tag:blogger.com,1999:blog-33942149103223804832024-03-13T19:32:44.565-07:00PHENA OF PHICEPetrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.comBlogger101125tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-26519745203026086702010-09-15T00:02:00.000-07:002010-09-15T00:08:55.171-07:00Mencari Strategi Baru Gerakan Mahasiswa Ditengah Otonomi Daerah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_S0Ik_VV6GJY/TJBw1q1DfuI/AAAAAAAAACk/FMgm_63-RIQ/s1600/IMG_0961.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_S0Ik_VV6GJY/TJBw1q1DfuI/AAAAAAAAACk/FMgm_63-RIQ/s320/IMG_0961.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5517033610861051618" /></a><br /><br /><br />Gerakan mahasiswa (GERMA) satu dasawarsa ini, mengalamai banyak penurunan, bukan karena rezim otoriter (fasis) yang berkuasa, tetapi justru saat demokrasi mulai di tegakkan dan di aplikasikan di negeri ini, dirasakan sangat “miris” dimana aktifis GERMA dahulu sering dikejar-kejar oleh aparat orde baru pada saat itu gerakan mahasiswa sunguh “heroik” dan masif walaupun banyak yang melalui jalur “bawah tanah” (non formal), tapi kini, saat demokarsi mulai diraih, gerakan mahasiswa tenggelam seiring dengan ketidak jelasan pembelaan mahasiswa terhadap masyarakat yang termarjinalkan.<br /><br />Mantan Ketua MPR Amien Rais yang pernah menjadi ikon gerakan Reformasi 1998, dalam seminar mahasiswa akhir 2005, menilai, gerakan mahasiswa pascakejatuhan Soeharto telah berubah. Gerakan mahasiswa yang dulu bersemangat, kini seperti ”mati suri”. Aksi demonstrasi yang dilakukan untuk kepentingan rakyat tak banyak digelar, dan mahasiswa lebih banyak dibelenggu kemewahan hidup akibat kapitalisme.<br /><br />Bahkan Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI), Imam Prasodjo, berpendapat ada kecenderungan kualitas gerakan mahasiswa mengalami penurunan karena aksi-aksi mereka lebih menonjolkan kekerasan . Hal tersebut karena mahasiswa tidak memiliki lagi Common Isue, Isu bersama yang dapat menyatukan gerakan mereka dan menerjemahkan dalam gerakan praksis, paremasalahan tersebut dalam internal gerakan mahasiswa mempengaruhi model gerakan mahasiswa yang seharusnya cepat responsif dan non formal, menjadi sangat formalistik dimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan hanya formalitas monoton, seperti diskusi-diskusi dan aksi-aksi yang sifatnya reaktif.<br /><br />Melihat Posisi dan Peran Mahasiswa Dalam Masyarakat<br />Posisi Mahasiswa dalam masyarakat selama ini sering di identikkan dalam masyarakat sebagai Agent Of Change (agen perubahan), dimana mahasiswa sebagai golongan yang memliki kesempatan mendapatkan mendapatkan pendidikan lebih tinggi dari masyarakat pada umumnya, menjadi angen terdepan untuk mencerdaskan dan membela masyarakat.<br />Mengapa posisi mahasiswa dalam masyarakat dapat menjadi saat penting dalam masyarakat?, hal ini dapat dilihat dapam posisi mahasiswa dalam teori strukturalisme dimana didalam negara terdapat struktur-struktur yang menyusunya didalamnya adalah : Negara, Pemilik Modal dan Masyarakat:<br /><br /> <br /><br />Dalam Setruktur tersebut pelaku negara yaitu pemerintah akan rentan untuk memihak kepada Pemilik modal, karena modal (Uang) dikuasai oleh pemilik modal yang dapat membeli kebijakan dari pemerintah, agar dapat menguntungkan pemilik modal, hal tersebut dapat kita lihat dari fenomena penggusuran pasar tradisional dan diganti oleh pusat-pusat perbelanjaan moderen dan upah buruh yang sangat minimum dibandingkan dengan keuntungan yang di dapat oleh pemilik perusahaan.<br /><br />Posisi struktur negara tersebut yang di gunakan oleh kaum Marxsis, untuk Mencari jalan kemakmuran Rakyat (Masyarakat) dengan cara menguasai alat industri yang dimiliki pemodal dan menjadikannya kepemilikian bersama untuk membentuk kediktatoran prolentariat, cita-cita tersebut coba di tafsirkan dan di Impelemtasikan oleh Lenin dengan cara merebut pemerintahan dengan membentuk partai, yang dikenal dengan partai bolesevik (partai komunis), setelah pemerintah dikuasai dan dijadikan pemerintahan komunis dan menguasai seluruh alat produksi yang dimiliki pemilik modal, maka setelah itu kekuasaan diserahkan oleh kaum proletar (rakyat) untuk membentuk kediktatoran prolentariat, namun hingga kini hal tersebut tidak pernah terbentuk, di picu dengan gagalanya negara Unisoviet.<br /><br />Dan sekarang Ideologi yang dominan di dunia adalah ideologi Kapitalis dengan berbasiskan pada demokrasi liberal, demokrasi liberal sesungguhnya bukan merupakan jawaban yang tepat untuk mensejah terakan masyarakat karena, tidak akan mungkin sejajarnya posisi masyarakat dan pemilik modal beserta ekaum elit politik (pemerintah), hal inilah yang menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial yang semakin melebar.<br /><br />Oleh dikarenakan hal tersebut muncullah gagasan tentang jalan tengah (threed Way) yang oleh Anthoni Gidens, di terjemahkan dengan gagasan kaum menengah (kaum Intelektual) yang harus dapat meneyeimbangkan posisi dari pemilik modal, parat pemerintahan dan Mayarakat :<br /><br /> <br /><br />Posisi kaum intelektual inilah yang harus di mengerti oleh mahasiswa sekarang ini, dimana kaum mahasiswalah yang paling mungkin memainkan perannya untuk membela mesyarakat dikarenakan, mahasiswa adalah kelas yang terselubung tidak berkepentingan langsung terhadap pemerintah maupun pemilik modal.<br /><br />Gerakan mahasiswa sebagai kaum intelektual juga memiliki kelemahan yang mendasar dimana mahasiswa dapat di interpretasikan sebagai “borjuis kecil” dimana pada ahirnya Mahasiswa akan menjadi borjuis, saat seorang mahasiswa meningalakan setatusnya sebagai mahasiswa, dimana setelah ia lulus maka akan bergabung di kelas sosial yang lebih tinggi (yaitu pemilik modal atau Birokrasi Pemerintah).<br /><br />Berkaca pada hal tersebut setidaknya mahasiswa semenjak dini harus mempunyai pemahaman bahwa, sebagai kaum intelektual harus mempertahankan posisinya untuk membela masyarakat agar mendapatkan keseimbangan hak, tidak lantas menghianati posisinya kemudian berselingkuh dengan pemerintah dan pemilik modal, yang oleh Julien Benda dan Antonio Gramsci disebut penghianatan kaum intelektual. <br /><br />Hal tersebut menjadi konsekuensi logis bahkan prakmatis bagi kaum intelektual, dikarenakan jika kaum intelektual berselingkuh dengan pemerintah dan pemilik modal, maka rakyat tidak terlindungi dan pada ahirnya akan terjadi gejolak sosial dimana kaum intelektual sebagai kelas menengah juga akan menjadi korban dalam gejolak tersebut, karena akan dianggap sebagai penindas oleh masyarakat.<br /><br />Masuknya Arus Demokrasi<br />Arus demokrasi di Indonesia telah menghantarkan reformasi di tahun 1998, setelah gegap gempita perubahan arus politik otoriter menjadi demokrasi, mahasiswa kehilangan arahnya, tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah pintu demokrasi terbuka, ada beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut diantaranya adalah :<br />• Mahasiswa tidak memiliki lagi Common Issue<br />• Kesulitan dalam menerjemahkan paraksis gerakan<br />• Dibelenggu kemewahan hidup akibat kapitalisme<br />• Terjebak dalam Gerakan Yang Bersifat Formal<br /><br />Hal tersebut berdampak pada GERMA baik secara Kualitatif dan kunatitatif, baik di tingkatan reproduksi isu maupun kualitas kader dan ketertarikan Mahasiswa sendiri untuk bergabung dengan GERMA, beberapa hal yang menyebabkan GERMA menurun adalah sebagai berikut :<br />• GERMA menjadi sangat formalistik dimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan hanya formalitas monoton, seperti diskusi-diskusi dan aksi-aksi yang sifatnya reaktif <br />• Aksi yang dilakukan lebih menonjolkan kekerasan<br />• Bayak yang masuk ke ranah politik praktis<br />• Masyarakat menjadi apatis dengan gerakan mahasiwa<br /><br />Perlunya Memahami Arus politik Demokrasi<br />Arus politik orde baru dan periode reformasi sangat berbeda, inlah yang harus benar benar dipahami oleh GERMA dimana perlu adanya pemetaan isu dab strategi baru yang harus dekembangakan, dikarenakan gerakan mahasiswa pasti akan terkonsolidasi dengan baik saat pemerintahan otoriter tersebut berkuasa dikarenakan adanya persamaan kepentingan dan isu bersama Common Issue, hal ini tidak mungkin lagi terjadi di era reformasi dengan asuknya arus demokrasi, akan tetapi dengan masuknya arus demokarasi tersebut tidak secara otomatis akan mensejahterakan masyarakat dan menimbulkan keadilan sosial hal tersebut dikarenkan adanya beberapa kelemahan demokrasi hal tersebut dikemukakan oleh Schmitter dan Terry Lynn Karl (1993) dengan mengambil kesimpulan sebagai berikut :<br />• Demokrasi tidak dengan sendirinya lebih efisien secara ekonomis ketimbang bentuk-bentuk pemerintahan lainnya.<br />• Demokrasi tidak secara otomatis lebih efisien secara administratif.<br />• Demokrasi tidak mampu menunjukkan situasi yang lebih tertata rapi, penuh konsensus, stabil, atau dapat memerintah ketimbang sistem otokrasi yang mereka jungkalkan.<br />• Demokrasi memang memungkinkan masyarakat dan kehidupan politik lebih terbuka ketimbang otokrasi yang disingkirkannya, tetapi tidak dengan sendirinya menjadikan ekonomi lebih terbuka. <br /><br />Dengan beberapa kelamahan tersebut jangan berharab banayak dengan sistem demokrasi tanpa penguatan basik pengetahuan dan pendidikan masyarakat, karena tanpa masyarakat sadar untuk berpartisipasi aktif dalam demokrasi maka demokrasi hanya akan dimiliki oleh pemilik modal dan kaum elit politik, maka sekarang banayak masyarakat yang merindukan pemerintahan ordebaru yang stabil dan memberikan arah yang pasti walaupun kebebasan masyarakat dibatasi.<br /><br />Perumusan Setrategi Gerakan Di Era Otonomi Daerah<br /><br />Pemberian wewenang yang luas kepada daerah sangat berdampak pada sistem politik di indonesia dimana proses kebijakan pemerintah menjadi sangat kedaerahan tidak di monopoli secara penuh oleh pemerintah pusat, untuk itu gerakan yang harus dirumuskan oleh GERMA haruslah lebih teliti dan dapat merambah isu-isu lokal, dikarenakan bisa di ibaratkan raja dari sistem pemerintahan di Era Otonomi Daerah bukan lagi ada di tangan presiden tetapi ada di Tingkatan lokal yaitu Bupati dan Walikota. Hal ini dapat di lihat dalam pembagian kekuasaan di tingkat pusat dan daerah. Dimana yang <br /><br />menjadi urusan pemerintah pusat adalah :<br />• politik luar negeri;<br />• pertahanan;<br />• keamanan;<br />• yustisi;<br />• moneter dan fiskal nasional; dan<br />• agama.<br /><br />Sedangkan yang menjadi Tugas Pemerintah Daerah adalah :<br />• melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;<br />• meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;<br />• mengembangkan kehidupan demokrasi;<br />• mewujudkan keadilan dan pemerataan;<br />• meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;<br />• menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;<br />• menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;<br />• mengembangkan sistem jaminan sosial;<br />• menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;<br />• mengembangkan sumber daya produktif di daerah;<br />• melestarikan lingkungan hidup;<br />• mengelola administrasi kependudukan;<br />• melestarikan nilai sosial budaya;<br />• Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan<br />• kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.<br /><br />Hal inilah yang harus diperhatikan GERMA dalam merumuskan gerakannya, dimana germa selama ini hanya berfokus pada isu-isu pemerintah pusat tanpa memperhatikan bahawa kekuasaan dominan sekarang ada di daerah, maka isu-isu dan gerakan yang dilakuakan tidak pernah dirasakan oleh masyarakat secara nyata dan hanya bersifat politis. Maka perlu sekiranya dilakuakan pembentukan laboratorium isu bagi GERMA untuk dapat merumuskan strategi gerakan ditingkatan lokal yang bersinggungan langsung dengan kebutuihan masyarakat secara nyata.<br /><br />Bagaimana Bergerak Di Daerah<br /><br />Mengapa kita harus bergerak di daerah ?, hal inilah yang menjadi isu sentral yang harus di pikirkan oleh GERMA, dikarenakan di era Demokrasi tanpa penguatan Masyarakat secara politik dan ekonomi maka esensi demokrasi tersebut akan gagal, jika Mahasiswa hanya bergerak dan berfokus pada isu-isu nasional yang mengandalakan perubahan strategi kebijakan dan politi pemerintahan, maka gerakan tersebut akan karikatif dimana tanpa adanya masyarakat yang cerdas maka sebagus apapun sistem tersebut masyarakat tetap kana tertindas, hal ini dapat dilihat dari gerakan mahasiswa yang berfokus pada penurunan harga BBM pada saat BBM dinaikkan, hal tersebut tidak akan berdampak siknifikan karena masyarakat hanya dijadikan obyek, bukan subyek pelaku perubahan.<br /><br />Walaupun dalam bergerak GERMA juga tetap harus juga mengawal isu di tingkatan nasional, GERMA perlu pemfokusan gerakan untuk menjadikan masyarakat sebagai subyek perubahan, dengan cara mencerdaskan masyarakat di lini bawah, dimana hal tersebut hanya dapat dilakukan secara masif di tingkatan daerah, dimana semua keputusan tentang pembangunan infra struktur dan penguatan pendidikan dan sosial berada di tingkatan pemerintah daerah.<br /><br />Yang menjadi titik fokus perjuangan GERMA di tingkatan daerah adalah bagaimana masyarakat dapat dilibatkan dalam pengambilan kebijakan oleh pemerintah daerah baik di lini Provinsi sampai tingkat desa, dikarenakan hal tersebut yang menjadi titik kegagalan demokrasi perwakilan dimana yang menjadi isu dasar adalah :<br />• Tanggungjawab (responsibility), yakni sejauh mana para pemegang kuasa betul-betul melaksanakan tanggungjawab politiknya sesuai dengan aspirasi warga negara;<br />• Kesetaraan (equality), yakni sejauh mana tiap warganegara memiliki kesempatan yang sama untuk secara bersama ikut memutuskan suatu kebijakan; di dalam masyarakat modern, ketimpangan sosial ekonomi yang ada telah menghalangi terwujudnya kesetaraan kesempatan dan ikut serta memutuskan kebijakan;<br />• Kemandirian politik warganegara (political autonomy), yakni sejauh mana warganegara betul-betul mampu hidup mandiri dengan keputusan-keputusan politik yang telah ikut disusunnya. <br /><br />Gerakan GERMA sekarang harus mulai memfokuskan pada penguatan dan pendidikan ti tingkatan masyarakat bawah agar masyarakat dapat dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan mengerti akan hak-haknya dalam negara demokrasi sehingga masyarakat dapat berperan aktif untuk membangun negara di era demokrasi, tidak hanya bersifat pasif seperti di era orde baru.<br /><br />Disini perlu perubahan paradigma dari demokrasi perwakilan yang liberal menjadi demokrasi deliberatif dimana mengutamakan penggunaan tata cara pengambilan keputusan yang menekankan musyawarah dan penggalian masalah melalui dialog dan tukar pengalaman di antara para pihak dan warganegara. Tujuannya untuk mencapai musyawarah dan mufakat berdasarkan hasil-hasil diskusi dengan mempertimbangkan berbagai kriteria. Keterlibatan warga (citizen engagement) merupakan inti dari demokrasi deliberatif. <br /><br />Kemampuan Yang Harus Dikembangkan<br />Dalam ranah pembangunan kesadaran politik masyarakat untuk memperjuangkan haknya perlu sekiranga GERMA mengembangakan beberapa Kemampuan yang menunjang kapasitasnya untuk melakukan pendidikan politik tersebut, yang berguna uintuk mengawal bagaimana pemerintah dapat melibatkan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusannya, Kemampuan tersebut diantaranya dalah:<br />• Kemampuan Penelitian untuk merumuskan gerakan yang rasional<br />• Kemampuan advokasi masyarakat baik dibidang litigasi maupun non litigasi<br />• Kemampuan advokasi Kebijakan Publik<br />• Kemampuan advokasi Pembentukan Peraturan<br />• Kemampuan advokasi Pembentukan Anggaran<br />• Kemampuan advokasi Penyelengaraan Pelayanan Publik<br /><br />Sekiranya dengan beberapa pengembangan beberapa kemampun tersebut GERMA dapat lebih mudah dalam bergerak dalam advokasi di tingkatan pemerintah daerah.<br /><br />Semoga bermanfaat,......Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-63501536670070857592010-09-14T23:58:00.000-07:002010-09-15T00:01:44.681-07:00Format Gerakan Mahsiswa di Era Reformasi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_S0Ik_VV6GJY/TJBvTvIST3I/AAAAAAAAACc/klixglt8djE/s1600/IMG_0956.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 240px; height: 320px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_S0Ik_VV6GJY/TJBvTvIST3I/AAAAAAAAACc/klixglt8djE/s320/IMG_0956.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5517031928388276082" /></a><br /><br /><br /><br />Harus kita akui keberhasilan menumbangkan Orde Baru merupakan prestasi mahasiswa Indonesia yang paling signifikan yang memberikan dampak besar terhadap perubahan di masa depan. Lahirnya orde reformasi yang menggantikan orde baru paling tidak harus dipahami sebagai masa transisi yang meniscayakan kekaburan dan ketidakjelasan arah. Realitas sosial yang terjadi hari ini menampakkan benih-benih pesimisme dan sekaligus optimisme terhadap terjadinya perbaikan bangsa di masa depan<br /><br />Harus kita akui keberhasilan menumbangkan Orde Baru merupakan prestasi mahasiswa Indonesia yang paling signifikan yang memberikan dampak besar terhadap perubahan di masa depan. Lahirnya orde reformasi yang menggantikan orde baru paling tidak harus dipahami sebagai masa transisi yang meniscayakan kekaburan dan ketidakjelasan arah. Realitas sosial yang terjadi hari ini menampakkan benih-benih pesimisme dan sekaligus optimisme terhadap terjadinya perbaikan bangsa di masa depan. Kita pesimis karena ekspektasi reformasi akan dijalankan secara benar tapi yang dirasakan sungguh di luar kalkulasi yang sewajarnya. Banyak contoh yang bisa memperkuat argumen ini, seperti masih terjadinya KKN, belum dijalankannya hukum secara jujur, konflik masih terus terjadi di beberapa daerah dan lain sebagainya. Bukan hanya fenomena yang tampak secara fisik tapi juga non fisik bersifat invisible dalam lokus lain di luar kesadaran belum memuaskan kita yang saat ini masih stagnan bahkan lebih buruk. Tapi yang membuat kita optimis adalah kenyataan bahwa masih ada spirit dan energi yang tersisa untuk terus meneriakkan suara-suara moral yang penuh vitalitas untuk terus memperbaharui tatanan sosial bangsa ini. Karena sudah menjadi sunnatullah sebuah bangsa yang tidak mampu mereformasi diri pasti akan mengalami kehancuran. Tugas yang besar itu akan dibebankan kepada pundak mahasiswa<br /><br />Sebenarnya tugas tersebut bukan suatu hal yang istimewa karena memang fungsi mahasiswa sebagai agen pembaharuan dan sebagai kekuatan kontrol yang inheren dan given dalam dirinya sendiri didasari oleh nilai idealismenya. Dengan kata lain mahasiswa sebagai komunitas intelektual muda sadar dalam dirinya sebagai kekuatan determinan golongan pemuda yang mengemban mission sacree bagi masyarakatnya. Ia seperti digambarkan oleh Arnold Toynbe sebagai creative minority yaitu kekuatan kecil yang penuh kreativitas yang bersifat minority propethic (Jack New Field) yang bertindak bak seorang nabi untuk merubah sejarah. Karena itu tak bisa ditampik efek gerakan mahasiswa sebagai moral force pasti akan bersinggungan dengan political change. Konsekuensinya gerakan mahasiswa sering kali dituduh berpolitik praktis. Dalam konteks ini gerakan mahasiswa sering kali dituduh sebagai kuda tunggangan pihak lain yang membawa agenda tersembunyi (hidden agenda). Dalam konteks lain gerakan mahasiswa dipersepsikan melakukan anarkhisme dan penyebab instabilitas seperti politik kekerasan (political violence), politik penghancuran (political destruction) yang penuh dengan egoisme kelompoknya saja. Tuduhan-tuduhan seperti itu tidak boleh melemahkan kekuatan gerakan mahasiswa dalam mengawal reformasi. Singkatnya gerakan mahasiswa harus merupakan refleksi utuh realitas sosial yang melingkupi bangsanya.<br /><br />Untuk menilai apakah gerakan mahasiswa tersebut masih murni dalam memperjuangkan nilai-nilai kebenaran atau telah ditunggangi oleh suatu kepentingan tertentu (hidden agenda) sangat sulit, tetapi yang harus menjadi ukuran adalah komitmennya pada nilai idealisme yang autentik artinya tidak ada differensiasi antara kata dan perbuatan. Dan yang menjadi sumber inspirasinya adalah kepentingan dan kebutuhan rakyat.<br /><br />Keberhasilan menumbangkan rezim orde baru tidak terlepas dari format gerakan mahasiswa yang dijalankan pada saat itu. Yang saya amati faktor-faktor yang mendukung keberhasilan gerakan mahasiswa antara lain : Pertama, adanya soliditas dan solidaritas di antara semua elemen gerakan. Fragmentasi dan polarisasi gerakan yang disebabkan oleh pebedaan visi dan misi ideologis tidak tampak walaupun tiap-tiap elemen gerakan membawa warna bendera sendiri-sendiri. Kedua, adanya musuh bersama (common Enemy) yaitu orde baru dan Soeharto yang menjadi sasaran bersama. Walaupun hal ini besifat jangka pendek tetapi sangat penting untuk membangun aliansi bersama. Ketiga, pemerintah sedang dilanda krisis ekonomi sehingga rakyat merasakan penderitaan akibatnya mobilisasi massa gampang dilakukan karena isu-isu yang introdusir kehadapan publik sangat menyentuh persoalan-persoalan elementer yang sedang dirasakan rakyat. Karena itu dukungan rakyat terhadap perjuangan mahasiswa sangat signifikan.