik
Posted: 2009-03-28 10:46:51 UTC+07:00
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994). Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart & sundeen,1995).
Adapun tujuan komunikasi terapeutik adalah:

1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan;
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya;
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Prinsip-prinsip komunikasi adalah:

1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik
4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
5. Kerahasiaan klien harus dijaga
6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
7. Implementasi intervensi berdasarkan teori
8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat
9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya secara rasional
10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.

Teknik Komunikasi Terapeutik

*
Episiotomi
Posted: 2009-03-26 10:54:59 UTC+07:00
Episiotomi adalah insisi dari perinium untuk memudahkan persalinan dan mencegah ruptur perinii totalis (Bagian Obsgyn, UNPAD).
Sedangkan menurut Harry Oxorn (1996), Episiotomi adalah insisi perinium untuk memperlebar ruang pada lubang keluar jalan lahir sehingga memudahkan kelahiran bayi.
Jenis – jenis episiotomi

1. Episiotomi Medialis adalah yang dibuat di garis tengah.
2. Episiotomi Mediolateralis dari garis tengah ke samping menjauhi anus.
3. Episiotomi Lateralis 1-2 cm diatas commisuro posterior ke samping.
4. Episiotomi Sekunder adalah ruptur perinii yang spontan atau episiotomi medialis yang melebar sehingga dimungkinkan menjadi ruptura perinii totalis maka digunting ke samping.


Fungsi Episiotomi

1. Episiotomi membuat luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, sedangkan ruptura perinii yang spontan bersifat luka koyak dengan dinding luka bergerigi.
2. Luka lurus dan tajam lebih mudah dijahit.
3. Mengurangi tekanan kepala bayi.
4. Mempersingkat kala II.
5. Mengurangi kemungkinan terjadinya ruptura perinium totalis.

Keuntungan dan kerugian dari episiotomi

1. Episiotomi Medialis : mudah dijahit, anatomi maupun fungsionil sembuh dengan baik, nyeri masa nifas ringan, dapat menjadi ruptur perinii totalis.
2. Episiotomi Mediolateralis : Lebih sulit dalam penjahitan,anatomi maupun fungsionil penyembuhan kurang sempurna, nyeri pada hari-hari pertama nifas, jarang menjadi ruptura perinii.

ASKEP

PNEUMONIA

Pengertian Pnemonia
Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pnemonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pnemonia.
Pneumonia Berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga Pnemonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pnemonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.
Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus kegiatan program P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Program ini mengupayakan agar istilah Pnemonia lebih dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang penanggulangan Pnemonia.
Program P2ISPA mengklasifikasikan penderita kedalam 2 kelompok usia:
Usia dibawah 2 bulan (Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia)
Usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun (2 bulan - Pnemonia, Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia )
Klasifikasi Bukan-pnemonia mencakup kelompok balita penderita batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit ISPA diluar pnemonia ini antara lain: batuk-pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Pharyngitis, tonsilitis dan otitis, tidak termasuk penyakit yang tercakup dalam program ini.
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja dinegara berkembang, tapi juga di negara maju seperti AS, Kanada dan negara-negara Eropah. Di AS misalnya, terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang.
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak napas, napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru
Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan luman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma ( bentuk peralihan antara bakteri dan virus ). Bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp,vIrus misalnya virus influensa.