<br /><br />Memasuki era reformasi dirasakan gerakan mahasiswa mulai melemah dari sisi kualitas maupun kuantitas gerakan. Dari segi kuantitas gerakan melalui mobilisasi massa misalnya sudah sangat berkurang, begitupun kualitas wacana yang diitrodusir banyak tidak subtansial dan tidak menyentuh kebutuhan dasar rakyat. Gejala ini bila tidak dicarikan formula gerakan yang baru maka kekuatan gerakan mahasiswa akan tidak diperhitungkan dikemudian hari. Salah satu aspek yang harus menjadi perhatian adalah sejauh mana efektivitas gerakan mahasiswa saat ini dalam mengawal agenda reformasi. Ukuran efektif dan tidaknya bisa terdeteksi misalnya sejauhmana isu yang dikembangkan menjadi wacana umum dan mempengaruhi decision pemerintah. Dan sejauh mana wacana-wacana strategis mampu dielaborasi dengan baik. Misalnya pemberantasan tindakan-tindakan yang bernuansa KKN atau respon mahasiswa terhadap amandemen undang-undang dasar. Wacana-wacana yang strategis seperti itu tidak banyak diperjuangkan secara konsisten oleh berbagai elemen gerakan mahasiswa. Yang lebih ironis banyak gerakan mahasiswa yang terjebak dalam isu-isu elitis seperti dukung-mendukung terhadap elit poltik.<br /><br />Arah gerakan mahasiswa adalah terbangunnya suatu gerakan sosial yang masif yang merubah aspek-aspek kultural dan struktural masyarakat. Gerakan sosial dapat dilihat, antara lain sebagai tanggapan terhadap adanya perasaan ketidakadilan yang muncul karena pandangan ideologis tertentu yang memberi dasar bagi suatu mobilisasi gerakan. Sifat partisan dan mobilisasi melibatkan komitmen pada gagasan dan cita-cita dari gerakan dan program-program. Arah gerakan sosial pada umumnya akan mengikuti dua pola yang berbeda, yaitu: pertama gerakan sosial antagonistik yang ditranfomasikan ke dalam kekuatan politik dan perubahan yang terintitusionalisasi dan kedua, gerakan sosial yang mengalami transformasi menjadi political rupture ketika mekanisme intitusionalisasi konflik sosial terhenti, (Touraine, 1985). Perubahan pada tataran kultural biasanya berlangsung dalam durasi waktu yang lama dan bersifat lunak. Karena itu pola gerakan yang harus dikembangkan harus bersifat ideologis dan paradigmatis yang menyentuh sistem kesadaran masyarakat. Sedangkan perubahan struktural harus terencana secara sistematis dan kontinyu yang harus melibatkan partisipasi publik secara luas. Kebutuhan perubahan pada masa transisi dan reformasi ini harus memenuhi dua hal tersebut.<br /><br />Gerakan mahasiswa sebagai elemen yang mendesakkan perubahan harus mencari model gerakan baru pada masa reformasi ini. Pemahaman gerakan mahasiswa selama ini identik dengan kekuatan mobilisasi massa. Hal tersebut tidak salah tetapi perlu diperkuat oleh kemampuan mendeskripsikan realitas sosial yang sedang berlangsung. Karena itu penguasaan teoritis terhadap berbagai disiplin ilmu masing-masing sangat dibutuhkan. Anjuran untuk kembali mengaktifkan kelompok-kelompok diskusi (limited Group) adalah benar dan harus menjadi aktivitas gerakan. Minimnya wacana-wacana strategis yang dilesatkan saat ini karena diduga mahasiswa tidak banyak menguasai persoalan akibat dari kurangnya aktivitas membaca, menulis dan berdebat. Tradisi intlektual mahasiswa harus dihidupkan kembali. Tradisi intelektual akan semakin mempertajam kemampuan menalar sehingga akan semakin meningkatkan efektivitas gerakan. Gerakan akan semakin tercerahkan dan tidak mudah kehilangan isu. Reproduksi wacana akan semakin tinggi beriringan dengan dialektika intelektual yang semakin intensif.<br /><br />Revitalisasi dan reaktualisasi gerakan mahasiswa harus selalu menjadi prioritas sehingga gerakan mahasiswa tidak kehilangan daya adaptifnya dalam lokus sosial yang sedang berlangsung. Seiring dengan perubahan-perubahan mendasar bagi bangsa gerakan mahasiswa tidak boleh ketinggalan momentum perubahan. Psikologi adaptif harus dimiliki gerakan mahasiswa karena yang menjadi motor perubahan adalah mahasiswa yang tanpa terbebani target kepentingan jangka pendek. Justeru yang perlu terus dijaga dan dirawat adalah komitmen pada idealisme yang bersumber pada hati nurani rakyat dan bangsa. Energi moral mahasiswa tidak akan pernah habis manakala ada kesadaran dan ikhtiar untuk terus melakukan koreksi terhadap berbagai penyimpangan.<br /><br />Go ahead Mahasiswa Indonesia.Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-7878226867684323902010-09-14T23:51:00.000-07:002010-09-14T23:57:01.511-07:00Ketika Gerakan Mahasiswa terjebak UUD<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_S0Ik_VV6GJY/TJBuL_PmvqI/AAAAAAAAACU/JOq57rARBkA/s1600/IMG_0921.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_S0Ik_VV6GJY/TJBuL_PmvqI/AAAAAAAAACU/JOq57rARBkA/s320/IMG_0921.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5517030695763361442" /></a><br /><br />Historiografi Indonesia sejak abad 20 telah menempatkan mahasiswa sebagai golongan terhormat dalam sejarah bangsa, karena bagaimanapun mahasiswa adalah generasi-generasi yang turut aktif dalam perheletan pembangunan bangsa. Hal ini dapat dilihat dari berbagai bukti yang menunjukan bahwa pelopor kemerdekaan sebagian datang dari kalangan mahasiswa diantaranya Ir.Soekarno yang pernah mengenyam pendidikan di Technisce Hoogeschool (THS) di Bandung. Soekarno dan kawan-kawan begitu gigih memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia, begitupun tahun 66 mahasiswapun menjalankan peran yang amat besar dalam meruntuhkan pemrintahan Orde Lama yang dipimpin presiden Soekarno dan membumikan isu otiratian state dengan icon tritura. Tahun 74 pergerakan mahasiswa popular dengan peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) dengan mengusung isu Normalisasi Kehidupan Kampus(NKK)/Badan Koordinasi Kampus(BKK) dan perjuangan menuntut otonomisasi Negara dari intevensi asing, angkatan 78 memperjuangkan terciptanya demokrasi, tansparansi, akuntabilitasi serta pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dengan icon menolak Soeharto sebagai calon presiden, dan tahun 1998 adalah peristiwa 66 yang kembali terjadi, mahasiswa adalah penggerak aksi masa menuntut turunnya Presiden Soeharto dan digantinya Orde Baru menjadi Reformasi, begitulah peranan penting mahasiswa yang setiap zaman memiliki tantangan dan karakteristik yang berbeda.<br />Di era reformasi ini nampaknya ruh-ruh pergerakan mahasiswa tidak sehebat pra repormasi, <br />Slogan moral force mulai tergantikan oleh slogan cinta, kerja,kaya, itu artinya sebagian besar mahasiswa saat ini lebih mementingkan kepentingan studi mereka dengan orientasi bekerja dan setelah itu berkeluarga, bahkan tak sedikit dari mereka yang tak peduli dengan perkembangan dan nasib politik bangsa dan cenderung untuk apatis, mereka menganggap politik dan Negara bukan urusan mahasiswa, Negara adalah urusan staekholder yang saat ini sedang bertahta, padahal jika kita meninjau sejarah mahasiswa dunia, maka yang akan ditemui adalah pergerakan mahasiswa yang dibentengi idealisme dan kesolidan yang akhirnya dapat meruntuhkan tirani, diantaranya pergerakan mahasiswa Kuba (26 Juli 1957) mampu menggulingkan dictator Batista, mahasiswa Spanyol berhasil menjatuhkan kekuasaan dictator Primo Rivera dan jendral de Franco dan begitupun di Indonesia.<br /> Pemuda dunia memainkan peranan penting dalam kehidupan ini dan sesuatu yang tak dapat dielakan. Di tangan generasi muda itu terletak tujuan berjuta-juta rakyat di dunia. Generasi muda harus menggarap tantangan dunia modern (Tom Mboya). Dalam konteks keindonesiaan pun mahasiswa sebagai generasi muda yang memiliki peranan sebagai agent of change harus mau peduli dengan keadaan bangsa kita yang kian hari kehilangan jati diri. Pergerakan mahasiswa yang punya idealisme kokoh dan tak tergoda akal bulus para pelaksana politik praktis merupakan alat control sosial yang ampuh, karena mahasiswa punya movement point dan punya hak untuk mengkritisi dan mengawasi pelaksanaan kebijakan politik..<br /><br /> Nasib Gerakan Mahasiswa saat ini…<br /><br /> mahasiswa merupakan golongan masyarakat yang mendapatkan pendidikan tertinggi, dan punya perspektif luas untuk bergerak diseluruh aspek kehidupan dan merupakan generasi yang bersinggungan langsung dengan kehidupan akademis dan politik, oleh sebab itu adanya miniature state dikalangan mahasiswa merupakan proses pembelajaran politik untuk mahasiswa walaupun pada akhirnya dalam tataran politik praktis, gerakan-gerakan mahasiswa idealnya harus tetap bersifat independent dan tidak terjebak pada sikap pragmatis dan oportunis. Tapi pada kenyataannya saat ini banyak gerakan mahasiswa yang sudah ditumpangi elit-elit politik sehingga mereka tidak bisa bergerak bebas untuk menjalankan fungsinya sebagai alat control politik karena terikat perjanjian dengan elit politik tersebut. Hal inipun disinyalir penyebabab melempemnya gerakan mahasiswa pasca reformasi. Selain itu telah terjadi fragmentasi di intern gerakan mahasiswa itu sendiri yang disebabkan perbedaan ideology dan cara pandang terhadap permasalahan tertentu, dan munculnya mahasiswa opurtunis di tubuh gerakan mahasiswa dimanfaatkan kepentingan individu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan eksistensi mereka. Bahkan ada stigma yang berkembang di masyrakat bahwa untuk membiyai kebutuhan logistic organisasi agar program kerja organisasi tetap terlaksana akhirnya gerakan mahasiswa pun terjebak pada UUD “Ujung-Ujungya Duit” dan tumbuhlah budaya ABS “Asal Bapak Senang”, hal ini merupakan momok bagi pergerakan mahasiswa yang selama ini dikenal sebagai golongan masyarakat yang idealis dan berpihak pada masyarakat, untuk mengembalikan kembali image itu kita perlu belajar pada sejarah sebagaimana pepatah para ilmuan Prancis , L’ Histoire Se Repete (sejarah akan selalu berulang) untuk itu maka sepatutnyalah saat ini gerakan mahasiswa mulai merekontruksi soliditas gerakan dan menjalin komunikasi lintas gerakan dengan menghilangkan kecurigaan dan merasa benar sendiri (high egoisme), dan mulailah untuk kembali menata idealisme dan mengavaluasi format gerakan mahasiswa selama ini. Hal-hal tersebut harus diupayakan dalam rangka mengefektifkan kembali mahasiswa sebagai preasure penguasa.<br /><br />Lia Sulistiawati<br />Member of Indonesia Youth ParliamentPetrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-43161695492953503782010-09-14T23:44:00.000-07:002010-09-14T23:51:00.657-07:00Menemukan Kembali Indonesia Lewat Gerakan Mahasiswa<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_S0Ik_VV6GJY/TJBsi7mLmHI/AAAAAAAAACM/g-wXhml27bA/s1600/IMG_0966.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_S0Ik_VV6GJY/TJBsi7mLmHI/AAAAAAAAACM/g-wXhml27bA/s320/IMG_0966.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5517028890898045042" /></a><br /><br /> <br />________________________________________<br /> <br />NYARIS tanpa publikasi, delapan organisasi mahasiswa ekstra-universiter akhirnya jadi mengadakan pertemuan nasional Indonesian Students Assembly (ISA) di Hotel Raddin Sanur, Bali, 28-31 Desember 2002 silam. ISA mengambil tema besar "Reinventing (Menemukan Kembali) Indonesia".<br />KEDELAPAN organisasi mahasiswa ekstra-universiter itu adalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Himpunan Kerukunan Mahasiswa Buddha Indonesia (Hikmahbudhi). Lima organisasi pertama adalah anggota Kelompok Cipayung yang sudah berdiri sejak 22 Januari 1972. Selain diikuti wakil kedelapan organisasi mahasiswa ekstra-universiter, acara ini juga dihadiri oleh 73 wakil Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).<br />Kegiatan diisi dengan studium generale sejumlah menteri, seperti Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea, dan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah. Hadir pula pembicara lain seperti pengamat politik Kusnanto Anggoro, aktivis perempuan Nursjahbani Katjasungkana dan Chusnul Mar'iyah, pengamat hak asasi manusia (HAM) Anak Agung Banyu Perwita, serta pemerhati agama I Made Titib, budayawan Darmanto Jatman, dan pembicara lainnya.<br />KETIKA para wakil delapan organisasi mahasiswa ekstra-universiter mempublikasikan rencananya-dengan menggelar acara jumpa pers di Gedung Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Jakarta, beberapa waktu lalu-wartawan sudah mengingatkan panitia, berlakulah transparan dalam soal biaya hajatan: dari mana datangnya biaya dan digunakan untuk apa saja. Apalagi seperti diakui Ketua Panitia Pengarah Nusron Wahid, organisasi mahasiswa ekstra-universiter rawan money and lobby politics.<br />Ketika itu Nusron di depan para wartawan menjelaskan, sebagian besar kegiatan akan didanai sendiri oleh kedelapan organisasi mahasiswa ekstra-universiter, "Tetapi sampai sekarang (maksudnya sampai acara jumpa pers digelar-Red), kami masih kesulitan soal dana," ucapnya.<br />Akhirnya, soal money and lobby politics yang dikhawatirkan itu pun terjadilah. Munculnya atribut "tahun 2003 sebagai tahun perdamaian" dalam hajatan mahasiswa, ternyata dicanangkan pula oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Apalagi waktu penyelenggaraan pertemuan hampir bersamaan waktunya dengan peluncuran buku Taufik Kiemas.<br />Sejumlah elemen mahasiswa-terutama BEM-BEM perguruan tinggi paling berpengaruh-mengaku tidak mau hadir, karena khawatir mereka cuma dipakai untuk menggalang dukungan bagi pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri dalam hajatan besar tersebut. Ketika mendengar rencana pertemuan, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) sudah mengendus adanya upaya menggembosi kekuatan gerakan mahasiswa prodemokrasi yang kebetulan saat ini lebih banyak menentang Megawati.<br />"Upaya ini tentu saja mengganggu citra gerakan mahasiswa di mata publik," ucap Ketua Umum KAMMI Hermawan.<br />Sekretaris Jenderal Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Gigih Guntoro menambahkan, "LMND juga melihat adanya indikasi kelompok ini mempertahankan kekuasaan Presiden Megawati Soekarnoputri sampai tahun 2004 dengan imbalan uang yang saya kira tidak sedikit, ya buat mahasiswa."<br />"Kalau dilihat dari susunan dan materi acaranya serta besarnya biaya, peluang seperti itu sangat mungkin terjadi," timpal Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) Rico Marbun.<br />Marbun mendengar dari kawan-kawan BEM lainnya, sudah sejak akhir tahun lalu beberapa pemerintah daerah mengajak elemen mahasiswa terlibat dalam pembuatan laporan akhir tahun pemerintahan Megawati Soekarnoputri dan tentu saja laporan ABS (Asal iBu Senang).<br />"Tetapi saya kira BEM UI dan juga BEM-BEM lainnya tak perlu dihadap-hadapkan dengan ISA. Saya percaya, mereka yang cuma mau duduk di balik meja dan memilih jadi 'makelar', tidak akan pernah mendapat kepercayaan rakyat," ujarnya.<br />Aktivis Forum Kota (Forkot) Adian Napitupulu bahkan terang-terangan menuding ISA mau memperdagangkan gerakan mahasiswa.<br />"Kelompok Cipayung ini kan dari dulu cuma mau membangun kekuatan lobi-lobi elite saja dan menangguk banyak keuntungan pribadi dari sana. Mana pernah mereka berani turun ke jalan sampai berdarah-darah untuk memperjuangkan kepentingan rakyat?" ujarnya.<br />Nusron Wahid yang juga Ketua Umum PMII akhirnya mengaku mendapat dana penyelenggaraan sejumlah politisi dari dua parpol, salah satunya parpol besar. Menurut Nusron, acara tersebut menghabiskan dana sekitar Rp 400 juta yang diperoleh dari 78 donatur alumni kedelapan organisasi mahasiswa ekstra-universiter tersebut yang sekarang sebagian sudah menjadi politisi dan pengusaha.<br />Ketua Panitia Pelaksana ISA Robert JE Nalenan membantah panitia atau kedelapan organisasi ektra-universiter jadi "makelar gerakan mahasiswa". Menurut dia, kalau ada peserta yang merasa ditelantarkan, itu karena kesalahan mereka. Dalam undangan jelas disebut, undangan berlaku untuk satu orang. Nyatanya, dua sampai tiga orang yang datang, sehingga jumlah yang datang mencapai 700 orang.<br />"Kalau ada peserta yang kehabisan uang transpor dan mengeluh, itu bukan tanggung jawab kami, karena tanggung jawab kami hanya sebatas akomodasi. Jadi bukan karena hak mereka disunat. Bohong itu," lanjut Nalenan.<br /> <br />SOAL hasil pertemuan? Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IMM Piet KH Khaidir mengakui, pertemuan tidak menghasilkan rekomendasi politik apa-apa. Menurut dia, memang sempat terjadi perdebatan di luar forum antara organisasi mahasiswa ekstra-universiter dengan BEM menyangkut soal dukung-mendukung Presiden Megawati Soekarnoputri.<br />"IMM sendiri justru ingin mendelegitimasi pemerintahan Megawati, tapi karena tidak tercapai kata sepakat, ISA akhirnya tidak mengeluarkan rekomendasi politik apa pun," ucap Piet.<br />Menurut Nalenan, ISA memang tidak pernah berniat menjadikan pertemuan ini sebagai arena dukung-mendukung. "Kami hanya ingin menjadikan forum ini sebagai sarana untuk berkomunikasi saja dalam menyamakan visi Indonesia ke depan," ucap Nalenan.<br />Nusron membantah ISA tidak menghasilkan apa-apa. Kata dia, ISA sudah menghasilkan rencana aksi yang sudah disetujui masing-masing sidang komisi-politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, pendidikan, jender, otonomi daerah, dan hukum.<br />"Memang tidak ada sidang pleno setelah sidang-sidang komisi tersebut, karena keputusan ini hanya networking group masing-masing komisi," papar Nusron Wahid, Ketua Umum PMII.<br />Sejak Presiden Soeharto jatuh hingga sekarang, organisasi mahasiswa ekstra-universiter-terutama PMII, HMI, PMKRI, GMNI, dan GMKI-seperti tenggelam di tengah menjamurnya front-front aksi mahasiswa seperti Forum Kota (Forkot), Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Famred), dan KAMMI.<br />Hal itu terjadi karena menurut mantan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) HMI Anas Urbaningrum, kelompok ini kurang lincah merespons isu-isu yang berkembang di masyarakat karena terlalu birokratis dan terstruktur. Selain itu, menurut mantan Ketua Umum PB PMII Muhaimin Iskandar, kelompok ini terjebak oleh status mereka sebagai organisasi massa (ormas) dan kedekatan aktivis-aktivisnya terhadap elite politik. Stigmatisasi bahwa kelompok-kelompok ini cuma perpanjangan tangan kelompok elite politik atau batu loncatan awal karier politik, membuat kelompok ini semakin tidak populer.<br />Piet juga mengakui, organisasi ekstra-universiter ini sekarang terpinggirkan. Kondisi lebih jelek dialami PMKRI seperti dikemukakan Nalenan.<br />"Degradasinya sudah pada tingkat yang mengkhawatirkan, terutama pada tingkat cabang yang kurang didukung oleh alumni dan Gereja," tutur mantan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PMKRI Denpasar itu.<br />DIBANDING elemen aksi mahasiswa lainnya, kelompok organisasi mahasiswa ekstra-universiter ini, seperti dikatakan Anas Urbaningrum dan Muhaimin Iskandar, sebenarnya memiliki program latihan kepemimpinan yang lebih baik: terstruktur, sistematis, dan berkelanjutan.<br />HMI misalnya, memiliki Latihan Kepemimpinan (LK) I hingga III. PMII memiliki Pendidikan Kader Dasar (PKD) dan Pendidikan Kader Lanjutan (PKL). PMKRI memiliki Masa Bimbingan (Mabim), Latihan Kepemimpinan Kader (LKK), Konferensi Studi Regional (KSR), dan Konferensi Studi Nasional (KSN). IMM memiliki Darul Arqam Dasar, Darul Arqam Madya, dan Darul Arqam Paripurna. GMKI memiliki Pengkaderan Tingkat Dasar, Pengkaderan Tingkat Menengah, dan Pengkaderan Tingkat Lanjutan.<br />"Organisasi mahasiswa ekstra-universiter ini akan menjadi penyuplai kader di bidang politik, lembaga swadaya masyarakat, dan pemerintahan," kata Muhaimin Iskandar.<br />"Mereka juga mempunyai ideologi yang jelas, sehingga bisa menjadi kerangka sistem cita-cita sosial mereka," tambah Anas Urbaningrum yang kini adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU).<br />Selain itu, walaupun baru pada tingkat mahasiswa, kemauan dan kemampuan mereka untuk berkonsolidasi merupakan model bangsa ini bisa berkonsolidasi, meski berbeda aliran, agama, atau ideologi. Satu hal yang tampak sulit dilakukan di Indonesia dewasa ini.<br />Persoalannya, apakah kader-kader organisasi mahasiswa ekstra-universiter ini mau atau tidak mengubah paradigma lamanya dari kader "taoge" yang konsumtif hedonistis menjadi kader yang mandiri, terampil, berhati nurani, egalitarian, dan berani.<br />Apabila mereka mampu mengubah paradigma ini, maka mungkin mereka akan mampu menemukan kembali gerakan mahasiswa bersama dengan kelompok-kelompok front aksi mahasiswa lainnya. Seharusnya mereka bukan malah saling menepuk dada, mengambil posisi saling berhadap-hadapan, saling menjatuhkan satu sama lain; tetapi justru saling melengkapi. (COK/BUR/WIN)<br />URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0301/11/nasional/77483.htmPetrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-60559190935093605572010-09-14T23:37:00.000-07:002010-09-14T23:43:54.949-07:00ARAH GERAKAN MAHASISWA INDONESIA DI SIMPANG JALAN? (Kritik Terhadap Format Gerakan Mahas<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_S0Ik_VV6GJY/TJBqt0niWeI/AAAAAAAAACE/32pqMkD4F48/s1600/IMG_0902.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_S0Ik_VV6GJY/TJBqt0niWeI/AAAAAAAAACE/32pqMkD4F48/s320/IMG_0902.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5517026878979987938" /></a><br /><br /> <br /> <br />Pendahuluan<br />Krisis moneter bangsa Indonesia menimbulkan catatan sejarah barua bangsa Indonesia khususnya menyangkut gerakan mahasiswa yang begitu progresif dan melebur dengan masyarakat menuntut perbaikan nasib jutaan rakyat Indonesia. Sejarah ini ditorehkan oleh kalangan generasi muda, khususnya gerakan mahasiswa, melalui peristiwa yang dikenal sebagai era reformasi. Sebuah era baru, setelah jatuhnya rezim otoriter Orde Baru (Orba) di bawah kepemimpinan Jenderal Besar Soeharto oleh kekuatan rakyat (people power) melalui peristiwa yang kita kenal dengan "Tragedi Mei 1998". Demontrasi mahasiswa pada saat itu selalu mejadi legenda dan sejarah perjuangan mahasiwa sebagai katalisator dalam menjatuhkan regim Soeharto. <br />Kondisi saat itu tentu berbeda sekali dengan kondisi sekarang. Saat ini, berbagai demontrasi mahasiswa sudah tidak mendapat respek lagi dari masyarakat. Apa yang selama ini dilakukan dengan turun ke jalan bila hanya dilakukan oleh pihak mahasiwa sendiri tidak lebih disebut sebagai "pawai", karnaval", atau "arak-arakan" belaka. Dan malah lebih berkesan hura-hura jika aksi mereka tidak murni ide mahasiswa. “Demontrasi titipan” demikian yang menjadi stigma masyarakat terhadap gerakan mahasiswa Indonesia saat ini. Dan bila mahasiswa turun jalan membawa aspirasi murni hati nurani rakyat serta berlatar belakang ide mahasiswa sendiri tanpa ditunggangi, tanpa titipan-titipan maka turun jalan demikian dapat dikatakan sebagai "unjuk rasa". Tetapi apakah ini masih ada mengingat sikap dan keberpihakan terhadap kaum tertindas telah dikooptasi oleh situasi praktis yang sedang berkembang yang kurang menguntungkan nasib bangsa kita sendiri. <br />Dengan demikian strategi yang mesti dilakukan oleh mahasiswa jika memang <br />mereka berani dalam membela kebenaran adalah bersikap dialogis terhadap <br />pemerintah, introspeksi tentang niat kemurnian gerakan, dan tanggap <br />benar dengan rakyat. Untuk itu, format gerakan mahasiswa harus tanpa kekerasan dan berwajah damai, namun tegas dan lugas dalam menyampaikan aspirasi rakyat sesuai yang dibutuhkan rakyat bukan menjadi rakyat semakin pusing melihat kelakuan mahasiswa. <br />Memudarnya Gerakan Mahasiswa Indonesia<br />Sejarah pergerakan mahasiswa dengan pemerintah dan elite politik sudah berlangsung sejak lama. Tahun 1966, misalnya, mahasiswa secara lantang menyuarakan isu Tritura. Kemudian tahun 1970 mahasiswa melakukan aksi menentang kenaikan harga minyak serta budaya korupsi di tubuh pemerintahan. Selanjutnya, mahasiswa juga kencang menggugat berbagai persoalan yang dinilai sepihak, tidak adil, dan tidak demokratis seperti Peristiwa Malari (1974), kebijakan pembekuan Dewan Mahasiswa (1978), asas tunggal Pancasila (1984), dan SDSB (1988). <br />Berbeda dengan partai poltik yang berorientasi kekuasaan, gerakan mahasiswa memperjuangkan nilai-nilai (values) yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Gerakan mahasiswa adalah seperangkat kegiatan mahasiswa yang bergerak menentang dan mempersoalkan realitas objektif yang dianggap bertentangan dengan realitas subjektif mereka. Hal itu termanifestasikan melalui aksi-aksi politik dari yang bersifat lunak hingga sangat keras seperti penyebaran poster, tulisan di media massa, diskusi-diskusi politik, lobi, dialog, petisi, mogok makan, mimbar bebas, pawai di kampus, mengunjungi lembaga kenegaraan, turun ke jalan secara massal, perebutan dan pendudukan fasilitas-fasilitas strategis seperti lembaga kenegaraan, stasiun radio serta televisi, dan lain-lain. <br />Mahasiswa mengambil pilihan itu karena merasakan dan memahami bahwa ada nilai-nilai yang "suci" atau "ideal" dan bahkan "universial" yang mengalami ancaman khususnya karena kebijakan pemerintah. Mahasiswa berdemonstrasi karena menemukan banyak gejala atau praktik yang hendak menggusur dan bahkan membunuh nilai-nilai tersebut. Vijay Sathe dalam Culture and Related Corporate Realities (1958) mendefinisikan nilai sebagai basic assumption about what ideals are desirable or worth striving for. Ungkapan "worth striving for" menunjukkan bahwa pada suatu saat manusia rela mengorbankan nyawanya untuk mengejar sesuatu nilai. <br />Hal tersebut yang saat ini mulai tergerus dalam perjalanan jaman dalam pergulatan gerakan mahasiswa di Indoensia. Gerakan mahasiswa ternyata ikut larut juga dalam kondisi sosial budaya masyarakat kita, dimana budaya hedonisme dan konsumerisme yang demikian tinggi. Arah gerakan mahasiswa sudah tidak lagi berbicara konteks memperjuangkan kepentingan masyarakat tertindas baik dari penghisapan bangsa sendiri dan bangsa asing. Tetapi lebih berbicara apa yang dapat diuntungkan dari situasi yang sulit ini. Degradasi inilah yang menyebabkan kemrosotan pola pikir dan daya intelektual mahasiswa. Mahasiswa sudah banyak berkurang tentang ide-ide cemerlang terhadap nasib bangsa apalagi tentang kerelaan untuk mengorbankan nyawa demi tegaknya nilai-nilai ideal. Padahal mahasiswa harusnya berjiwa idealis, progresive, militan, dan revolusioner untuk mempertanyakan segala hal dari yang bersifat pinggiran ke masalah yang bersifat asasi sekaligus melakukan perubahan-perubahan yang dicita-citakannya. Dalam dunia gerakan mahasiswa sudah tidak bisa lagi bertumpu pada hanya sekedar reorika semata. Gerakan mahasiswa. <br />Kesediaan untuk berkorban demi tegaknya nilai-nilai yang dianggap ideal adalah investasi utama bagi lahirnya radikalisme mahasiswa. Namun seringkali idealisme dan radikalisme gerakan mahasiswa tidak diiringi dengan kalkulasi-kalkulasi yang strategis dan taktis. Gerakan mahasiswa sering berjalan terlalu berani namun terlalu lurus tanpa perhitungan yang matang. Akibatnya, gerakan mahasiswa mudah sekali dibaca, dikendalikan, dan akhirnya dimanfaatkan gerakan kelompok kepentingan. <br />Dalam konteks gerakan mahasiswa seharusnya tidak berhenti sebagai gerakan moral dan gerakan menumbangkan rezim saja, tetapi juga harus merebut dan membangun kekuasaan. Tanpa kekuasaan ini tidaklah mungkin bagi mahasiswa untuk mewujudkan cita-cita politiknya. Mengenai cara atau metode untuk mendapatkan kekuasaan ini, mahasiswa harus mampu membangun gerakan ekstraparlementer lewat mobilisasi massa dan gerakan intraparlementer dengan masuk ke kancah politik formal. Oleh karena itu, sebagian gerakan mahasiswa harus mendirikan partai-partai politik. Secara rasional maupun konseptual, adanya gagasan atau keinginan agar mahasiswa lebih berani dalam bermain politik, sesungguhnya tidaklah berlebihan. Mahasiswa sebagai salah satu pilar civil society yang terdidik, secara tradisional memiliki tanggung jawab moral untuk membawa masyarakat ke alam kehidupan yang lebih baik dan demokratis. Secara rasional tidak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa adalah penerjemah dan pencari solusi atas merebaknya kegelisahan sosial. <br />Pertanyaan yang muncul kemudian adalah ketika kaum intelektual sudah mulai terjun langsung ke dalam dunia politik praktis, akankah para mahasiswa mengikuti jejak senior mereka? Lantas, kepada siapa rakyat akan mempercayakan mandat dan aspirasinya? Padahal kalau kita simak kembali lembaran sejarah, gerakan mahasiswa itu sebenarnya tidak pernah mempunyai tujuan-tujuan politik praktis, sebagaimana gerakan-gerakan sosial pada abad ke-17 hingga 19. Gerakan mahasiswa sifatnya hanya berupa aktivitas atau reaksi-reaksi spontan dan sporadis yang bertujuan hendak mewujudkan atau menolak suatu perubahan, keadaan sosial atau tatanan politik tertentu. Gerakan mahasiswa selalu dan hanya lahir pada saat-saat di mana terdapat fenomena social anomie atau social disorder. Manakala tertib sosial dan harmoni telah terbangun, dengan sendirinya mereka akan kembali menekuni dunia keilmuan (back to campus). <br /><br /><br />Paradigma Gerakan Mahasiswa Indonesia<br />Terkait dengan gerakan mahasiswa ada dua pendekatan atau paradigma yang mengemuka sejak munculnya gerakan kaum terpelajar yaitu gerakan politik atau gerakan moral. Kedua pendekatan ini yang selalu mewarnai gerakan mahasiswa di Indonesia di luar mahasiswa-mahasiswa yang larus dalam dunia pragmatis. Berbagai upaya untuk mendekatkan mahasiswa dengan masyarakat dilakukan baik melalui pola pemberdayaan masyarakat melalui LSM ataupun kelompok-kelompok studi. Sementara itu, gerakan mahasiswa yang lebih cenderung ke arah politik lebih suka bermain di dataran elite partai maupu kekauasaan. Hal ini yang seringkali meninbulkan persinggungan gerakan mahasiswa di Indonesia. Contoh yang paling mudah adalah pasca jatuhnya regim Soeharto maka gerakan mahasiswa terpolarisasi dalam berbagai gerakan, baik itu yang moralistik dengan mengedpankan intelektual maupun gerakan politik dengan terlibat dalam partai politik. Bahkan saat ini muncul gerakan mahasiswa yang hanya berdasarkan orde. Tentu kelompok yang terakhir ini sangat memprihatinkan kita semua baik itu yang lebih menggunkan pendekatan politik maupun moral.<br />Terlepas dari itu semua, gerakan mahasiswa sudah tidak bisa lagi hanya berdasarkan pendekatan moral dan intelektual semata atuapun pendekatan politik. Keduanyta harus sinergi sebagai upaya mencapai atau meraih apa yang mejadi cita-cita moral mahasiswa. Untuk itu gerakan mahasiswa harusnya merupakan gerakanmoral politik. Mahasiswa tidak bisa lagi dikungkung dalam kampus semata dan bergulat dengan bidang keilmuwannya semata, mahasiswa harus selalu peduli dan kritis terhadap setiap permasalahan yang ada di bangsa kita. Jika mahasiswa masih terpola dengan cara-cara lam maka gerakan mahasiswa akan semakin tertinggal baik oleh para pragmatis yang selalu mencari keuntungan maupun kelompok-kelompok yang memiliki tujuan menghancurkan bangsa Indonesia.<br />Untuk itu, mahasiswa tidak bisa lagi mengandalkan tuntutan perjuangan semata dengan melupakan tanggung jawab sebai seorang intelektual. Kemampuan intelektual inilah yang saat ini sudah banyak ditinggalka oleh aktivis gerakan. Mahasiswa terjebak dalam prilaku pragmatis dalam menghadapi permasalahan yang terjadi tanpa melihat secara lebih mendalam tentang substansi permasalahan yang dihadapi. Pada akhirnya gerakan mahasiswa maupun mahasiswa itu saendiri gagap terhadap setiap perkembangan jaman yang berubah secara cepat.<br />Penutup<br />Peranan politik mahasiswa itu, pada setiap waktu, sangat penting. Gerakan mahasiswa itu semacam medan latihan buat munculnya tenaga baru untuk partai, ormas, lsm, birokrasi, profesional, dll. Eksistensi gerakan mahasiswa amat ditentukan oleh kekuatan pemikiran dan kompetensi profesionalnya. Sebagai anak zaman, gerakan mahasiswa juga bergerak seirama dengan tuntutan zaman. Dalam konteks Indonesia, khususnya gerakan mahasiswa, ada beberapa poin yang bisa dijadikan acuan gerakan, antara lain:<br />1. Gerakan mahasiswa mesti menyiapkan ruang yang kondusif untuk membekali komunitasnya dengan keunggulan komparatif, agar kelak mampu eksis dalam kompetisi politik dan ekonomi yang semakin terbuka dan ketat.<br />2. Gerakan mahasiswa yang secara ideologis memiliki keberagaman (pluralisme ideologi), sudah semestinya mampu menemukan "sinergi kolektif" melalui tradisi "komunikasi tanpa prasangka" demi memperjuangkan kepentingan bangsa. Dalam diksi yang lain, sentimen ideologis kelompok atau golongan, jangan malah mengalahkan kepentingan kolektif kita sebagai bangsa.<br />3. Gerakan mahasiswa mesti mengambil prakarsa untuk menstimulasi, menjaga, dan mengawal berlangsungnya "demokrasi politik" dan "demokrasi ekonomi", melalui pergumulan varian isu seperti supremasi hukum, kebebasan berserikat/berkumpul, kebebasan pers, anti-KKN, penegakan HAM, dll. <br />4. Gerakan mahasiswa mutlak melakukan reorientasi dalam agenda gerakan atau perjuangan kolektifnya. Sering perubahan konfigurasi dan budaya politik nasional, tema-tema gerakan yang menjadikan "orang/figur sebagai musuh bersama" tampaknya kurang relevan atau kontekstual lagi. Hendaknya, gerakan mahasiswa lebih memberikan atensinya terhadap tema-tema mendasar seperti ancaman disintegrasi nasional, disparatis antarwilayah, bias otonomi daerah yang memunculkan sentimen/ego daerah yang justru mengancam NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD '45.<br />5. Gerakan mahasiswa sudah semestinya mentradisikan motivasi perjuangan yang meletakkan loyalitas kepada cita-cita, bukan kepada orang. Gerakan mahasiswa akan kehilangan jati dirinya ketika ia memainkan perannya sebagai subordinasi dari orang per orang, dan bakal terkubur eksistensi sejarahnya apabila ia membiarkan dirinya menjadi alat penguasa, siapa pun pemegang kekuasaan itu.Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-82399281151418962072009-12-29T08:36:00.000-08:002009-12-29T08:38:24.261-08:00GAUL ERADIKASI HANYA KRNA INIBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. Latar Belakang<br />Air merupakan sumber daya yang penting bagi kehidupan mahluk hidup, baik untuk dikonsumsi maupun digunakan untuk kepentingan lain. Namun air bersih sedikit persediaannya karena banyak sumber daya air yang tercemar. Pencemaran air terjadi akibat ulah manusia melakukan aktifitas produksi dan konsumsi sering membuang limbah secara sembarangan ke dalam saluran air. Bahan pencemar juga berasal dari limbah rumah tangga, pasar dan sawah.<br />Air yang tercemar merupakan penyebab timbulnya kematian di dunia, setiap tahun diperkirakan 10 juta kematian premature (27.000 kematian setiap hari), lebih dari setengahnya adalah anak balita. Diare menyebabkan 4 juta kematian anak balita setiap tahun, sementara 500 juta mengalami kebutaan akibat tidak tersedianya air bersih untuk membersihkan mata (Lean dan Hinrichsen 1992).<br />Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dan menurunkan angka kejadian penyakit terutama penyakit yang disebabkan oleh air, maka diperlukan air yang bersih. <br /><br />Tujuannya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal, karena kesehatan merupakan sebagian kualitas hidup manusia. Menurut undang-undang RI Nomor 23 tahun 1992 disebutkan bahwa "Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial dan ekonomis”.<br />Untuk mencapai hidup bebas jauh dari penyakit dapat diupayakan dengan cara memutuskan rantai penularan melalui tindakan sanitasi dasar yang salah satunya adalah penyediaan air bersih. Air merupakan salah satu sarana finis yang sangat esensial dan air juga merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan 70% tubuh manusia mengandung air.<br />Untuk keperluan hidup sehari-hari air dapat diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya air angkasa, air permukaan dan air tanah. Sedangkan sarana penyediaan air bersih yang dapat diterapkan diantaranya dengan sistem perpipaan, sumur gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan air hujan dan sumur artesis. Dari setiap macam sarana tersebut mempunyai sistem kerja sendiri-sendiri.<br />Besarnya peran air dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, selain untuk proses hidup seperti makan dan minum, akan tetapi juga untuk proses lainnya seperti proses pertanian, pemadam kebakaran dan bahkan proses metabolisme dalam tubuh manusia, hewan serta tumbuh-tumbuhan, maka untuk mencapai kebutuhan tersebut air harus mencakup syarat kuantitas dan syarat kualitas baik fisik, kimia maupun biologi.<br />Seperti kita ketahui, kebutuhan air bersih selalu meningkat dengan adanya perkembangan dan kemajuan teknologi, sehingga kebutuhan air bersih adalah mutlak adanya dan perlu pengawasan sanitasi terhadap kualitas, alat, orang dan cara kerja.<br />Salah satu sarana penyediaan air bersih di Nusa Tenggara Barat adalah dengan sumur gali kurang lebih 75 % penduduk. Di Kelurahan Pegesangan Timur penyakit diare menempati urutan ketiga.<br />Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena kualitas fisik sumur sangat tidak memenuhi syarat sehingga dimungkinkan adanya pencemaran kualitas bakteriologis air pada sumur gali tersebut. Oleh karena itu perlu diantisipasi dengan perbaikan keadaan konstruksi sumur maupun lingkungan sekitar sehingga tidak terjadi pencemaran. Di Kelurahan Pegesangan Timur masyarakat menggunakan air sumur gali untuk diminum tanpa dimasak terlebih dahulu. Untuk itu, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan kondisi fisik sumur gali dengan kualitas air (bakteriologis).<br /><br /><br /><br /><br />B. Perumusan Masalah<br />Dari uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut "Apakah ada hubungan antara keadaan fisik sumur gali dengan Kualitas Air (Bakteriologis) di Lingkungan Gebang Barat Kelurahan Pegesangan Timur Kecamatan Mataram Kota Mataram. "'.<br /><br />C. Tujuan dan Manfaat Penelitian<br />1. Tujuan Umum<br />Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara keadaan fisik sumur gali dengan kualitas air (bakteriologis) di Lingkungan Gebang Barat Kelurahan Pegesangan Timur Kecamatan Mataram Kota Mataram.<br />2. Tujuan Khusus<br />Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :<br />a. Untuk mengidentifikasi keadaan fisik sumur gali yang ada di Lingkungan Gebang Barat Kelurahan Pegesangan Timur Kecamatan Mataram Kota Mataram.<br />b. Untuk mengidentifikasi kualitas bakteriologis air sumur gali di Lingkungan Gebang Barat Kelurahan Pegesangan Timur Kecamatan Mataram Kota Mataram.<br /><br />c. Untuk mengidentifikasi hubungan keadaan fisik sumur gali dengan kualitas air (bakteriologis) di Lingkungan Gebang Barat.<br />3. Manfaat<br />a. Bagi Pemerintah Daerah/Instansi Terkait<br />Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan kesehatan khususnya dalam penyediaan air bersih.<br />b. Bagi Peneliti Lain<br />Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian berikutnya.<br />c. Bagi Penulis<br />Sebagai tambahan wawasan dan pengalaman bagi penulis dalam mempraktekan ilmu pengetahuan dan teori yang telah diterima di bangku kuliah maupun di lapangan.<br /><br />D. Hipotesis<br />Hipotesis dari penelitian ini adalah "Diduga ada hubungan antara keadaan fisik sumur gali dengan kualitas air (Bakteriologis) di Lingkungan Gebang Barat Kelurahan Pagesangan Timur Kecamatan Mataram Kota Mataram ".<br /><br /><br />E. Definisi Operasional<br />Untuk menghindari luasnya permasalahan dan salah kaprah dalam penulisan ini maka perlu adanya batasan pengertian sebagai berikut :<br />1. Keadaan fisik sumur gali adalah kondisi secara nyata sumur gali mulai dari keadaan konstruksi maupun letaknya dengan sumber pencemaran pada daftar tilik.<br />2. Keadaan fisik sumur gali memenuhi syarat adalah bila >60% item daftar tilik menjawab 'ya'.<br />3. Keadaan fisik sumur gali tidak memenuhi syarat adalah bila <60% item daftar tilik menjawab 'ya'.<br />4. Kualitas bakteriologis adalah keadaan umum kuman/bakteri pathogen yang digunakan sebagai indikator bakteri golongan coli dalam air.<br />5. Kualitas memenuhi syarat adalah jumlah kuman colifm per 100 ml sampel dalam air setelah melalui pemeriksaan < 50 golongan colifm (MPN).<br />6. Kualitas tidak memenuhi syarat adalah kuman colifm per 100 ml sampel dalam air setelah melalui pemeriksaan > 50 golongan colifm (MPN).<br />7. Responder adalah kepala keluarga (KK) yang memiliki sumur gali yang telah terpillih menjadi sampel.<br />F. Sistematika Penulisan<br />Sistematika penulisan karya tullis ilmiah ini adalah sebagai berikut: <br />BAB I PENDAHULUAN<br /> Dalam bab ini meliputi Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Defenisi Operasional dan Sistematika Penelitian.<br />BAB II LANDMAN TEORI<br /> Pada bab ini menerangkan tentang teori yang menunjang sesuai dengan judul karya tulis, diantaranya : Pengertian Air Bersih, Peranan air, Sumber Asal Air, Macam-macam Sarana Penyediaan Air Bersih, Kebutuhan Air, Standar Kualitas Air.<br />BAB III METODE PENELITIAN<br /> Bab ini meliputi Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian, Variabel Penelitian.<br />BAB IV HASIL PENELITIAN<br /> Dalam bab ini diuraikan tentang Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Hasil Penelitian.<br />BAB V PEMBAHASAN<br /> Dalam bab ini diuraikan tentang Fisik Sumur dan Kualitas Air (Bakteriologis).<br /><br /><br />BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN<br /> Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan dari peneliti serta memberikan saran.<br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />LANDASAN TEORI<br /><br />A. Pengertian Air<br />Pengertian air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/PER/IX/1990 adalah: "Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila sudah dimasak".<br />Sedangkan pengertian air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan adalah: "Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum".<br />Sarana penyediaan air adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat untuk mendapatkan air yang digunakan untuk keperluan sehari¬-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.<br />Air bersih tidak hanya dipakai untuk air minum saja tetapi menyangkut bidang yang lain, misalnya untuk perindustrian, pelayaran, fasilitas umum dan lain-lain.