Mengobati Pneumonia
Anda mengalami tanda-tanda penumonia ?, Jangan khawatir, kesempatan sembuh masih amat besar dengan syarat-syarat berikut ini; usia masih muda, dideteksi sejak dini, sistem kekebalan tubuh bekerja dengan baik, infeksi belum menyebar, dan tidak ada infeksi lain.
Pengobatan awal biasanya adalah antibiotik, yang cukup manjur mengatasi penumonia oleh bakteri, mikoplasma dan beberapa kasus rickettsia.
Untuk pneumonia oleh virus sampai saat ini belum ada panduan khusus, meski beberapa obat antivirus telah digunakan. Kebanyakan pasien juga bisa diobati dirumah. Biasanya dokter yang menangani peneumonia akan memilihkan obat sesuai pertimbangan masing-masing, setelah suhu pasien kembali normal, dokter akan menginstruksikan pengobatan lanjutan untuk mencegah kekambuhan. Soalnya, seranganberikutnya bisa lebih berat dibanding yang pertama. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah.
Pada pasien yang berusia pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembvalikan kondisi tubuh. Namun, mereka yang sudah sembuh dari dari pneumonia mikoplasma akan letih lesu dalam waktu yang panjang. Secara rutin, pasien yang sudah sembuh dari pneumonia jangan dilarang kembali melakukan aktifitasnya. Namun mereka perlu diingatkan untuk tidak langsung melakukan yang berat-berat. Soalnya, istirahat cukup merupakan kunci untuk kembali sehat.
Untuk menangani pernapasan akut parah ( Severe Acute Respiratory Syndrom/SARS) yang masih misterius, organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan para petugas kesehatan untuk menerapkan Universal Precautions. Artinya, mereka harus mengenakan sarung tangan, masker, sepatu boot dan jas yang melindungi seluruh tubuh dari kontak langsung dengan penderita. Buat penderitanya juga dianjurkan untuk mengenakan masker dan pelindung lain sampai SARS-nya ditanggulangi. Pasien yang dicurigai atau kemungkinan besar terkena SARS harus diisolasi. Ruang perawatannya harus bertekanan rendah dengan pintu tertutup rapat, tidak sharing dengan pasien lain ( termasuk dengan pasien sindrom serupa ) dan punya fasilitas kamar mandi dan kloset sendiri.
Semua peralatan yang digunakan sebaiknya sekali pakai dan ruangan dibersihkan dengan menggunakan desinfektans yang mengandung antibakteri, antivirus dan antijamur. Pasien sebaiknya dijaga tidak banyak bergerak. Pasien maupun para petugas kesehatan yang menangani dianjurkan untuk selalu mencuci tangan dengan sabun untuk menghindari penyebaran. Karena antibiotika berspekturm luas tidak menunjukkan efektifitas menangani SARS, WHO lebih menganjurkan untuk memanfaatkan suntikan intravena ribavirin dan steroid untuk menstabilkan kondisi pasien yang sudah kritis.

Kenali Pneumonia biar tak Terlambat
PNEUMONIA sebenarnya bukan peyakit baru. American Lung Association misalnya, menyebutkan hingga tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ketujuh di negara itu.
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru ? paru meradang. Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara ? gara inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal. Sebenarnya pneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.

Pneumonia Oleh Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pencandu alkohol, pasien pasca-operasi, orang-orang dengan penyakit gangguan pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan.
Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru karena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus yang eksterm, pasien akan mengigil, gigi bergemelutuk, sakit dada, dan kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hijau. Sebelum terlambat, penyakit ini masih bisa diobati. Bahkan untuk pencegahan vaksinnya pun sudah tersedia.

Pneumonia Oleh Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas-terutama pada anak-anak- gangguan ini bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.
Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian, Virus yang menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan.
Gejala Pneumonia oleh virus sama saja dengan influensa, yaitu demam, batuk kering sakit kepala, ngilu diseluruh tubuh. Dan letih lesu, selama 12 ? 136 jam, napas menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir. Demam tinggi kadang membuat bibir menjadi biru.

Pneumonia Mikoplasma
Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering juga disebut pneumonia yang tidak tipikal ( Atypical Penumonia ).
Pneumonia mikoplasma mulai diidentifikasi dalam perang dnia II. Mikoplasma adalah agen terkecil dialam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.
Gejala yang paling sering adalah batuk berat, namun dengan sedikit lendir. Demam dan menggigil hanya muncul di awal, dan pada beberapa pasien bisa mual dan muntah. Rasa lemah baru hilang dalam waktu lama.

Pneumonia Jenis Lain
Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii pnumonia ( PCP ) yang diduga disebabkan oleh jamur, PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS.
PCP bisa diobati pada banyak kasus. Bisa saja penyakit ini muncul lagi beberapa bulan kemudian, namun pengobatan yang baik akan mencegah atau menundah kekambuhan.
Pneumonia lain yang lebih jarang disebabkan oleh masuknya makanan, cairan , gas, debu maupun jamur.
Rickettsia- juga masuk golongan antara virus dan bakteri-menyebabkan demam Rocky Mountain, demam Q, tipus, dan psittacosis. Penyakit-penyakit ini juga mengganggu fungsi Paru, namun pneumonia tuberkulosis alis TBC adalah infeksi paru paling berbahaya kecuali dioabati sejak dini.




























Asuhan Keperawatan Klien Dengan Thalasemia
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia)

Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia
• Fraktur patologis
• Hepatosplenomegali
• Gangguan Tumbuh Kembang
• Disfungsi organ
Tanda Dan Gejala Klien Dengan Thalasemia
Klasifikasi Thalasemia
Secara molekuler talasemia dibedakan atas :
1. Thalasemia (gangguan pembentukan rantai )
2. Thalasemia  (gangguan p[embentukan rantai )
3. Thalasemia - (gangguan pembentukan rantai  dan  yang letak gen nya diduga berdekatan).
4. Thalasemia  (gangguan pembentukan rantai )
Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas
2. Thalasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis

Gejala Klinis Thalasemia
Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun, yaitu:
• Lemah
• Pucat
• Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
• Berat badan kurang
• Tidak dapat hidup tanpa transfusi
Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
• Gizi buruk
• Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
• Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja
Gejala khas adalah:
• Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
• Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi
Patofisiologi Thalasemia
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
• Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta.
• Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
• Ada suatu kompensator yang meninghkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
• Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
• Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Pemeriksaan Penunjang
• Hasil apusan darah tepi didapatkan gambaran perubahan-perubahan sel dara merah, yaitu mikrositosis, anisositosis, hipokromi, poikilositosis, kadar besi dalam serum meninggi, eritrosit yang imatur, kadar Hb dan Ht menurun.
• Elektroforesis hemoglobin: hemoglobin klien mengandung HbF dan A2 yang tinggi, biasanya lebih dari 30 % kadang ditemukan hemoglobin patologis.
Penatalaksanaan Thalasemia
• Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
• Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian Deferoxamine(desferal).
• Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa preparat besi.

Diagnosa Yang mungkin Muncul Pada Asuhan Keperawatan Klien Dengan Thalasemia
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen ke sel.
2. Activity Intolerance berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tak adekuat: penurunan Hb, leukopeni atau penurunan granulosit.
6. Kurangnya pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.





Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Urolithiasis/Batu Ginjal
Urolithiasis atau Batu ginjal merupakan batu pada saluran kemih (urolithiasis), Urolithiasis sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000).

Insidens dan Etiologi Urolithiasis/Batu Ginjal

Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik;
Faktor intrinsik, meliputi:
1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
Faktor ekstrinsik, meliputi:
1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).
Teori Terbentuknya Urolithiasis/Batu Ginjal
1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.
2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.
3. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.
Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif

Batu Kalsium
Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah:
1. Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid.
2. Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
3. Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.
4. Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
5. Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat
Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.

Batu Urat
Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH kurang dari 6, volume urine kurang dari 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.

Patofisiologi Urolithiasis/Batu Ginjal
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal)

Gambaran Klinik dan Diagnosis Urolithiasis/Batu Ginjal
Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didaptkan demam/menggigil.
Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine).
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).
Pemeriksaan pieolografi intra vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen.
Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.

Penatalaksanaan Urolithiasis/Batu Ginjal
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.

Pencegahan Urolithiasis/Batu Ginjal
Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh lebih dari 50% dalam 10 tahun. Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari
2. Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
3. Aktivitas harian yang cukup
4. Medikamentosa
Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat
3. Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria
4. Rendah purin
5. Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II








Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ablatio Retina
Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991) Ablatio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L. Christensen 1991).