<br /><br /><br /><br />B. Peranan Air<br />1. Peranan Air Bagi Kehidupan<br />Air sangat besar pengaruhnya terhadap manusia maupun binatang dan tumbuh-tumbuhan, oleh karena itu air merupakan sumber dasar untuk kelangsungan kehidupan di atas bumi.<br />Apabila kekurangan air dalam jumlah tertentu akan menimbulkan dampak yang buruk, seperti timbulnya berbagai macam penyakit bahkan dapat mengakibatkan kematian. Hal ini dapat berlaku bagi mahluk hidup lain, hal ini dikemukakan oleh Djasio Sanropie dan kawan-kawan tahun 1984 antara lain sebagai berikut:<br />Tubuh manusia mengandung air 60-70% dari seluruh badan, air di daerah jaringan lemak terdapat kira-kira 90% getah bening darah sebagian besar terdiri dari air.<br />Apabila tubuh kehilangan seluruh jaringan lemak dan juga kehilangan setengah dari cadangan protein, hal ini sudah membahayakan bagi tubuh manusia, namun apabila kekurangan air 20% saja dalam tubuh akan menyebabkan kematian.<br />2. Peranan Air dalam Penularan Penyakit<br />Air mempunyai peranan besar dalam penularan beberapa penyakit. Besarnya peranan air dalam penularan penyakit adalah disebabkan oleh keadaan air itu sendiri yang sangat membantu dan sangat baik untuk kehidupan mikrobiologis.<br />Air dapat bertindak sebagai tempat berkembang biak mikrobiologis dan juga bisa sebagai tempat tinggal sementara (perantara) sebelum mikrobiologis berpindah ke manusia.<br />Adapun penyakit yang ditularkan melalui air dapat dibagi atas 3 kelompok:<br />a. Kelompok penyakit Water Borne mechanism<br />Bila air minum mengandung kuman-kuman penyakit, maka air tersebut jika diminum dapat menimbulkan penyakit bagi manusia yang bersangkutan diantaranya penyakit Cholera, Typhoid, Hepatitis, Disentri basiler.<br />b. Kelompok penyakit Water Washed mechanism<br />Timbulnya penyakit akibat kurangnya penyediaan air bersih dan rendahnya tingkat kebersihan perorangan seperti penyakit infeksi kulit, mata, Scabies dan sebagainya.<br />c. Kelompok penyakit Water Related Insect Vector mechanism <br />Kelompok penyakit ini dapat ditularkan melalui serangga yang hidup dan berkembang biak dalam air, contohnya penyakit malaria, fillariasis, demam berdarah dan yellow fever.<br /><br /><br /><br />C. Sumber Asal Air<br />Keadaan air di bumi merupakan suatu proses yang berlanjut dan berputar sehingga merupakan suatu siklus (daur) ulang. Prinsip dasar siklus hidrologi adalah dengan bantuan energi panas matahari.<br />Dengan mempelajari siklus air maka sumber asal air dapat diklasifikasikan :<br />1. Air Angkasa<br />Uap air yang mangalami presipitasi akan turun, sebagai hujan atau salju sehingga boleh dikatakan merupakan air murni (Pure Water).<br />Dari segi bakteriologis relative lebih bersih, akan tetapi kurang mengandung garam dan zat mineral sehingga bersifat lunak (soft water) dan sering kali berkontaminasi zat-zat yang ada di udara yang menyebabkan air bersifat korusif. Pelakuan ini tergantung situasi setempat.<br />Penggunaan air hujan sebagai sumber air merupakan jalan terakhir apabila sumber air lain tidak bisa dimanfaatkan.<br />Air angaksa adalah air yang terjadi karena adanya hujan dan awan yang mengandung uap air, misalnya air hujan, es, salju.<br />2. Air Tanah<br />Air tanah adalah air yang tersimpan dan terperangkap di dalam lapisan tanah atau bebatuan dan mengalami pengisian atau penambahan secara terus menerus oleh alam, seperti mata air, sumur dangkal, sumur dalam, sumur gali dan sumur artesis.<br />Dari segi bakteriologis kualitas air tanah umumnya lebih baik dibandingkan dengan air permukaan, tetapi seringkali mengandung mineral dalam kadar tinggi yang dipengaruhi oleh keadaan kandungan mineral tanah.<br />3. Air Permukaan<br />Air permukaan adalah air hujan yang telah jatuh ke bumi, kemudian seterusnya menuju ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai yang ada di sekitarnya dan akhirnya menuju ke laut misalnya : air sungai, telaga alam dan telaga buatan.<br />Pada umumnya sumber air permukaan merupakan air yang kurang baik untuk langsung dikonsumsi oleh manusia, sehingga memerlukan pengolahan terlebih dahalu sebelum dimanfaatkan karena mengalami pengotoran.<br /><br />D. Macam-macam Sarana Penyediaan Air Bersih<br />Tujuan penyediaan air bersih adalah penyediaan air sehat yaitu air yang bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit dan bahan kimia yang beracun kepada penduduk untuk kebutuhan sehari-hari.<br />Macam-macam penyediaan air bersih yang dapat diterapkan di kota maupun di pedesaan adalah:<br />1. Perlindungan Mata Air<br />Sesuai dengan kondisi mata air yang muncul di permukaan tanah, mata air mudah mengalami pencemaran. Munculnya mata air ini sangat bervariasi, untuk itu dalam membuat perlindungan mata air perlu disesuaikan dengan munculnya mata air tersebut.<br />Dalam membangun perlindungan mata air perlu memenuhi syarat:<br />a. Terbuat dari bahan kedap air dengan tutup di atas<br />b. Tutup dijaga agar tidak menjadi jalan masuknya zat-zat pencemar<br />c. Disediakan pipa penguras dan peluap<br />d. Sambungan pipa distribusi dan peralatan bantu hanya untuk penyediaan air.<br />e. Perlu pemasangan pagar dan saringan pengering air yang mengalir dari samping bak penampung.<br />2. Sumur Gali<br />Sumur gali merupakan sarana pengambilan air tanah dengan diameter 1-2 meter. Pemberian lapisan rapat air sedalam 3 meter dari permukaan tanah dan bibir sumur setinggi 1 meter diperlukan untuk menghindari pencemaran. Alat yang digunakan untuk mengambil air dapat berupa timba tali.<br /><br /><br />3. Sumur Pompa Tangan<br />Selain sumur gali, untuk mengambil air tanah dapat juga dengan cara pengeboran yang selanjutnya dipasang pompa tangan. Sesuai dengan kedalaman air tanah sumur pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam.<br />4. Penampungan Air Hujan<br />Penampungan air hujan dibuat berdasarkan jumlah kebutuhan air musim kemarau berlangsung.<br />Secara skematis sistem penampungan air hujan dapat diperinci sebagai berikut :<br />a. Atap rumah untuk menadah air hujan yang masuk<br />b. Talang atap untuk mengumpulkan air hujan dari atap<br />c. Pipa pemasukan untuk mengalirkan air hujan dari talang ke reservoir<br />d. Saringan untuk membersihkan air hujan sebelum masuk ke dalam reservoir.<br />e. Resevoir adalah tempat untuk menyimpan air hujan.<br />f. Keran untuk mengeluarkan air (Djasio Sanropie, dkk 1994).<br /><br />E. Kebutuhan Air<br />Air merupakan bahan yang penting sekali dalam kehidupan manusia, tanpa air maka kehidupan di dunia ini praktis tidak mungkin.<br />1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Air<br />Pemakaian rata-rata perorang perhari berbeda-beda antara satu negara dengan negara lain, satu kota dengan kota lain, satu desa dengan desa lain.<br />Variasi-variasi ini tergantung pada berbagai factor:<br />a. Besar kecilnya kota atau daerah<br />b. Ada tidaknya industri<br />c. Kualitas dari air<br />d. Harga air<br />e. Tekanan air<br />f. Iklim<br />g. Karakteristik penduduk<br />h. Arti air bagi kehidupan<br />2. Pemakaian Air<br />a. Pemakaian untuk berbagai tujuan<br />1) Untuk keperluan domestik yaitu keperluan rumah tangga<br />2) Untuk keperluan komersial dan industri<br />3) Untuk keperluan umum<br />4) Untuk keperluan peternakan dan pertanian<br />b. Banyaknya pemakai air<br />1) Dari suatu studi perbandingan ternyata pemakai air di negara¬negara yang sudah maju lebih bersar dari negara-negara yang berkembang.<br />Beberapa angka yang didapatkan adalah sebagai berikut: <br />Amerika : 150-1050 liter/orang/hari<br />Eropa : 150-320 liter/orang/hari <br />Australia : 150-290 liter/orang/hari<br />2) Untuk Indonesia bagi keperluan domestik pada waktu ini dapat diambil angka-angka semantara sebagai berikut:<br />a) Untuk daerah perkotaan : 100-150 liter/orang/hari dengan minimum 86,4 liter/orang/hari.<br />b) Untuk daerah pedesaan dapat diambil dari studi WHO mengenai pemakaian air untuk daerah pedesaan di negara-negara berkembang yaitu 60 liter/orang/hari (Djasio Sanropie, dkk, 1984: 42).<br /><br />F. Standar Kualitas Air<br />Di Indonesia standar kualitas air yang digunakan sebagai pedoman adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/Menkes/PER/ IX/1990 bahwa air bersih yang dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari harus memenuhi syarat sebagai berikut:<br /><br /><br /><br />1. Syarat Fisik<br />Syarat fisik yang di gunakan untuk air bersih yaitu :<br />a. Jernih<br />b. Tidak berwarna<br />c. Tidak berasa<br />d. Tidak berbau<br />Jika terjadi penyimpangan terhadap syarat fisik, maka air bersih yang ada tidak disukai oleh konsumen.<br />2. Syarat Kimia<br />a. Tidak mengandung zat-zat beracun<br />b. Tidak mengandung zat-zat yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.<br />c. Tidak mengandung zat-zat dengan kadar melebihi batas tertentu sehingga menimbulkan gangguan fisiologis.<br />d. Tidak mengandung zat-zat dengan kadar yang melebihi batas tertentu sehingga mengganggu teknis dan ekonomis.<br />3. Syarat Bakteriologis<br />Untuk air bersih indikator yang dipakai hanya bakteri golongan coli (total coliform) saja, dimana untuk air yang melalui perpipaan jumlah total colifm per 100 ml sampel kadar maksimum yang diperbolehkan 10 golongan colifm (MPN).<br /><br />Sedangkan air bukan pipaan 50 golongan colifm (MPN). Adanya beberapa sebab kuman golongan coli menjadi indikator dalam persyaratan air diantaranya adalah golongan coli ditentukan dalam air.<br /><br />G. Penyediaan Air Dengan Sumur Gali<br />1. Pengertian Sumur Gali<br />Air merupakan suatu bahan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan hidup, oleh karena itu manusia selalu berusaha bagaimana caranya supaya memperoleh air yang bersih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, salah satunya dengan membuat bangunan pengumpul air tanah dengan kedalaman 7-10 meter dari permukaan tanah dan menggunakan timba untuk menaikan air tanah, yang airnya dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga terutama untuk minum, masak, mandi dan cuci dan cara itu disebut dengan sumur gali.<br />2. Lokasi Sumur Gali<br />Pertimbangan yang harus ada dalam pembuatan sumur gali adalah:<br />a. Pada tanah stabil 10 meter dari sumber pencemar<br />b. Pada tanah labil <15 meter dari sumber pencemar.<br /><br /><br />3. Aspek Sanitasi dalam Pembuatan Sumur Gali<br />Untuk menghindari kontaminasi perlu diperhatikan hal-hal berikut:<br />a. Sejauh 10 meter dari pencemar bakterioligis dan <95 meter dari pencemar kimia.<br />b. Tidak terletak pada daerah banjir<br />c. Lebih dari 3 meter karena untuk menyaring air hujan<br />d. Tempat bekas penggalian sampah dan lubang empang dihindari dari lokasi sumur.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />METODE PENELITIAN<br /><br />A. Jenis Penelitian<br />Penelitian ini bersifat deskriptif analitik yaitu dengan menggambarkan secara obyektif kondisi fisik sumur gali dihubungkan dengan keadaan kualitas air (bakteriologis) serta pembuktian dengan menggunakan statistik.<br /><br />B. Lokasi Penelitian<br />Penelitian ini dilakukan di lingkungan Gebang Barat Kelurahan Pegesangan Timur Kecamatan Mataram Kota Mataram.<br /><br />C. Variabel Penelitian<br />1. Variabel bebas<br />Variabel dalam penelitian ini adalah keadaan fisik sumur gali<br />2. Variabel terikat<br />Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas air (bakteriologis) air.<br />3. Variabel pengganggu<br />Variabel yang keberadaannya mempengaruhi variabel bebas dan variabel terikat cara pengambilan sampel dan pemeriksaan.<br />D. Kerangka Konsep<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Keadaan fisik sumur gali yang saniter :<br />1. Jamban mempunyai pembuangan (septic tank)<br />2. Tidak ada pencemaran dalam 10 meter<br />3. Tidak ada. genangan air dalam jarak 2 meter<br />4. Saluran pembuangan limbah tidak rusak (SPAL)<br />5. Pagar sekeliling sumur kedap air<br />6. Lantai radius > 1 meter<br />7. Tidak ada genangan air di atas sumur<br />8. Tidak ada keretakan pada lantai sumur<br />9. Ember dan tali diletakkan sedemikian rupa<br />10. Mempunyai bibir sumur yang sempurna<br />11. Dinding sumur diplester<br />Keadaan fisik sumur gali yang tidak saniter :<br />1. Jamban tidak mempunyai pembuangan (septic tank)<br />2. Ada sumber pencemaran lain dalam 10 meter<br />3. Ada kolam /genangan air dalam jarak 2 meter<br />4. Saluran pembuangan rusak /tidak ada<br />5. Pagar sekeliling sumur tidak sempurna<br />6. Lantai tidak radius<br />7. Ada genangan air di atas lantai sumur<br />8. Ada keretakan pada lantai sumur<br />9. Ember dan tali diletakkan di sembarangan tempat<br />10. Bibir sumur tidak sempurna<br />11. Dinding sumur tidak diplester<br /><br />E. Populasi dan Sampel<br />1. Populasi<br />Populasi dalam penelitian ini adalah sarana air bersih sumur gah yang ada di Lingkungan Gebang Barat Kelurahan Pegesangan Timur Kecamatan Mataram Kota Mataram.<br />2. Sampel<br />Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki dan dianggap bisa mewakili secara keseluruhan populasi (Notoatmojo, h. 92, 1992).<br />3. Cara Pengambilan Sampel<br />Metode pengambilan sampel adalah "Purposive Sampling", peneliti bertanggung jawab terhadap keabsahan sampel tersebut. Dikarenakan keabsahan kondisi populasi tersebut homogen. Jumlah sampel yang diambil adalah:<br />a. Sampel untuk sumur yang saniter sejumlah 15 unit atau 50 %<br />b. Sampel untuk sumur yang tidak saniter adalah adalah 15 unit atau 50 %.<br />Dari masing-masing sumur tersebut dilaksanakan pemeriksaan bakteriologis. Dari hasil pemeriksaan kemudian dilakukan dengan pengujian statistic X2.<br /><br />F. Cara Pengumpulan Data<br />1. Alat<br />Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:<br />a. Botol pemberat steril<br />b. Termos es/cool books<br />c. Plastik dan label<br />d. Bunsen<br />e. Korek api<br />f. Es batu/cool pack<br />g. Tas pengambilan sampel<br />2. Cara kerjanya:<br />a. Bilas/sterilkan tangan dengan kapas alkohol<br />b. Nyalakan api<br />c. Buka tali pengikat botol<br />d. Masukan botol ke dalam sumur, arahkan botol ke pinggir kemudian perlahan-lahan diangkat, isi airnya ¾ botol.<br />e. Setelah terisi air, mulut botol diperlambir<br />f. Beri label, kemudian masukan ke dalam plastic<br /><br />G. Analisis Data<br />Analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisa dengan menggunakan statistik Kai Kudrat, dimana tabelnya adalah sebagai berikut :<br />Tabel Kai Kuadrat<br />Independent<br /><br />Dependen Kondisi Fisik Saniter Kondisi Fisik Tidak Saniter Jumlah<br />Kualitas bakteriologis memenuhi syarat a s a + c<br />Kualitas bakteriologis memenuhi syarat b d b + d<br />Jumlah a + b c + d a + b + c + d<br />Dengan interpretasi data adalah :<br /> <br />X2 hitung > x2 α berarti terdapat perbedaan yang bermakna<br /><br />H. Jenis Data yang Dikumpulkan<br />1. Data Primer<br />Data yang didapatkan dari daftar tilik (checlist) dan kualitas bakteriologis diperoleh dari hasil pemeriksaan di laboratorium pada Dinas Kesehatan Kota Mataram.<br />2. Data Sekunder<br />Data yang diperoleh dari lingkungan itu sendiri yaitu data geografi dan biografi.<br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br />BAB IV<br />HASIL PENELITIAN<br /><br />A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian<br />Gebang Barat merupakan salah satu lingkungan yang ada di Kelurahan Pegesangan Timur Kecamatan Mataram Kota Mataram, dengan luas wilayah 980 Ha.<br />Gebang Barat Kelurahan Pegesangan Timur terdiri dari 4 RT yaitu RT. 1, RT. 2, RT. 3 dan RT. IV.<br />Adapun batas wilayah Gebang Barat adalah sebagai berikut :<br />1) Di sebelah Timur berbatasan dengan Jl. Bung Karno<br />2) Di sebelah Selatan berbatasan dengan Jl. Jelantik Gosa<br />3) Di sebelah Barat berbatasan dengan Karang Sukun<br />4) Di sebelah Utara berbatasan dengan JI. Bung Hatta<br /><br />1. Data Umum<br />a. Jumlah Penduduk<br />Berdasarkan hasil sensus yang dilakukan tahun 2009 jumlah penduduk sebanyak 299 KK atau 1.065 jiwa yang terdiri dari 534 jiwa laki-laki dan 531 jiwa perempuan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.1.<br />Tabel 4.1.<br />Jumlah Penduduk Lingkungan Gebang Barat <br />Menurut Kelompok Umur Tahun 2009<br />No Kelompok Umur Jumlah Presentase<br />1 0 – 12 tahun 121 12 %<br />2 13 – 18 tahun 598 57 %<br />3 19 – 59 tahun 158 22 %<br />4 < 60 tahun 88 9 %<br /> Jumlah 1.065 100 %<br />Sumber : Monografi Lingkungan Gebang Barat Kelurahan Pagesangan Timur Kecamatan Kota Mataram<br /><br />Dari data tersebut di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk umur antara 13-18 tahun sebanyak 57% dan umur 19-59 tahun sebesar 22%, sedangkan 0-12 tahun sebanyak 12%.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />b. Pendidikan<br />Tabel 4.2<br />Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat <br />Pendidikan di Lingkungan Gebang Barat Tahun 2008/ 2009<br />No Tingkat Pendidikan Jumlah Peresentase<br />1 Rendah 760 89%<br />2 Sedang 78 9%<br />3 Tinggi 18 2%<br /> Jumlah 846 100<br />Sumber : Monografi Lingkungan Gebang Barat Kelurahan Pagesangan Timur Kecamatan Mataram Kota Mataram<br /><br />Tingkat pendidikan formal penduduk Lingkungan Gebang Barat yaitu tamat pendidikan rendah 760 jiwa atau 89%, pendidikan sedang 78 jiwa atau 9%, pendidikan tinggi 18 jiwa atau 2%.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />c. Pekerjaan<br />Tabel 4.3<br />Jumlah Penduduk Gebang Barat Menurut <br />Mata Pencaharian/Pekerjaan Tahun 2009<br />No Kelompok Umur Jumlah Peresentase<br />1 Petani 8 1<br />2 Pegawai Negeri 12 2%<br />3 Swasta 75 10%<br />4 Buruh 670 87%<br /> Jumlah 765 100<br />Sumber : Monografi Lingkungan Gebang Barat Kelurahan Pagesangan Timur Kecamatan Mataram Kota Mataram<br /><br />Berdasarkan hasil pencatatan data mengenai pekerjaan penduduk Gebang Barat tahun 2008/2009 diperoleh sebagian besar penduduk bekerja sebagai buruh yaitu 670 jiwa atau 87%, sedangkan pekerja lainnya yaitu swasta 75 jiwa atau 10%, pegawai negeri 12 jiwa atau 2% dan petani hanya 8 jiwa atau 1 %.<br />2. Data Khusus<br />a. Data Prasarana Kesehatan<br />Dalam rangka melayani masyarakat, baik dalam tindakan kuratif maupun prefentif di Gebang Barat termasuk wilayah kerja Puskesmas Pagesangan. Dari pencatatan Puskesmas Pagesangan diketahui jumlah pemilik jamban 43 buah, PDAM 8 buah, sumur gali 77 unit.<br />b. Data 10 Penyakit Utama<br />Data kasus penyakit yang tercatat di Puskesmas Pagesangan selama tahun 2008/2009 dapat dilihat dalam table :<br />Tabel 4.4<br />Rekapitulasi 10 Penyakit Terbesar <br />Di Gebang Barat Tahun 2009<br />No Jenis Penyakit<br />1 ISPA<br />2 Infeksi<br />3 Diare<br />4 Alergi<br />5 Mata<br />6 Rongga Mulut<br />7 DBD<br />8 Malaria<br />9 Perut<br />10 Bronchitis<br />Sumber : Laporan Puskesmas Pagesangan Tahun 2008/2009<br />Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah penyakit terbesar adalah ISPA, penyakit terbesar kedua adalah infeksi, dengan penyakit terbesar ketiga adalah penyakit diare, penyakit terbesar keempat adalah alergi, kelima Penyakit mata, ke enam penyakit rongga mulut, ketujuh demam berdarah dengue, penyakit terbesar ke delapan adalah malaria, penyakit terbesar kesembilan yaitu penyakit perut dan penyakit terbesar kesepuluh adalah bronchitis.<br /><br />B. Data Hasil Penelititan<br />1. Keadaan Fisik Sumur Gali<br />Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan data mengenai keadaan fisik sumur gali yang ada di Gebang Barat adalah sebagai berikut:<br />Tabel 4.5<br />No Keadaan Fisik Sumur<br />Gali Jumlah (Unit) Peresentase<br />1 Saniter 15 50%<br />2 Tidak Saniter 15 50%<br /> Jumlah 30 100%<br /><br />Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa sumur yang diperiksa keadaan fisik saniter adalah 15 unit adalah 15 atau 50% dan sumur yang keadaan fisik tidak saniter adalah 15 unit atau 50%.<br /><br />2. Kualitas Air (Bakteriologis)<br />Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan data mengenai kualitas air (bakteriologis) yang ada di Gebang Barat adalah sebagai berikut :<br />Tabel 4.6<br />Kualitas Bakteriologis Air di Gebang Barat<br />Tahun 2009<br />No Kualitas Air (bakteriologis) Jumlah (unit) Peresentase<br />1 Memenuhi Syarat 9 30%<br />2 Tidak Memenuhi Syarat 21 70%<br /> Jumlah 30 100%<br /><br />Dari tabel di atas dilihat bahwa 30 unit sumur atau 100% sumur yang diperiksa; sumur yang memenuhi syarat kualitas air (bakteriologis) 9 unit atau 30% dan sumur yang tidak memenuhi syarat kualitas air (bakteriologis) adalah 21 buah atau 70%.<br />3. Jumlah Sumur yang Keadaan Fisik Sumur Saniter dengan Kualitas Air Sumur (Bakteriologis)<br />Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan data mengenai jumlah sumur yang keadaan fisik saniter dengan kualitas air sumur (bakteriologis) di Gebang Barat adalah sebagai berikut:<br /><br /><br />Tabel 4.7<br />Jumlah Sumur yang Keadaan Fisik Sumur Saniter Dengan Kualitas Air Sumur (Bakteriologis) di Gebang Barat<br />Tahun 2009<br />No Keadaan Fisik Sumur Yang<br />Saniter Jumlah<br />(unit) Peresentase<br />1 Kualitas air (bakteriologis)<br />memenuhi syarat 9 60%<br />2 Kualitas air (bakteriologis)<br />tidak memenuhi syarat 6 40%<br /> Jumlah 15 100%<br /><br />Dari tabel tersebut di atas di lihat bahwa dari 15 sumur atau 100 % yang memiliki kondisi fisik yang saniter di peroleh sumur yang memenuhi syarat kualitas air (bakteriologis ) adalah 9 unit atau 60 % dan sumur yang tidak memenuhi syarat adalah 6 unit atau 40 %.