Tanda dan Gejala Ablatio Retina
• Fotopsia, munculnya kilatan cahaya yang sangat terang di lapang pandang.
• Muncul bintik-bintik hitam yang beterbangan di lapang pandang (floaters)
• Muncul tirai hitam di lapang pandang
• Tidak ditemukan adanya rasa nyeri atau nyeri kepala
Patofisiologi Ablatio Retina
Pada Ablatio Retina cairan dari vitreus bisa masuk ke ruang sub retina dan bercampur dengan cairan sub retina. Ablatio Retina dapat diklasifikasikan secara alamiah menurut cara terbentuknya:
1. Ablatio Rhegmatogen terjadi setelah terbentuknya tulang atau robekan dalam retina yang menembus sampai badan mata masuk ke ruang sub retina, apabila cairan terkumpul sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina terlepas.
2. Ablatio oleh karena tarikan, terjadi saat retina mendorong ke luar dari lapisan epitel oleh ikatan atau sambungan jaringan fibrosa dalam badan kaca.
3. Ablatio eksudatif, terjadi karena penumpukan cairan dalam ruang retina akibat proses peradangan, gabungan dari penyakit sistemik atau oleh tumor intraocular, jika cairan tetap berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan epitel pigmen.
Pemeriksaan Penunjang pada Ablatio Retina
• Pemeriksaan visus
• Ophtalmoskop indirek
• USG mata
• Campur Visi
Manajemen Terapi Ablatio Retina
Untuk memperbaiki Ablatio Retina dilakukan prosedur operasi scleral bucking yaitu pengikatan kembali retina yang lepas.
a. Pengelolaan penderita sebelum operasi
• Mengatasi kecemasan
• Membatasi aktivitas
• Penutup mata harus selalu dipakai untuk mencegah atau membatasi pergerakan bola mata
• Pengobatan dengan obat tetes mata jenis midriaticum untuk mencegah akomodasi dan kontriksi.
b. Pengelolaan penderita setelah operasi
• Istirahatkan pasien (bad rest total) minimal dalam 24 jam pertama.
• Ukur vital sign tiap jam dalam 24 jam pertama.
• Evaluasi penutup mata
• Bantu semua kebutuhan ADL
• Perawatan dan pengobatan sesuai program
Asuhan Keperawata n Pasien Dengan Ablatio Retina
a. Data Subyektif
• Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya terang dan bintik-bintik hitam yang beterbangan di ruang pandang.
• Pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang pandang.
• Pasien menyatkan takut dan cemas karena kehilangan fungsi penglihatan secara tiba-tiba.
b. Data Obyektif

• Dengan pemeriksaan ophtalmoskop indirek terlihat gambaran gelembung abu-abu atau lipatan-lipatan pada retina yang bergetar dan bergerak
• Aktifitas pasien terbatas
• Mata pasien tertutup dengan gaas
• Pasien mendapat obat tetes mata midryatil
• Wajah pasien tampak tegang dan cemas
• Pada pemeriksaan visus : OD 1/4 Os 2/60

Diagnosa Keperawatan yang mungkin ditemukan pada pasien Ablatio Retina
Pre Operatif

1. Gangguan persepsi sensori penglihatan
2. Cemas
3. Kurang perawatan diri berhubungan

Post Operatif

1. Nyeri akut
2. Resiko infeksi
3. Kurang perawatan diri































Asuhan Keperawatan Pada Pasien CA Laring Post Laringektomi
Posted: 2009-04-23 08:33:50 UTC+07:00
Laring adalah kotak kaku yang tidak dapat meregang, laring mengandung ruang sempit antara pita suara (glottis) dimana udara harus melewati ruangan ini. Carcinoma laring adalah keganasan pada laring