<br />4. Jumlah Sumur Yang Keadaan Fisik Sumur Tidak Saniter dengan Kualitas Air Sumur (Bakteriologis)<br />Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan data mengenai jumlah sumur yang keadaan fisik sumur tidak saniter dengan kualitas air sumur (bakteriologis) di Gebang Barat adalah seperti tabel berikut :<br /><br /><br /><br />Tabel 4. 8<br />Jumlah Sumur yang Keadaan Fisik Sumur Tidak Sanitar dengan Kualitas Air Sumur (Bakteriologis) <br />di Gebang Barat Tahun 2009<br />No Keadaan Fisik Sumur Yang Tidak Saniter Jumlah (Unit) Peresentase<br />1 Kualitas air (bakteriologis)<br />memenuhi syarat 0 0%<br />2 Kualitas air (bakteriologis)<br />tidak memenuhi syarat 15 100%<br /> Jumlah 15 100%<br />Sumber : Data Primer<br />Dari tabel tersebut di atas dilihat bahwa dari 15 sumur atau 100% yang memiliki kondisi fisik tidak saniter diperoleh sumur yang memenuhi syarat kualitas air (bakteriologis) adalah 0 unit atau 0% dan sumur yang tidak memenuhi syarat kualitas air (bakteriologis) adalah 15 unit atau 100%.<br />5. Hubungan Keadaan Fisik dengan Kualitas Air (Bakteriologis) di Gebang Barat<br />Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan data mengenai keadaan fisik sumur gali dengan kualitas air sumur (bakteriologis ) di Gebang Barat adalah seperti tabel berikut :<br /><br /><br /><br />Tabel 4.9<br />Hubungan Keadaan Fisik dengan Kualitas Air (Bakteriologis) di Gebang Barat Tahun 2009<br /><br />Independen<br /><br />Dependen Keadaan Fisik Sumur Yang Saniter Keadaan Fisik<br />Sumur Yang<br />tidak Saniter Jml<br />Kualitas air (bakteriologis)<br />memenuhi syarat 9 0 9<br />Kualitas air (bakteriologis)<br />tidak memenuhi syarat 6 15 21<br />Jumlah 15' 15 30<br />Sumber : Data Primer<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB V<br />PEMBAHASAN<br /><br />A. Keadaan Umum Lingkungan Gebang Barat<br />Gebang Barat Kelurahan Pagesangan Timur terdiri dari empat RT yaitu : RT. I, RT. II, RT. III dan RT IV, dengan jumlah penduduk sebanyak 299 KK atau 1.065 jiwa yang terdiri dari 534 jiwa laki-laki dan 531 perempuan.<br /><br />B. Keadaan Kondisi Fisik Sumur di Lingkungan Gebang Barat<br />Dari 30 sumur atau 100% yang diperiksa, sumur yang saniter adalah 15 unit atau 50% dan sumur yang tidak saniter adalah 15 unit atau 50 %.<br />Hal ini karena pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang keadaan sumur yang saniter masih kurang, sehingga masih banyak ditemukan sumur yang lantainya berlubang sehingga terjadi genangan air pada lantai sumur, juga karena banyak masyarakat yang memiliki sumur yang tidak memiliki dinding sumur dan kedap air tiga meter bawah sumur tidak ada.<br />Sebagian penduduk juga memiliki sumur yang dekat dengan sumber pencemaran, seperti dekat sungai dan lubang peresapan (septic tank) dan sebagian sumur penduduk juga tidak dilengkapi dengan saluran pembuangan air limbah, namun hanya dibiarkan menggenang bagitu saja sehingga air kembali meresap ke bawah sumur.<br /><br />C. Keadaan Kualitas Air (Bakteriologis) di Gebang Barat<br />Dari 30 unit sumur atau 100% yang diperiksa, sumur yang memenuhi syarat dari segi kualitas air (bakteriologis) adalah 9 unit atau 60% dan sumur yang tidak memenuhi syarat kualitas air (bakteriologis) adalah 21 unit atau 40%. Keadaan ini dipengaruhi oleh keadaan konstruksi sumur-sumur tersebut yang tidak seniter.<br />Setelah melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh instansi kesehatan, dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Mataram ternyata kebanyakan sumur penduduk tidak memenuhi syarat dari segi kualitas air (bakteriologis).<br /><br />D. Hubungan Kondisi Fisik Sumur dengan Kualitas Air (Bakteriologis) di Gebang Barat<br /><br />Dari 15 unit sumur atau 100% yang memiliki kondisi fisik saniter diperoleh sumur yang memenuhi syarat kualitas air (bakteriologis) adalah 9 unit atau 60% dan sumur yang tidak memenuhi syarat kualitas air (bakteriologis) adalah 6 unit atau 40%. Dari 15 sumur atau 100% yang memiliki kondisi fisik tidak saniter diperoleh sumur yang memenuhi syarat kualitas air (bakteriologis) adalah 0 unit atau 0%, dan sumur yang tidak memenuhi syarat adalah 15 unit atau 100%.<br />Tabel 4.9<br />Hubungan Keadaan Fisik dengan Kualitas Air (Bakteriologis) <br />di Gebang Barat Tahun 2009<br /><br />Independen<br /><br />Dependen Keadaan Fisik Sumur Yang Saniter Keadaan Fisik<br />Sumur Yang<br />Tidak Saniter Jml<br />Kualitas air (bakteriologis)<br />memenuhi syarat 9 0 9<br />Kualitas air (bakteriologis)<br />tidak memenuhi syarat 6 15 21<br />Jumlah 15 15 30<br /><br /> <br /> = <br /> = <br /> = <br /> = 12,8<br />Dilihat dari hasil perhitungan kai kuadrat di atas, dimana α = 5% (0,05) dan df – (c-1) x (R-1) = (2-1) x (2-1) DF = 1x1 = 1, maka X2 α = 3,84 dan X2 = 12,8 maka X2 hitung > X2 α dalam tabel.<br /><br /><br /><br />Dengan demikian terdapat perbedaan yang bermakna antara kondisi fisik sumur terhadap kualitas air (bakteriologis). Jadi terdapat hubungan antara kondisi fisik sumur dengan kualitas bakteriologisnya maka hipotesis dalam penelitian ini telah terjawab.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB VI<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />A. Kesimpulan<br />Sesuai dengan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :<br />1. Dari segi konstruksi sumur, maka jumlah sumur yang saniter adalah 15 unit atau 50% dan yang tidak saniter adalah 15 unit atau 50%.<br />2. Dari segi kualitas air (bakteriologis) maka jumlah sumur yang memenuhi syarat dari segi kualitas air adalah 9 unit atau 30% dan sumur yang tidak memenuhi syarat kualitas air (bakteriologis) adalah 21 unit atau 70%.<br />3. Dari 15 unit atau 100% sumur yang kondisi fisiknya saniter, kualitas bakteriologis yang memenuhi syarat adalah 9 unit atau 60%, sedangkan kualitas bakteriologis yang tidak memenuhi syarat adalah 6 unit atau 40%.<br />4. Dari 15 unit atau 100% sumur yang keadaan fisiknya tidak saniter, kualitas bakteriologis yang memenuhi syarat adalah 0 unit atau 0%, sedangkan yang tidak memenuhi syarat adalah 15 unit atau 100%.<br />5. Setelah dianalisis dengan menggunakan kai kuadrat maka terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kualitas bakteriologisnya. Jadi terdapat hubungan antara keadaan fisik sumur gali dengan kualitas air (bakteriologis) di Gebang Barat Kelurahan Pagesangan Timur Kecamatan Mataram Kota Mataram. Maka hipotesis dalam penelitian ini telah terjawab.<br /><br />B. Saran-Saran<br />Berkaitan dengan hasil kesimpulan yang diperoleh, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:<br />1. Bagi Masyarakat<br />a. Agar masyarakat memperhatikan keadaan sumur masing¬masing, memperhatikan keadaan lingkungan agar sumber air terutama air sumur tidak mudah tercemar .<br />b. Membiasakan diri memasak air sebelum diminum agar tidak menimbulkan penyakit.<br />2. Bagi Pemerintah/Instansi Terkait<br />a. Kepada puskesmas setempat agar selalu memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar selalu memperhatikan sumur mereka masing¬-masing.<br />b. Memberikan pengawasan terhadap kualitas air yang ada dengan memberikan bubuk kaporit sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi air yang sehat.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Darpito, Hening. "Pedoman Teknis Grading Penyehatan Air Sistem Perpipaan" Jakarta: Direktorat Penyehatan Air Ditjen PPM dan PLP Depkes, 1997<br />Darpito, Hening. "Pengawasan Kulaitas Air" Jakarta Departemen Kesehatan, 1997<br />Darpito, Hening, dkk., "Pedoman Pelaksaan Pengawasan Kualitas Air Minum" Jakarta: Dirjen POM dan PLP Depkes RI, 1995<br />Darpito, Hening, dkk., "Pelatihan Penyehatan Air" Jakarta Depkes RI, 1995<br />Depkes dan Kessos RI. “Penatalaksanaan Penyakit Berbasis Lingkungan di Klinik Sanitasi, untuk Puskesmas”. Dit.Jen. P2MPL, 1998<br />Dinas Kesehatan Prop. NTB. “Pedoman Klinik Sanitasi untuk Puskesmas Sub.Din Bina Penyehatan Lingkungan”. 2003<br />Dinas Kesehatan Prop. Jawa Tengah. “Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih”. (Proyek PKAB Tahun 1996/1997)<br />Djabu, Udin, dkk. “Pedoman Bidang Studi Pembuangan Tinja dan Air Limbah Pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi Lingkungan, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan”. Dep. Kes RI, Jakarta. 1990/ 1991<br />Notoatmojo, Soehidjo. “Metode Penelitian Kesehatan”, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993<br />Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. “Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman”. Jakarta, 1989<br />Sanropie, Djasio, M. Sc,dkk. “Pedoman Studi Penyediaan Air Bersih Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai”. Depkes RI, Jakarta 1984<br />Suparlan. M.Se. “Pedoman Pengawasan Tempat-Tempat Umum”, Merdeka Print, Suarabaya 1998<br /><br /><br /> <br />DAFTAR TILIK (CHECLIST) KEADAAN FISIK SUMUR GALI YANG SANITER<br />Lingkungan : GEBANG BARAT<br />Kelurahan : PAGESANGAN TIMUR<br />Tanggal : 5 SEPTEMBER 2009<br />No Nama KK Umur KK Jml Jiwa URAIAN DIAGNOSA KHUSUS Jml Skor Resiko<br /> 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 <br /> Ada jamban dlm 10m Ada sumber pencemaran lain dalam 10m Ada kolam/ genangan air dalam 2m SPAL rusak/ tidak ada Pagar keliling sumur tidak sempurna Lantai radius < 1m Ada genangan air di atas lantai sumur Ada keretakan pada lantai sumur Ember dan tali timba diletakkan sedemikian rupa Bibir sumur tidak sempurna Dinding sumur tidak diplester <br /> Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk <br />1 BAHRUDIN 45 4 √ √ √ √ √ √ 6<br />2 NURKIAH 60 6 √ √ √ √ √ √ 6<br />3 RAPI UDIN 60 7 √ √ √ √ √ √ 6<br />4 SOLEH 52 3 √ √ √ √ √ √ 6<br />5 MUSRIL 45 8 √ √ √ √ √ 5<br />6 HJ. MUSTAKIM 60 8 √ √ √ √ √ √ 6<br />7 INAK AWI 41 5 √ √ √ √ √ √ 6<br />8 AMAK AWI 54 6 √ √ √ √ √ √ 6<br />9 JUMINAH 35 7 √ √ √ √ √ √ 6<br />10 BAAH 43 6 √ √ √ √ √ √ 6<br />11 SAMIUN 35 5 √ √ √ √ √ √ 6<br />12 INDRA 27 2 √ √ √ √ √ √ 6<br />13 DEDI 45 7 √ √ √ √ √ 5<br />14 BEDUL 52 5 √ √ √ √ √ √ 6<br />15 ABAHA 56 6 √ √ √ √ √ √ 6<br /><br />MS : Apabila jumlah “Ya” 6 item<br />TMS : Apabila jumlah “Ya” < 6 item<br /><br /><br />DAFTAR TILIK (CHECLIST) KEADAAN FISIK SUMUR GALI YANG TIDAK SANITER<br /><br />Lingkungan : GEBANG BARAT<br />Kelurahan : PAGESANGAN TIMUR<br />Tanggal : 5 SEPTEMBER 2009<br />No Nama KK Umur KK Jml Jiwa URAIAN DIAGNOSA KHUSUS Jml Skor Resiko<br /> 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 <br /> Ada jamban dlm 10m Ada sumber pencemaran lain dalam 10m Ada kolam/ genangan air dalam 2m SPAL rusak/ tidak ada Pagar keliling sumur tidak sempurna Lantai radius < 1m Ada genangan air di atas lantai sumur Ada keretakan pada lantai sumur Ember dan tali timba diletakkan sedemikian rupa Bibir sumur tidak sempurna Dinding sumur tidak diplester <br /> Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk <br />1 HERMAN 25 6 √ √ √ √ √ 5<br />2 UDIN 52 4 √ √ √ √ √ 5<br />3 SAFIRI 43 3 √ √ √ √ √ 5<br />4 HUMAIDI 26 5 √ √ √ √ √ 5<br />5 MARAIATI 24 8 √ √ √ √ √ 5<br />6 RAMLI 31 3 √ √ √ √ √ 5<br />7 HARIAH 24 4 √ √ √ √ √ 5<br />8 NASIR 27 7 √ √ √ √ √ 5<br />9 UMAH 23 3 √ √ √ √ 4<br />10 LUPI 27 6 √ √ √ √ 4<br />11 JUNAIDI 35 7 √ √ √ √ √ 5<br />12 MUTISAH 40 5 √ √ √ √ 4<br />13 NURIAH 33 4 √ √ √ √ √ 5<br />14 SAIBU 26 5 √ √ √ √ √ 5<br />15 ISMAIL 30 6 √ √ √ √ √ 5<br /><br />MS : Apabila jumlah “Ya” 6 item<br />TMS : Apabila jumlah “Ya” < 6 item<br /><br /> <br />DAFTAR : HASIL PEMERIKSAAN SAMPEL AIR SUMUR YANG KEADAAN FISIKNYA TIDAK SANITER DI LINGKUNGAN GEBANG BARAT TAHUN 2009<br /><br />NO NAMA PEMILIK SARANA MS TMS<br />1 HERMAN √ <br />2 UDIN √ <br />3 SAFIRI X<br />4 JUMAIDI √ <br />5 MARAIATI X<br />6 RAMLI √ <br />7 HARIAH X<br />8 NASIR √ <br />9 UMAH X<br />10 LUPI √ <br />11 JUNAIDI X<br />12 MUTISAH √ <br />13 NURIAH X<br />14 SAIBU √ <br />15 ISMAIL √ <br /><br />Keterangan :<br />MS : Memenuhi Syarat<br />TMS : Tidak Memenuhi Syarat<br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR : HASIL PEMERIKSAAN SAMPEL AIR SUMUR YANG KEADAAN FISIKNYA SANITER DI LINGKUNGAN GEBANG BARAT TAHUN 2009<br /><br />NO NAMA PEMILIK SARANA MS TMS<br />1 BAHRUDIN <br />2 NURKIAH <br />3 RAPI UDIN <br />4 SOLEH <br />5 MUSRIL <br />6 HJ. MUSTAKIM <br />7 INAK AWI <br />8 AMAK AWI <br />9 JUMINAH <br />10 BAAH <br />11 SAMIUN <br />12 INDRA <br />13 DEDI <br />14 BEDUL <br />15 ABAHA <br /><br />Keterangan :<br />MS : Memenuhi Syarat<br />TMS : Tidak Memenuhi SyaratPetrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-49111175035635193612009-11-01T08:39:00.001-08:002009-11-01T08:39:47.750-08:00ASKEP TB PARU 2ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) <br />TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)<br /><br /><br />TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)<br /><br />A. Pengertian<br /> <br />Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.<br /><br /><br />B. Etiologi<br /><br />Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu mycobacterium tuberkulosis dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam.<br /><br /><br />C. Patofisiologi<br /><br />Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh linfe, basil berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.<br />Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.<br />Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji – biji kecil sebesar kepala jarum).<br />Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan ditempat tersebut.apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe).<br /><br /><br />D. Tanda dan Gejala<br /><br />Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah :<br />1. Keadaan postur tubuh klien yang tampak etrangkat kedua bahunya.<br />2. BB klien biasanya menurun; agak kurus.<br />3. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C.<br />4. Batu lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.<br />5. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.<br />6. Sesak nafas.<br />7. Nyeri dada.<br />8. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada malam hari).<br /><br />E. Pemeriksaan Penunjang<br />1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.<br />2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.<br />3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.<br />4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.<br />5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.<br />6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.<br />7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.<br />8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.<br />9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).<br /><br />F. Penatalaksanaan<br /><br />Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :<br />1. Jangka pendek.<br />Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.<br />o Streptomisin inj 750 mg.<br />o Pas 10 mg.<br />o Ethambutol 1000 mg.<br />o Isoniazid 400 mg.<br />Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.<br />Therapi TB paru dapat dilakkukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :<br />o INH.<br />o Rifampicin.<br />o Ethambutol.<br />Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.<br />2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :<br />o Rifampicin.<br />o Isoniazid (INH).<br />o Ethambutol.<br />o Pyridoxin (B6).<br /><br /> <br />ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)<br /><br />A. Pengkajian<br />1. Aktivitas / istirahat.<br />Gejala :<br />o Kelelahan umum dan kelemahan.<br />o Nafas pendek karena bekerja.<br />o Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat.<br />o Mimpi buruk.<br /><br />Tanda :<br />o Takhikardi, tachipnoe, / dispnoe pada kerja.<br />o Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).<br />2. Integritas Ego.<br />Gejala :<br />o Adanya faktor stres lama.<br />o Masalah keuanagan, rumah.<br />o Perasaan tak berdaya / tak ada harapan.<br />o Populasi budaya.<br />Tanda :<br />o Menyangkal. (khususnya selama tahap dini).<br />o Ancietas, ketakutan, mudah tersinggung.<br />3. Makanan / cairan.<br />Gejala :<br />o Anorexia.<br />o Tidak dapat mencerna makanan.<br />o Penurunan BB.<br />Tanda :<br />o Turgor kulit buruk.<br />o Kehilangan lemak subkutan pada otot.<br />4. Nyeri / kenyamanan.<br />Gejala :<br />o Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.<br />Tanda :<br />o Berhati-hati pada area yang sakit.<br />o Perilaku distraksi, gelisah.<br />5. Pernafasan.<br />Gejala :<br />o Batuk produktif atau tidak produktif.<br />o Nafas pendek.<br />o Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinjeksi.<br />Tanda :<br />o Peningkatan frekuensi nafas.<br />o Pengembangan pernafasan tak simetris.<br />o Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau unilateral (effusi pleura / pneomothorax) bunyi nafas tubuler dan / atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selam inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels – posttusic).<br />o Karakteristik sputum ; hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.<br />o Deviasi trakeal ( penyebaran bronkogenik ).<br />o Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental ( tahap lanjut ).<br />6. Keamanan.<br />Gejala :<br />o Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)<br />Tanda :<br />o Demam rendah atau sakit panas akut.<br />7. Interaksi sosial.<br />Gejala :<br />o Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular. <br />o Perubahan pola biasa dalam tangguang jaawab / perubahan kapasitas fisik untuk melaksankan peran.<br />8. Penyuluhan / pembelajaran.<br />Gejala :<br />o Riwayat keluarga TB.<br />o Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk.<br />o Gagal untuk membaik / kambuhnya TB.<br />o Tidak berpartisipasi dalam therapy.<br /><br />B. Diagnosa keperawatan Yang Muncul<br />1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.<br />2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.<br /><br />C. Intervensi<br /><br />Diagnosa Keperawatan 1. :<br />Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.<br />Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.<br />Kriteria hasil :<br />• Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.<br />• Mendemontrasikan batuk efektif.<br />• Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.<br />Intervensi :<br />• Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.<br />R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.<br />• Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.<br />R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.<br />• Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.<br />R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.<br />• Lakukan pernapasan diafragma.<br />R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.<br />• Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.<br />R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.<br />• Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.<br />R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.<br />• Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.<br />R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.<br />• Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.<br />R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.<br />• Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian expectoran, pemberian antibiotika, konsul photo toraks.<br />R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.<br />Diagnosis Keperawatan 2. :<br />Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.<br />Tujuan : Pertukaran gas efektif.<br />Kriteria hasil :<br />• Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.<br />• Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.<br />• Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.<br />Intervensi :<br />• Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.<br />R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.<br />• Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.<br />R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.<br />• Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.<br />R/Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.<br />• Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.<br />R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.<br />• Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.<br />R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.<br />• Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian antibiotika, pemeriksaan sputum dan kultur sputum, konsul photo toraks.<br />R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-64360557344803390472009-11-01T08:30:00.001-08:002009-11-01T08:34:33.599-08:00ASKEP TB PARU 1ASUHAN KEPERAWATAN Tuberkolusis paru dengan EFUSI <br /><br />1.Definisi<br />a.Tuberkolusis<br />Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon (Hood Alsagaff, th 1995. hal 73).