Anatomi laring
Laring atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trachea. Fungus utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi dari benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering disebut ebagai kotak suara dan terdiri atas
1. Epiglotis: ostium katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
2. Glotis: ostium antara pita suara dan laring
3. Kartilago tiroid: kartilago terbesar pada trachea, sebagian dari kartilago membentuk jakun (Adam’s apple)
4. Kartilago krikoid: satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak dibawah kartilago roid)
5. Kartilago critenoid: digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
6. Pita suara: ligamen yang terkontrol oleh gesekan otot yang menghasilkan bunyi suara, pita suara melekat pada lumen laring.
Etiologi CA laring:
• Tidak diketahui
• Berhubungan dengan karsinogen: tembakau, alcohol, polusi industri
• Laringitis kronis
• Penggunaan suara berlebihan herediter
• Herediter
• Laki-laki lebih banyak dari pada wanita
• 50-70 tahun
• squamous cell carsinoma
Tanda dan Gejala CA laring
• Serak yang menetap
• Bengkak/benjolan ditenggorokan
• Disfagia
• Nyeri ketika bicara
• Rasa terbakar di tenggorokan saat menelan cairan panas
• Dyspnea, lemah
• Berat Badan menurun
• Pembesaran kelenjar limfe
• Nafas bau
Pemeriksaan diagnostik
• Laryngoskopi
• Biopsi
• CT scan
• Rongen dada
• Pergerakan pita suara
Medikal managemen
• Radiasi: Jika hanya 1 pita suara yang terkena, Suara normal, Pre op untuk menurunkan ukuran tumor, Perawatan tidak terlalu lama
• Kemoterapi
• Pembedahan: Laser, Parsial/total laringektomi
Jenis Laringektomi
1. Laringektomi parsial (Laringektomi-Tirotomi) Laringektomi parsial direkomendasikan kanker area glotis tahap dini ketika hanya satu pita suara yang terkena. Tindakan ini mempunyai mempunyai angka penyembuhan yang sangat tinggi. Dalam operasi ini satu pita suara diangkat dan semua struktur lainnya tetap utuh. Suara pasien kemungkinan akan menjadi parau. Jalan nafas akan tetap utuh dan pasien seharusnya tidak memiliki kesulitan menelan.
2. Laringektomi supraglotis (horisontal) Laringektomi supraglotis digunakan dalam penatalaksanaan tumor supraglotis. Tulang hioid, glotis, dan pita suara palsu diangkat. Pita suara, kartilago krikoid, dan trakea tetap utuh. Selama operasi, dilakukan diseksi leher radikal pada tempat yang sakit. Selang trakeostomi dipasang dalam trakea sampai jalan nafas glotis pulih. Selang trakeostomi ini biasanya diangkat setelah beberapa hari dan stoma dibiarkan menutup. Nutrisi diberikan melalui selang nasogastrik sampai terdapat penyembuhan dan tidak ada lagi bahaya aspirasi. Pasca operasi pasien akan mengalami kesulitan menelan selama 2 minggu pertama. Keuntungan utama operasi ini adalah bahwa suara akan kembali pulih dalam seperti biasa. Masalah utamanya adalah bahwa kanker tersebut akan kambuh.
3. Laringektomi hemivertikal Laringetomi hemivertikal dilakukan jika tumor meluas diluar pita suara, tetapi perluasan tersebut kurang dari 1 cm dan terbatas pada area subglotis. Dalam prosedur ini, kartilago tiroid laring dipisahkan dalam garis tengah leher dan bagian pita suara (satu pita suara sejati dan satu pita suara palsu) dengan pertumbuhan tumor diangkat. Kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid diangkat. Kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid diangkat. Pasien beresiko mengalami aspirasi pascaoperasi. Beberapa perubahan dapat terjadi pada kualitas suara (sakit tenggorok) dan proyeksi. Namun demikian jalan nafas dan fungsi menelan tetap utuh.
4. Laringektomi total Laringektomi total dilakukan ketika kanker meluas diluar pita suara. Lebih jauh ke tulang hioid, epiglotis, kartilago krikoid, dan dua atau tiga cincin trakea diangkat. Lidah, dinding faringeal, dan trakea ditinggalkan. Banyak ahli bedah yang menganjurkan dilakukannya diseksi leher pada sisi yang sama dengan lesi bahkan jika tidak teraba nodus limfe sekalipun. Rasional tindakan ini adalah bahwa metastasis ke nodus limfe servical sering terjadi. Masalahnya akan lebih rumit jika lesi mengenai struktur garis tengah atau kedua pita suara. Dengan atau tanpa diseksi leher, laringektomi total dibutuhkan stoma trakeal permanen. Stoma ini mencegah aspirasi makanan dan cairan ke dalam saluran pernafasan bawah, karena laring yang memberikan perlindungan stingfer tidak ada lagi. Pasien tidak akan mempunyai suara lagi tetapi fungsi menelan akan normal. Laringektomi total mengubah cara dimana aliran udara digunakan untuk bernafas dan berbicara
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
• Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas: sekret berlebihan
• Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
• Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi/pengaturan
• Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuatnya pertahanan tubuh primer (kulit tidakutuh, trauma jaringan, penurunan kerja cilia)
• Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan trakeostomi/barier fisik
• Kurang perawatan diri makan, mandi, berpakaian dan toileting b.d kelemahan

Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata (Hifema)

Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata (Hifema)
Posted: 2009-05-12 14:33:07 UTC+07:00
Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata (Hifema). Hifema adalah darah dalam bilik mata depan sebagai akibat pecahnya pembuluh darah pada iris, akar iris dan badan silia.
Tanda dan Gejala
• Mata merah
• Rasa sakit
• Mual dan muntah karena kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO).
• Penglihatan kabur
• Penurunan visus
• Infeksi konjunctiva
• Pada anak-anak sering terjadi somnolen
Patofisiologi
Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidraulis yang dapat menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi dalam beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih kembali.
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium (tes fungsi hati, prothombin, trombosit dan waktu perdarahan)
- Pemeriksaan visus
- Pemeriksaan lampu celah
- Pemeriksaaan goneoskopi (untuk mencari pembuluh darah yang rusak dan resesif sudut)
Manajemen Terapi
Sampai sekarang masih terdapat konsep yang berbeda tapi yang penting dalam penaganan hifema memberi pertolongan dan pengobatan secara cepat dan tepat sehingga dapat mencegah atau mengurangi komplikasi. Istirahat total selama 5 hari untuk melihat terjadinya hifema ulangan.
Posisi berbaring 30-45° akan menyebabkan darah berkumpul di bawah dan akan menurunkan tekanan darah sistemik sehingga mengurangi resiko hifema ulangan.
Pemberian tetes mata:

1. Xicloplegi (obat parasimpatolitik).
2. Medriatikum
3. Miotik lebih baik dihindari karena menyebabkan inflamasi
4. Tetes mata steroid untuk mengurangi rasa tidak enak akibat evitis dan untuk mencegah terjadinya hifema ulangan.
5. Pencucian bilik mata depan dianjurkan jika TIO naik lebih dari 24 jam.
6. Tindakan operatif (untuk mencegah kenaikan TIO).


Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata (Hifema)
Pengkajian
a. Subjektif

* Pasien mengatakan matanya terasa sakit (cekot-cekot)
* Pasien mengatakan penglihatannya kabur


b. Objektif

* Mata merah (palpebra, sklera, conjunctiva)
* Peningkatan TIO
* Penurunan visus
* COA (Camera Ocula Anterior) pendarahan


Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut
2. Gangguan persepsi sensori: penglihatan .
3. Cemas
4. PK : Peningkatan TIO
5. PK:Perdarahan
6. Risiko Infeksi

Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Glaukoma

Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Glaukoma
Posted: 2009-05-12 14:33:34 UTC+07:00
Suatu keadaan tekanan intra oculer / tekanan dalam bola mata cukup besar untuk menyebabkan kerusakan pupil, saraf optik dan kelainan lapang pandang. (Arif, 1999).
Klasifikasi Glaukoma
a. Glaukoma primer
Glaukoma yang terjadi dengan sendirinya pada orang yang telah memiliki bakat bawaan glaukoma yang terbagi atas;
1) Glaukoma sudut terbuka
2) Glaukoma sudut tertutup
b. Glaukoma kongenital
1) Glaukoma kongenital primer atau infantil
2) Glaukoma yang menyertai kelainan-kelainan kongenital
c. Glaukoma sekunder
Glaukoma yang diakibatkan atau berhubungan dengan penyakit lain baik yang masih ada maupun yang terjadi sebelumnya.
d. Glaukoma absolut
Merupakan keadaan terakhir dari semua glaukoma, dimana ketajaman penglihatan nol.
Gejala dan Tanda Klinis
a. Primary Glaucoma/Glaukoma primer
1. Primary Open Angle Glaucoma/Glaukoma primer sudut terbuka
Ada kecenderungan familiar yang kuat disini dan hubungan keluarga yang dekat dengan orang yang pernah sakit POAG harus dicurigai dan dilakukan screening secara teratur. Sifatnya kronis dan tenang matanya.
Gejala:
• Tidak bergejala (tidak terasa) kadang keluhan Os hanya rasa tidak enak pada matanya
• Pegel pada mata
• Lapang pandang sempit
• Riwayat keluarga
Tanda :
• Mata tenang
• Papil saraf optik atrofi
• Kelainan lapang pandang/skotoma
• TIO lebih dari 21 mmHg (TIO meningkat)
• Visus naik turun (kadang kabur kadang tidak)
2. Normal/Low Pressure Glaucoma
Patogenesis: sensitivitas yang abnormal terhadap TIO (biasanya TIO kurang dari 22 mmHg) karena abnormalitas vaskular/mekanik pada optik nerve head. Disk yang hemoragik lebh sering pada ini daripada POAG dan sering dapat pula menyebabkan progesi kehilangan lapang pandang.
3. Sudut Tertutup
Gejala:
• Pegal sampai sakit kepala
• Mual, muntah, visus turun sampai mata merah
• Palpebra spasme (mata sipit)
• Konjungtiva hiperemi
• Kornea odem - keruh - lihat pelangi
• Bilik depan dangkal - karena irisnya menempel di trabekula
• Pupil luas - m. sphinter pupilae lumpuh oleh karena tekanan yang tinggi.
• Lensa terdapat bercak-bercak putih
• Papil tidak jelas (oedem, pucat)
• TIO lebih dari 21 mmHG, biasanya 40 mmHG
b. Secondary Glaucoma / Glaukoma sekunder
Ada penyakit lain yang mendasarinya/disebabkan karena penyakit lain. Bisa akut/kronis.
1. Glaukoma sekunder sudut terbuka
Bisa disebabkan oleh:
• Uveitis - banyak sel radang - trabekulanya buntu - TIO - glaukoma
• Lensa hipermatur (salah satu bentuk katarak) - uveitis - glaukoma
• Steroid - terjadi konjungtivitis sternalis (alergi - banyak sel radang - dapat merusak trabekulum)
• Trauma - merusak SIK - TIO - glaukoma
2. Glaukoma sekunder sudut tertutup
Bisa disebabkan oleh:
• Uveitis
• Lensa maju/membesar
• Tumor intraokuli
• Neovaskularisasi sudut
Keempat hal di atas menyebabkan timbulnya gejala yang sama dengan glaukoma sudut terbuka.
c. Glaukoma Kongenital
• Sejak lahir
• Takut sinar/silau
• Rasa tidak enak di mata
• Bola mata besar
• Kornea keruh
• TIO lebih dari 21 mmHG
• Karena kongenital seringnya bilateral
Patofisiologi
Meningkatnya tekanan intra oculer disebabkan oleh retensi cairan aquos. Proses dari produksi dan distribusi cairan tersebut terjadi terus menerus dan berfungsi untuk memelihara tekanan intra oculer tetap dan keadaan normal. Pada suatu kerusakan dimana proses pengeluaran cairan timbul secara berlebihan dapat meningkatkan TIO. Pada umumnya peningkatan tekanan intra oculer disebabkan oleh ischemia di daerah syaraf mata dan terjadi microsirkulasi pada salurannya. Ciri yang khas adalah terjadinya cupping pada dikus optiakus dan dapat menimbulkan kerusakan penglihatan antara lain penurunan lapang pandang (DepKes RI Bandung, 1993).
Pemeriksaan Penunjang
a. Pengukuran dengan Tonometri schiotz menunjukkan peningkatan tekanan
b. Perimetri : pemeriksaan lapang pandang
c. Genioskopi : untuk melihat SIK
d. Oftalmoskopi
e. Visus
f. Darah lengkap
Manajemen Terapi