<br /><br />b.Efusi pleura<br />Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (John Gibson, MD, 1995, Waspadji Sarwono (1999, 786).<br />Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).<br />Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasal dari organ lain), tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni, syndroma nefrotik, hipoalbumin dan lain sebagainya. (Allsagaaf H, Amin M Saleh, 1998, 68)<br />Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragis<br />1)Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.<br /><br />2)Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.<br /><br />3)Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.<br />4)Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.<br /><br /><br />2. Faktor- faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah .<br />a. anatomi dan fisiologi<br />System pernafasan terdiri dari hidung , faring , laring ,trakea , bronkus , sampai dengan alveoli dan paru-paru<br />Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama , mempunyai dua lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara , debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung . hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa (Drs. H. Syaifuddin. B . Ac , th 1997 , hal 87 )<br />Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan , faring terdapat dibawah dasar tengkorak , dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher . faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring , bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring , dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring .(Drs .H.syafuddin. B.Ac 1997 hal 88)<br />Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa . trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri (Drs .H . Syaifuddin .B. Ac th 1997, hal 88-89).<br />Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan kiri , bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung – ujung nya terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli (H.Syaifuddin B Ac th1997, hal 89-90).<br />Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung – gelembung .paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut. Sedangkan kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kuranglebih 5 liter. (Drs. H. Syaifuddin . B.Ac .th 1997 hal 90 , Evelyn,C, Pierce , 1995 hal 221).<br />Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD, 1995, 121).<br />Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104).<br />Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada radix paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut.<br />Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh (ekspirasi) yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru .proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:<br />1) Ventilasi pulmoner.<br />Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara terdorong keluar. (Ni Luh Gede.Y.A.SKp.1995.hal 124. Drs.H.Syaifuddin.B.Ac.1997.hal 91).<br /><br />2) Difusi Gas.<br />Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas melalui membran pernafasan yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas permukaan membran, komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting yaitu alveoli dan darah. (Ni Luh Gede.Y.A. SKP. Th 1995 hal 124, Drs. H. Syaifuddin. B.Ac.1997 hal 93 .Hood .Alsegaff th 1995 . hal 36-37).<br /><br />3) Transportasi Gas<br />Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2 kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 % yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel .(Ni Luh Gede Y. A. Skp th1995 hal 125 Hood Alsegaff th 1995 hal 40).<br />Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah bergerak satu ke yang lainnya (John Gibson, MD, 1995, 123). Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur (Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam mediastinum. Permukaan superior dari diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietis disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang potensial. Karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).<br /><br /><br />b. Patofisiologi<br />Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya .(Sylvia.A.Price.1995.hal 754)<br />Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. (dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 )<br />Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.(Sylvia.A Price:1995;754)<br />Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.(Syilvia.A Price:1995;754)<br />Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).<br />Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).<br />c. Pathway Efusi Peura<br />3. Dampak Masalah<br />Pada keadaan tubericulosis paru muncul bermacam – macam masalah baik bagi penderita maupun keluarga.<br />a. Terhadap penderita<br />Sebagaimana penderita penyakit yang lain, pada pasien effusi pleura akan mengalami suatu perubahan baik bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak yang diakibatkan oleh proses penyakit atau pengobatan dan perawatan. Pada umumnya Px dengan effusi pleura akan tampak sakit, suara nafas menurun adanya nyeri pleuritik terutama pada akhir inspirasi, febris, batuk dan yang lebih khas lagi adalah adanya sesak nafas, rasa berat pada dada akibat adnya akumulasi cairan di kavum pleura.<br />1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat<br />Tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan (dr. Hendrawan Nodesu 1996, hal 14 – 15).<br /><br />2) Pola nutrisi dan metabolisme<br />Pada penderita tuberculosis paru mengeluh adanya anoreksia, nafsu makan menurun, badan kurus, berat badan menurun, karena adanya proses infeksi (Marilyn. E. Doenges, 1999).<br /><br />3) Pola aktivitas<br />Pada penderita TB paru akan mengalami penurunan aktivitas dan latihan dikarenakan akibat dari dada dan sesak napas (Marilyn. E. Doenges, 2000).<br /><br />4) Pola tidur dan istirahat<br />Dengan adanya nyeri dada dan baluk darah pada penderita TB paru akan mengakibatkan tergantung kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E. Doenges, 1999).<br /><br />5) Pola hubungan dan peran<br />Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari penularan terhadap anggota keluarga yang lain. (Marilyn. E. Doenges, 1999).<br /><br />6) Pola persepsi dan konsep diri<br />Ketakutan dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000).<br /><br />7) Pola penanggulangan stress<br />Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatan stress pada diri penderita, sehingga banyak penderita yang tidak menjutkan lagi pengobatan. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996, hal 23).<br /><br />8) Pola eliminasi<br />Pada penderita TB paru jarang dan hampir tidak ada yang mengeluh dalam hal kebiasaan miksi maupun defeksi.<br /><br />9) Pola sensori dan kognitif<br />Daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa, penglihatan dan pendengaran) tidak ditemukan adanya gangguan.<br /><br />10) Pola reproduksi dan seksual<br />Pada penderita TB paru pola reproduksi tidak ada gangguan tetapi pola seksual mengalami gangguan karena sesak nyeri dada dan batuk.<br /><br />b. Dampak Masalah Keluarga<br />Pada keluarga yang salah satunya menderita tuberkulosis paru menimbulkan dampak kecemasan akan keberhasilan pengobatan, ketidaktahuan tentang masalah yang dihadapi, biaya yang cukup mahal serta kemungkinan timbulnya penularan terhadap anggota keluarga yang lain.<br />Pada umumnya keluarga pasien akan merasa dituntut untuk selalu menjaga dan memenuhi kebutuhan pasien. Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit sehingga keluarga pasien akan memberi perhatian yang lebih pada pasien. Keluarga menjadi cemas dengan keadaan pasien karena mungkin sebagai orang awam keluarga pasien kurang mengerti dengan kondisi pasien dan tentang bagaimana perawatannya. Lamanya perawatan pasien banyaknya biaya pengobatan merupakan masalah bagi pasien dan keluarganya terlebih untuk keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah.<br />Secara langsung peran pasien sesuai statusnya pun akan mengalami perubahan bahkan gangguan selama pasien dirawat.<br />ASUHAN KEPERAWATAN<br /><br />Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Canpernito, 2000,2).<br />Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu perawat dalam melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).<br />Dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 4 tahap yaitu : Pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (H. Lismidar, 1990, IX).<br /><br />PENGKAJIAN<br />Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan, pengkajian terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa keperawatan. (H. Lismidar, 1990. Hal 1).<br /><br />Pengumpulan data<br />Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu:<br />1) Identitas klien<br />Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1).<br /><br />2) Keluhan Utama<br />Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.<br /><br /><br />3) Riwayat penyakit sekarang<br />Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.<br />Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.<br />4) Riwayat penyakit dahulu<br />Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.<br /><br />5) Riwayat penyakit keluarga<br />Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.<br /><br />6) Riwayat psikososial<br />Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.<br />Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).<br /><br />7) Pola fungsi kesehatan<br />a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat<br />Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.<br />Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).<br />b) Pola nutrisi dan metabolik<br />Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.<br />Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun. (Marilyn. E. Doenges, 1999).<br /><br />c) Pola eliminasi<br />Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.<br />Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi.<br />d) Pola aktivitas dan latihan<br />Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.<br />Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas. (Marilyn. E. Doegoes, 1999).<br /><br />e) Pola tidur dan istirahat<br />Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.<br />Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat. (Marilyn. E. Doenges, 1999).<br />f) Pola hubungan dan peran<br />Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.<br />Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular. (Marilyn. E. Doenges, 1999).<br /><br />g) Pola sensori dan kognitif<br />Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.<br /><br />h) Pola persepsi dan konsep diri<br />Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.<br />Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya. (Marilyn. E. Doenges, 1999).<br /><br />i) Pola reproduksi dan seksual<br />Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.<br />Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.<br /><br />j) Pola penanggulangan stress<br />Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.<br />Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 23).<br />k) Pola tata nilai dan kepercayaan<br />Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.<br />Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.<br /><br />8) Pemeriksaan fisik<br />Status Kesehatan Umum<br />Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.<br /><br />Berdasarkan sistem – sistem tubuh<br />a) Sistem pernapasan<br />Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :<br />Inspeksi : Adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah. (Purnawan Junadi DKK, th 1982, hal 213)<br />Palpasi : Fremitus suara meningkat. (Hood Alsogaff, 1995. Hal 80)<br />Perkusi : Suara ketok redup. (Soeparman, DR. Dr. 1998. Hal 718)<br />Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring. (Purnawan. J. dkk, 1982, DR. Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)<br />Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.<br />Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.<br />Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medial penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.<br />Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkim paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)<br /><br />b) Sistem kordiovaskuler<br />Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.<br />Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras. (DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718).<br /><br />c) Sistem neurologis<br />Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.<br />Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 4 – 5 – 6.<br /><br />d) Sistem gastrointestinal<br />Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.<br />Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).<br />Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun. (DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718).<br /><br />e) Sistem muskuloskeletal<br />Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.<br />Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan. (Hood Al Sagaff, 1995. Hal 87).<br /><br />f) Sistem integumen<br />Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.<br />Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.<br /><br />g) Sistem pengindraan<br />Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.<br /><br />h) Sistem genetalia<br />Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia.<br /><br />9) Pemeriksaan penunjang<br />a) Pemeriksaan Radiologi<br />Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru – paru atau pada segmen superior lobus bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719).<br />Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).<br /><br />b) Pemeriksaan laboratorium<br />(1) Darah<br />Adanya kurang darah, ada sel – sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif. (Head Al Sagaff. 1995. Hal 91).<br /><br />(2) Sputum<br />Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari. (DR. Dr. Soeparman dkk, 1998. Hal 719, Barbara. T. long. Long. Hal 447, th 1996).<br /><br />(3) Test Tuberkulosis<br />Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan. (DR. Dr. Soeparman, 1998, hal 721, Sylvia. A. price, 1995, hal 755, Barbara. C. long, 1996, hal 446).<br /><br />Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :<br />a. Pemeriksaan Biokimia<br />Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :<br />Transudat Eksudat<br />Kadar protein dalam effusi 9/dl <> 3<br />Kadar protein dalam effusi <> 0,5<br />Kadar protein dalam serum<br />Kadar LDH dalam effusi (1-U) <> 200<br />Kadar LDH dalam effusi <> 0,6<br />Kadar LDH dalam serum<br />Berat jenis cairan effusi <> 1,016<br />Rivalta Negatif Positif<br />Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura :<br />- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma<br />- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).<br />b. Analisa cairan pleura<br />- Transudat : jernih, kekuningan<br />- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan<br />- Hilothorax : putih seperti susu<br />- Empiema : kental dan keruh<br />- Empiema anaerob : berbau busuk<br />- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah<br />c. Perhitungan sel dan sitologi<br />Leukosit 25.000 (mm3):empiema<br />Banyak Netrofil : Pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru<br />Banyak Limfosit : Tuberculosis, limfoma, keganasan.<br />Eosinofil meningkat : Emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur<br />Eritrosit : Mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.<br />Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.<br />Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)<br />d. Bakteriologis<br />Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).<br />ANALISA DATA<br />Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Masalah klien yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu makan menurun, aktivitas, lemas, potensial, penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.<br />Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa sehingga dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada klien tuberkulosis paru komplikasi effusi pleura. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.<br /><br />DIAGNOSA KEPERAWATN<br />Tahap akhir dari perkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang dapat diatas dengan tindakan keperawatan (H. Lismidar, 1990, 12).<br />Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi diagnosa aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1)<br />Dari analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan tuberkulosis paru komplikasi effusi pleura sebagai berikut :<br />1) Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk (Marilyn E. Doenges, 1999)<br />2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan keletihan, anorerksia atau dispnea. (Marilyn. E. Doenges, 1999)<br />3) Resiko terhadap transmisi infeksi sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potogen. (Marilyn. E. Doenges, 1999)<br />4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah.<br />5) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk. (Marilyn. E. Doenges, 1999)<br />6) Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan efektif proses dan kerusakan membran alveolar – kapiler. (Marilyn. E. Doenges, 1999)<br />7) Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan nyeri dada. (lynda, J. Carpenito, 1998).<br />8) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).<br />9) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).<br />10) Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).<br />11) Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).<br />12) Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah). (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).<br />13) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. (Barbara Engram, 1993).<br />PERENCAAAN<br />Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan merumuskan Diagnosa keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun rencana tindakan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16). Dalam tahap perencanaan ini meliputi 3 tahap yaitu : menentukan prioritas Diagnosa keperawatan, menentukan tujuan m+erencanakan tindakan keperawatan.<br />Dari Diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut :<br />1. Diagnosa keperawatan pertama : Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.<br />1. Tujuan : pola nafas efektif<br />2. Kriteria hasil :<br />- klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif<br />- frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16 – 20 kali/menit)<br />- dipsnea berkurang.<br />3. Rencana tindakan<br />a) Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan : catat setiap peruhan<br />b) Kaji kualitas sputum : warna, bau, konsistensi<br />c) Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam<br />d) Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi.<br />e) Bantu dan ajakan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai 4 jam.<br />f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat – obatan.<br />4. Rasional<br />a) Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret.<br />b) Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan perawatan dan pengobatan selanjutnya.<br />c) Mengetahui sendini mungkin perubahan pada bunyi napas.<br />d) Membantu mengembangkan paru secara maksimal.<br />e) Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret laluar.<br />f) Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial.<br /><br />2. Diagnosa keperawatan kedua : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.<br />1) Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda malnutrisi<br />2) Kriteria hasil<br />- Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat<br />- Berat badan stabil dalam batas yang normal.<br />3) Rencana tindakan<br />a) Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, riwayat mual / muntah atau diare.<br />b) Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak<br />c) Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik<br />d) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan<br />e) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.<br />f) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet.<br />4) Rasional<br />a) Berguna dalam mendefenisikan derajat / wasnya masalah dan pilihan indervensi yang tepat.<br />b) Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan / kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet.<br />c) Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan<br />d) Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.<br />e) Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu / legaster.<br />f) Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.<br />3. Diagnosa keperawatan ketiga : Resiko terhadap transmisi infeksi sehubungan dengan kurangnya pengtahuan tentang resiko patogen.<br />1) Tujuan : klien mengalami penurunan resiko untuk menularkan penyakit seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.<br />2) Kriteria hasil :<br />- klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.<br />3) Rencana tindakan.<br />a) Identifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota rumah, sahabat.<br />b) Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat.<br />c) Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan.<br />d) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis.<br />e) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.<br />f) Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal.<br />4) Rasional<br />a) Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi<br />b) Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi<br />c) Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular<br />d) Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari insiden eksaserbasi<br />e) Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan<br />f) Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran infeksi.<br /><br />4. Diagnosa keperawatan keempat : Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah.<br />1) Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya.<br />2) Kriteria hasil :<br />- Klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai perawatan diri.<br />3) Rencana tindakan<br />a) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media yang terbaik bagi klien.<br />b) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas.<br />c) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain.<br />d) Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah.<br />e) Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab pertanyaan secara nyata.<br />f) Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh jadwal obat.<br />g) Evaluasi kerja pada pengecoran logam / tambang gunung, semburan pasir.<br /><br />4) Rasional<br />a) Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.<br />b) Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.<br />c) Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien.<br />d) Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program.<br />e) Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas.<br />f) Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar.<br />g) Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis, yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan.<br /><br />5. Diagnosa keperawatan kelima : Ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk.<br />1) Tujuan : jalan nafas efektif<br />2) Kriteria hasil :<br />- klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan<br />- klien dapat mempertahankan jalan nafas<br />- pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit).<br />3) Rencana tindakan :<br />a) Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman penggunaan otot aksesori.<br />b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif.<br />c) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan untuk nafas dalam.<br />d) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.<br />e) Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi.<br />f) Lembabkan udara respirasi.<br />g) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan kortikosteroid.<br /><br />4) Rasional.<br />a) Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronkhi, mengi menunjukkan akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja penafasan.<br />b) Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.<br />c) Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas bebas untuk dilakukan.<br />d) Mencegah obstruksi /aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu mengeluaran sekret.<br />e) Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah dilakukan.<br />f) Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret.<br />g) Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia.<br /><br />6. Diagnosa keperawatan keenam : Resiko terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan efektif paru dan kerusakan membran alveolar – kapiler.<br />1) Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal<br />2) Kreteria hasil :<br />- Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea<br />- Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan<br />- Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.<br /><br />3) Rencana tindakan<br />a) Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan terbatasnya ekspansi dinding dada<br />b) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit, termasuk membran mukosa<br />c) Tujukkan / dorong bernapas bibir selama ekshalasi<br />d) Tingkatkan tirah bang / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan<br />e) Awasi segi GDA / nadi oksimetri<br />f) Berikan oksigen tambahan yang sesuai.<br /><br />4) Rasional<br />a) TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress pernapasan<br />b) Akumulasi sekret . pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ vital dan jarigan<br />c) Membuat, sehingga tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas pendek<br />d) Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala<br />e) Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi<br />f) Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru.<br /><br />7. Diagnosa keperawatn ketujuh : Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat sehubungan dengan sesak napas dan nyeri dada.<br />1) Tujuan : kebutuhan tidur terpenuhi.<br /><br />2) Kriteria hasil :<br />- memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur<br />- Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat<br />- Tanda – tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada.<br /><br />3) Rencana tindakan<br />a) kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit<br />b) Observasi efek abot – obatan yang dapat di derita klien<br />c) Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita<br />d) Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur.<br />e) Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman.<br /><br />4) Rasional<br />a) Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita<br />b) Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan kartifosteroid temasuk perubahan mood dan uisomnia<br />c) Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita<br />d) Memudahkan klien untuk bisa tidur<br />e) Lingkungan dan suasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk tidur.<br /><br />8. Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.<br />Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal<br />Kriteria hasil :<br />- Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.<br />Rencana tindakan :<br />a. Identifikasi faktor penyebab.<br />Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.<br />b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.<br />Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.<br />c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.<br />Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.<br />d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).<br />Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.<br />e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.<br />Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.<br />f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.<br />Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.<br />g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.<br />Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoxia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.<br /><br />9. Diagnosa Keperawatan Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.<br />Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi<br /><br />Kriteria hasil :<br />- Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam batas normal.<br /><br />Rencana tindakan :<br />a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.<br />Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.<br />b. Auskultasi suara bising usus.<br />Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan.<br />c. Lakukan oral hygiene setiap hari.<br />Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.<br />d. Sajikan makanan semenarik mungkin.<br />Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.<br />e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.<br />Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek.<br />f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP<br />Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.<br />g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.<br />Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh.<br /><br />10. Diagnosa Keperawatan Cemas atau ketakutan berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).<br />Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.<br />Kriteria hasil :<br />- Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.<br /><br />Rencana tindakan :<br />a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.<br />b. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.<br />Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.<br />c. Ajarkan teknik relaksasi<br />Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan<br />d. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.<br />Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.<br />e. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.<br />Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik<br />f. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.<br />Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.<br />g. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.<br />Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.<br /><br />11. Diagnosa Keperawatan Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.<br />Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.<br />Kriteria hasil :<br />- Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.<br /><br />Rencana tindakan :<br />a. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.<br />Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.<br />b. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum dirawat.<br />Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.<br />c. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.<br />Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.<br />d. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.<br />Rasional : Untuk mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.<br /><br />12. Diagnosa Keperawatan Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).<br />Tujuan :Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.<br />Kriteria hasil :<br />- Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.<br />Rencana tindakan :<br />a. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.<br />Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.<br />b. Bantu Px memenuhi kebutuhannya.<br />Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.<br />c. Awasi Px saat melakukan aktivitas.<br />Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.<br />d. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.<br />Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.<br />e. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.<br />Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.<br />f. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.<br />Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi normal.<br /><br />13. Diagnosa Keperawatan Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.<br />Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.<br />Kriteria hasil :<br />- Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.<br />- PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.<br />- Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.<br /><br />Rencana tindakan :<br />a. Kaji patologi masalah individu.<br />Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.<br />b. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.<br />Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.<br />c. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).<br />Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi.<br />d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).<br />Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.<br /><br />PELAKSANAAN<br />Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :<br />Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.<br />Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat,SKp. tahun 1994,4).<br />Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :<br />1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi<br />2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat<br />3. Keamanan fisik dan psikologia dilindungi<br />4. Dokumentasi intervensi dan respon klien.<br />(Budi Anna Keliat, SKp, tahun 1994, hal 13).<br /><br />EVALUASI<br />Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.<br />Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).<br />Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :<br />a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.<br />b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.<br />c. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.<br />d. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan aktivitas seperti biasanya.<br />e. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang merawatnya.<br />f. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.<br />g. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.<br />Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif tersebut adalah :<br />1. Tujuan tercapai<br />2. Tujuan tercapai sebagian<br />3. Tujuan tidak tercapai<br />(Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 69.Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-48848078744293158152009-11-01T08:27:00.000-08:002009-11-01T08:29:18.123-08:00ASKEP TB PARUAskep TBC Paru atau sering dikenal dengan TB paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis. <br /><br /><br />Etiologi<br />Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.<br />Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.<br />Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.<br />Proses Penularan<br />Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.<br />Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).<br />Insiden<br />Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).<br />Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.<br />Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.<br />Anatomi dan Fisiologi<br />Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka ‘letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).<br />Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.<br />Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.<br />Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.<br />Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.<br />Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.<br />Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.<br />Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.-sel jaringan (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (4) Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara. alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.<br />Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:<br />(1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer. (2) menyaring bahan beracun dari sirkulasi (3) reservoir darah (4) fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas<br />Patofisiologi<br />Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.<br />Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.<br />Manifestasi Klinik<br />Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.<br />Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:<br />1. Gejala respiratorik, meliputi:<br />a. Batuk<br />Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.<br />b. Batuk darah<br />Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.<br />c. Sesak napas<br />Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.<br />d. Nyeri dada<br />Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.<br />2. Gejala sistemik, meliputi:<br />a. Demam<br />Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.<br />b. Gejala sistemik lain<br />Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.<br />Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.<br />Gejala klinis Haemoptoe:<br />Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :<br />1. Batuk darah<br />a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan<br />b. Darah berbuih bercampur udara<br />c. Darah segar berwarna merah muda<br />d. Darah bersifat alkalis<br />e. Anemia kadang-kadang terjadi<br />f. Benzidin test negatif<br />2. Muntah darah<br />a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual<br />b. Darah bercampur sisa makanan<br />c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung<br />d. Darah bersifat asam<br />e. Anemia seriang terjadi<br />f. Benzidin test positif<br />3. Epistaksis<br />a. Darah menetes dari hidung<br />b. Batuk pelan kadang keluar<br />c. Darah berwarna merah segar<br />d. Darah bersifat alkalis<br />e. Anemia jarang terjadi<br />6. Test Diagnostik<br />Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.<br />Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :<br />a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.<br />b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)<br />c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru<br />d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu<br />e. Bayangan bilier<br />Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.<br />Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.<br />Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.<br />Klasifikasi<br />Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.<br />Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:<br />a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:<br />1. Dengan atau tanpa gejala klinik<br />2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.<br />3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.<br />b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:<br />1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif<br />2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.<br />c. Bekas TB Paru dengan kriteria:<br />a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif<br />b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.<br />c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.<br />d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).<br />Penanganan Medik<br />Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.<br />Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.<br />Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:<br />1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.<br />2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.<br />3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.<br />4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.<br />5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.<br />B. PROSES KEPERAWATAN<br />1. Pengkajian<br />Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :<br />1. Riwayat PerjalananPenyakit<br />a. Pola aktivitas dan istirahat<br />Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.<br />Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.<br />b. Pola nutrisi<br />Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.<br />Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.<br />c. Respirasi<br />Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.<br />Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).<br />d. Rasa nyaman/nyeri<br />Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.<br />Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.<br />e. Integritas ego<br />Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.<br />Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.<br />2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:<br />a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.<br />b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.<br />c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.<br />d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.<br />e. Daya tahan tubuh yang menurun.<br />f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.<br />3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:<br />a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.<br />b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.<br />c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.<br />d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.<br />4. Riwayat Sosial Ekonomi:<br />a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.<br />b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.<br />5. Faktor Pendukung:<br />a. Riwayat lingkungan.<br />b. Pola hidup.<br />Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.<br />c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.<br />6. Pemeriksaan Diagnostik:<br />a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.