* Pada prinsipnya terapi glaukoma ada 2 macam yaitu medikamentosa dan operatif. Untuk yang kongenital, harus operatif walaupun masih neonatus (misal 10 hari) obat-obatan hanya untuk sementara.
* Tujuan terapi adalah menurunkan TIO.


Medikamentosa
Tekanan intraokuler harus diturunkan dengan secepatnya dengan memberikan asetanolamid 500 mg dilanjutkan dengan 3 x 500 mg, solusio gliserin 50% 4x 100-150 ml dalam air jeruk, penghambat beta adrenergik 0,25 – 0,5% 2 x 1 dan KCl x 0,5 g. Diberikan pula tetes mata kortikosteroid dan antibiotik untuk mengurangi reaksi implamasi. Untuk bentuk primer, diberikan tetes mata pilokarpin 2% tiap ½ - 1 jam pada mata yang mendapat serangan dan 3x1 tetes pada mata disebelahnya. Bila perlu berikan analgetik dan antiemetik.
Operasi
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan matanya. Bila TIO tetap tidak turun segera dilakukan operasi. Sebelumnya diberikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Bila jelas menurun operasi ditunda sampai mata lebih tenang dengan tetap mematau TIO. Jenis operasi iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan genioskopi setelah pengobatan medikamentosa. Selain pencegahan juga dilakukan iridektomi pada sebelahnya.
Harus dicari penyebabnya pada bentuk sekunder dan diobati yang sesuai. Dilakukan operasi hanya bila perlu dan jenisnya tergantung penyebab. Misalnya pada hifema dilakukan parasentesis pada kelainan lensa dan pada uveitis dilakukan iridektomi atau operasi iridektomi.
Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Glaukoma
1. Pengkajian
Data Subyektif
• Pasien mengeluh sakit kepala
• Pasien mengeluh mual muntah
• Pasien melihat lingkaran seperti pelangi
• Pasien mengatakan nyeri sekitar mata
Data Obyektif:
• Mata merah, bengkak
• Visus/ketajaman penglihatan menurun
• Pada pemeriksaan dengan lampu senter:

1. Terlihat kornea sembab
2. Reaksi pupil hilang atau lambat
3. Kadang pupil midriasis
4. Kedua bilik mata nampak dangkal pada bentuk primer
5. Pada bentuk sekunder dijumpai penyakit penyebabnya
6. Pada perabaan, bola mata teraba lebih keras


Diagnosa Keperawatan
Pre Operatif

* PK: Peningkatan TIO
* Nyeri akut b.d agen injury mekanik
* Gangguan persepsi sensori: penglihatan b.d perubahan persepsi sensori
* Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, pengobatan/penatalaksaan dirumah b. d kurangnya paparan informasi

Post operatif

* Nyeri akut b.d agen injury fisik
* Risiko jatuh b.d kesulitan penglihatan
* Risiko infeksi b.d prosedur invasif, terputusnya kontuinitas jaringan