<br />b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).<br />c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.<br />d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.<br />e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).<br />f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.<br />3. Diagnosa Keperawatan<br />Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:<br />1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.<br />2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.<br />3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.<br />4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.<br />5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif<br />4. Rencana Keperawatan<br />Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:<br />1. Bersihan jalan napas tidak efektif<br />Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.<br />Intervensi:<br />a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.<br />Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.<br />b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.<br />Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.<br />c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.<br />Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan<br />d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.<br />Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.<br />e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.<br />Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan<br />f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.<br />Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa.<br />g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.<br />Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.<br />h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.<br />Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut.<br />2. Gangguan pertukaran gas<br />Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.<br />Intervensi<br />a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.<br />Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.<br />b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.<br />Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.<br />c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.<br />Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.<br />d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.<br />Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.<br />e. Monitor GDA.<br />Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.<br />f. Berikan oksigen sesuai indikasi.<br />Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.<br />3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi<br />Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.<br />Intervensi<br />a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.<br />Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.<br />b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.<br />Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.<br />c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.<br />Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.<br />d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.<br />Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.<br />e. Monitor temperatur.<br />Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.<br />f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.<br />Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.<br />g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.<br />Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.<br />h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.<br />Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.<br />i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.<br />Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.<br />j. Monitor sputum BTA<br />Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.<br />4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan<br />Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.<br />Intervensi:<br />a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.<br />Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.<br />b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.<br />Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.<br />c. Monitor intake dan output secara periodik.<br />Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.<br />d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).<br />Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.<br />e. Anjurkan bedrest.<br />Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.<br />f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.<br />Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.<br />g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.<br />Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.<br />h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.<br />Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.<br />i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.<br />Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.<br />j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).<br />Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.<br />k. Berikan antipiretik tepat.<br />Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.<br />5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.<br />Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.<br />Intervensi<br />a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.<br />Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.<br />b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.<br />Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.<br />c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.<br />Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.<br />d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.<br />Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.<br />e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.<br />Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.<br />f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah<br />Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.<br />g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.<br />Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis<br />h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.<br />Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.<br />i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.<br />Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.<br />j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.<br />Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.<br />k. Anjurkan untuk berhenti merokok.<br />Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.<br />l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.<br />Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.<br />5. Evaluasi<br />a. Keefektifan bersihan jalan napas.<br />b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.<br />c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.<br />d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.<br />e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehataPetrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-53467889057732207822009-10-18T04:31:00.000-07:002009-10-18T04:32:37.971-07:00Nasionalisme Kaum Muda Masa KiniSetiap memasuki bulan Oktober, kita akan selalu diingatkan oleh sebuah peristwa bersejarah dalam perjalanan bangsa ini. Peristiwa tersebut kita kenal sebagai Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sebagai bangsa beradab, tentu kita tidak ingin momentum bersejarah ini terlewatkan begitu saja. Seharusnya ada makna yang bisa diambil dari peristiwa besar ini. Salah satu makna paling menonjol dari peristiwa Sumpah Pemuda ini adalah menguatnya semangat nasionalisme di kalangan pemuda saat itu.<br />Semangat nasionalisme telah mengilhami pemuda pada masa itu, hingga mereka mampu menjadi pilar penting dan berada pada garda terdepan dalam merintis perjuangan kemerdekan bangsa Indonesia. Menarik untuk mempertanyakan bagaimana pula dengan semangat nasionalisme dan kepeloporan pemuda hari ini? Pertanyaan ini acap kali muncul di tengah keprihatinan berbagai kalangan yang mengkhawatirkan semakin lemahnya eksistensi dan posisi politik pemuda masa kini, terutama dalam mengemban misi kebangsaan. <br />Nasionalisme pemuda<br />Nasionalisme merupakan suatu kehendak untuk bersatu sebagai bangsa. Kehendak ini tumbuh karena didorong kesadaran akan adanya riwayat atau pengalaman hidup yang sama dan dijalani bersama. Demikian pengertian yang diberikan oleh Ernest Renan yang sering disebut sebagai bapak nasionalisme.<br />Peristiwa kongres pemuda tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian kita peringati sebagai Sumpah Pemuda adalah manifestasi tumbuhnya kesadaran nasional (nasionalisme) dalam perjuangan menghadapi kolonialisme dan imperialisme Belanda waktu itu. Langkah ini menjadi semacam titik balik dari pola perlawanan sebelumnya yang lebih bersifat lokal. Tidak bisa dipungkiri bahwa tumbuhnya kesadaran tersebut secara nasional tidak bisa dilepaskan dari kontribusi pemuda pada masa tersebut dengan idealisme dan paradigma barunya.<br />Demikianlah seterusnya, sejarah panjang bangsa ini mencatat konstribusi yang diberikan kaum muda di setiap persimpangan sejarah. Hingga wajar jika banyak pengamat sejarah yang menyatakan bahwa sejarah suatu bangsa sesungguhnya adalah sejarah kaum muda. Pemuda hadir pada titik persimpangan sejarah dan memberi arah bagi perjalanan bangsa ini. Sekadar menjadi catatan, perjuangan kaum muda di panggung sejarah juga terjadi di hampir seluruh belahan dunia. <br />Sejarah mereka adalah sejarah perlawanan dan pembelaan. Seperti ada benang merah bahwa gerakan pemuda biasanya lahir dari kondisi yang dihadapi masyarakat yang sudah tidak sesuai lagi dengan cita-cita negara dan harapan masyarakatnya. Mereka merespons berbagai situasi dan kondisi tersebut atas dasar kesadaran moral, tanggung jawab intelektual, pengabdian sosial, dan kepedulian politik. Tidak jarang pula ditemukan bahwa situasi global sering menjadi faktor yang memicu dan mematangkan kekuatan aksi mereka.<br />Semangat zaman<br />Lantas muncul pertanyaan bagaimana dengan pemuda masa kini? Bagaimana kita menakar nasionalisme mereka saat ini? Bagaimana pula kita memaknai peran, posisi dan kontribusi politik generasi yang sekarang ini lebih dikenal sebagai generasi anak nongkrong itu dalam panggung sejarah perubahan?<br />Louis Gottschalk dalam bukunya yang berjudul Mengerti Sejarah, memperkenalkan istilah zeigest yang biasa diartikan sebagai semangat zaman. Setiap zaman, diidentifikasi memiliki karakteristiknya sendiri. Ada tiga unsur yang mempengaruhi karakteristik semangat zaman. Pertama, ia bisa didesain oleh manusia sebagai pelaku atau tokoh sejarah. Kedua, semangat zamanlah yang membentuk manusia. <br />Ketiga, semangat zaman lahir dari sturuktur politik dan kebijakan negara. Dalam sejarah perjalanan bangsa yang menempatkan sosok kaum muda sebagai instrumen perubahan, peran politik kaum muda setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: mainstream isu yang berkembang, kepandaian menerjemahkan semangat zaman, dan ketepatan merumuskan strategi perjuangannya.<br />Pemuda Indonesia dalam sejarahan cukup memainkan perannya dalam 'mendesain' setiap peristiwa besar perubahan bangsa ini, bahkan sekaligus menjadi aktor utama dalam peristiwa perubahan tersebut. Dalam hal ini bisa katakan bahwa pemuda telah memiliki daya responsivitas yang tinggi dalam menerjemahkan semangat zamannya masing-masing. Namun di sisi lain, kenyataan memilukan yang juga sering mengemuka di setiap panggung sejarah perubahan adalah bahwa kaum muda seperti kurang memiliki energi untuk mengarahkan perubahan serta kurang memiliki kesiapan kompetensi untuk mengisi perubahan tersebut.<br />Di situlah letak tantangan yang harus dihadapi oleh kaum muda saat ini dihadapkan pada berbagai persoalan, baik di tingkat lokal seperti korupsi, kemiskinan, pengangguran, kemandirian dan lain-lain maupun di tingkat global seperti isu-isu lingkungan hidup, pemanasan global, terorisme, dan sebagainya. Itu semua tentu saja tidak bisa diselesaikan oleh para pemuda yang hanya bisa bernostalgia dan beromantisme mengenang masa yang telah berlalu.<br />Setiap perubahan perlu energi besar yang lahir dari jiwa yang senantiasa menggelora khas anak muda, cerminan dari hati yang bersih serta nurani yang senantiasa berkobar. Jadi bukan munculnya generasi anak nongkrong yang jadi persoalan. Namun, intinya adalah ketika sensitivitas krisis dari generasi muda terus melemah serta kepeduliannya terhadap persoalan-persoalan besar telah terkikis, maka tunggulah saat di mana pemuda akan semakin menepi dan terpinggirkan dari panggung sejarah peradaban.<br />Zaman mungkin boleh berubah, semangat zaman yang menyertainya pun mungkin saja berbeda. Tetapi sekali lagi, akan selalu ada cahaya di ujung lorong yang gelap jika tetap ada sekelompok pemuda di setiap zaman yang tidak kehilangan sensitivitas dan kepeduliannya. Dua hal ini merupakan substansi dari nasionalisme yang dapat dipakai sebagai syarat minimal guna menakar nasionalisme kaum muda di setiap zaman.Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-22833228432273943982009-10-18T04:30:00.001-07:002009-10-18T04:30:52.257-07:00PEMUDA DAN NASIONALISMENURUT Ernest Renan yang sering disebut sebagai “Bapak Nasionalisme”, nasionalisme mempunyai arti suatu kehendak untuk bersatu (le desir d’etreensemble) sebagai bangsa. Kehendak itu tumbuh karena didorong kesadaran akan adanya riwayat atau pengalaman hidup yang sama dan dijalani bersama.<br />Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang sejak awal anti kolonialisme dan anti imperialisme. Selain karena faktor kesamaan geografis, bahasa, kohesifitas ekonomi, yang paling pokok dari pembentukan Indonesia sebagai nation adalah make up psikologis sebagai bangsa terjajah.<br />Namun, di era kemerdekaan yang berusia 62 tahun ini, kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk fisik tentu sudah tidak muncul lagi. Pertanyaannya, bagaimana para pemuda Indonesia dapat mengaktualisasikan semangat nasionalisme di era kontemporer?<br />Penjajahan dalam bentuk perang tentu sudah berlalu lebih dari setengah abad lalu. Namun, penjajahan dalam bentuk politik, pendidikan, ekonomi, hukum, budaya, dan sebagainya masih merajalela di tengah masyarakat kita.<br />Dalam bidang ekonomi, misalnya, kita masih bisa melihat dengan jelas adanya kesenjangan sosial antara golongan ekonomi menengah ke atas dan golongan ekonomi menengah ke bawah. Kesenjangan ekonomi tersebut mengakibatkan adanya diskriminasi di tengah masyarakat dalam memperoleh pelayanan pendidikan dan hukum.<br />Selain itu, pada bidang politik, demokrasi hanya hidup dalam wacana dan retorika, tetapi mati dalam realita. Pembangunan ekonomi hanya dinikmati golongan tertentu, terutama elite kekuasaan; para pemilik modal besar; dan golongan yang dekat dengan elite kekuasaan.<br />Sementara itu, jaminan persamaan kedudukan di hadapan hukum (equality before the law) dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 1 tidak terimplementasi ke permukaan. Bahkan, hukum sering menjadi perisai kekuasaan dan alat untuk melegalkan tindakan otoriter penguasa.<br />Kondisi tersebut tentu mengindikasikan bahwa penjajahan nonfisik masih ada. Ia menagih manifestasi nasionalisme para pemuda yang merupakan motor utama pembangkit kesadaran sebagai suatu bangsa.<br />Di sisi lain, tantangan bangsa Indonesia adalah arus globalisasi. Nasionalisme memang tidak identik dengan chauvinisme. Dengan kata lain, kemampuan bangsa Indonesia tetap dituntut untuk bisa hidup berdampingan dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa sedunia.<br />Namun, yang harus diingat adalah tuntutan globalisasi jangan sampai menimbulkan intervensi negara lain dalam mengatur urusan dalam negeri Indonesia. Jadi, Indonesia tidak terjebak pada babak baru imperialisme asing.<br />Menghadapi persoalan tersebut, secara kontekstual, eksistensi kaum muda dengan semangat nasionalisme masih sangat diperlukan. Antara lain, itu bisa dilakukan dengan tetap menjaga semangat kepedulian akan nasib bangsa Indonesia, menumbuhkan kesadaran untuk mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi maupun golongan, dan melakukan gerakan moral untuk mengawal reformasi menuju masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik dalam segala sektor.<br />Kontekstualisasi nasionalisme para pemuda Indonesia adalah suatu keniscayaan. Jika tidak, mereka akan terjebak pada pemahaman nasionalisme yang salah kaprah. Nasionalisme selalu diidentikkan dengan perjuangan melawan penjajah atau sekadar persatuan antarpemuda tatkala terancam perpecahan.<br />Meskipun dalam perspektif historis, sesuatu yang tidak dimungkiri bahwa peran kaum muda sangat besar dalam perkembangan dan dinamika bangsa dan negara Indonesia. Berbagai peristiwa, dari kemerdekaan dan pergantian orde pemerintahan, selalu diawali oleh gerakan kaum muda. Tetapi, dalam menghadapi era globalisasi, nasionalisme serta peran aktif kaum muda masih sangat dibutuhkan.<br />Nasionalisme yang identik dengan peperangan sudah terkubur sejak lama, ketika pembebasan nasional sudah dikumandangkan 17 Agustus 1945. Nasionalisme di era kemerdekaan adalah sikap progresif memotong kepentingan imperialis. Namun, ideologi tersebut patut dipertanyakan di saat rezim borjuasi nasional yang berkuasa membangun oligarkinya untuk memperkaya kelasnya sendiri. Atau malah kembali menyambut kedatangan modal asing karena modal dalam negeri beku.<br />Atas dasar semua itu, perlu adanya redefinisi atas pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai nasionalisme dalam diri pemuda Indonesia. Tantangan pemuda saat ini berbeda dengan tantangan kaum muda pada era 1928 atau 1945. Kini, nasionalisme kaum muda harus diposisikan secara proporsional dalam menyikapi kepentingan pasar yang diusung kepentingan global dan nasionalisme yang diusung untuk kepentingan negara.<br />Dengan kata lain, para pemuda harapan bangsa harus mencermati kondisi kekinian, tidak boleh antipati dengan lingkungan sekitar, tetapi tetap nasionalis demi kepentingan bangsa. Sebab, nasionalisme kaum muda saat ini tidak terlepas dari situasi global. Para pemuda dituntut mencermati secara kritis seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik dalam aspek pendidikan, politik, ekonomi, hukum, budaya, dan realitas kepentingan global terhadap Indonesia.<br />Di pihak lain, penulis mengimbau pemerintah pusat harus segera mempercepat distribusi pembangunan dalam segala aspek di semua daerah agar tidak tumbuh semangat etnonasionalisme dalam diri pemuda. Sebab, jika tidak, para pemuda mungkin akan terjebak pada kepentingan yang bersifat kedaerahan. (telah dipublikasi di Jawa Pos,Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-35907077271265546372009-10-18T04:27:00.000-07:002009-10-18T04:28:20.485-07:00KEBANGKITAN NASIONAL DAN NASIONALISME KAUM MUDAMemori pergerakan kemerdekaan yang bergolak seabad yang lalu, kembali menyapa lewat momen kebangkitan nasional. Sebuah momentum yang menandai lahirnya benih-benih pergerakan nasional yang menuntut terwujudnya kemerdekaan. Senang bercampur sedih. Penjajah memang telah angkat kaki, namun kemerdekaan sebagai bangsa belum sepenuhnya kita miliki. Berbagai persoalan yang masih menghimpit menegaskan bahwa semangat kebangkitan nasional tidak sekedar nostalgia sejarah, namun secara dinamis seharusnya mewarnai watak dan pikiran kita.<br />Momen kebangkitan nasional menandai benih nasionalisme yang digalang kaum muda. Seiring dengan diterapkannya kebijakan politik etis yang merupakan bentuk dari politik balas budi pemerintahan kolonial Belanda kepada rakyat Indonesia, Soetomo, Soekarno, Hatta, Sjahrir, Natsir, dan lain-lain menjadi bagian yang tak terpisahkan dari upaya rakyat Indonesia untuk lepas dari belenggu penjajah. Mereka menunjukkan peran bahwa generasi mudah adalah agen perubahan.<br /> <br />Hilangnya Daya Kritis<br />Seabad momentum penting kebangkitan nasional telah berlalu. Seiring itu pula, peran pemuda dalam mengisi semangat kebangkitan nasional kembali dipertanyakan. Daya kritis sebagai penggerak perubahan tidak terwujud. Ironisnya, semakin diperparah oleh kebiasaan mereka yang cenderung menjadi penyambung lidah kekuasaan. Daya kritis hilang, diganti oleh kepentingan pragmatis kekuasaan. Berbeda dengan realitas masa lalu, image generasi muda kini lebih bersifat pejoratif ketimbang positif. Mereka cenderung menjadi beban negara, ketimbang sebagai aset yang senantiasa memberikan input konstruktif dan suri tauladan yang baik. <br />Di era reformasi, seiring dengan hegemoni gagasan demokrasi, justru peran pemuda semakin mengerdil. Sulit mencari sosok-sosok Sutomo, Wahidin Sudirohusodo, Sjahrir, Soekarno, atau Hatta muda yang baru. Yang berjuang dengan gigih melawan penjajah. Tidak hanya dengan revolusi fisik, namun juga revolusi ide dan gagasan. Meninggalkan kemewahan duniawi untuk menjadi penyambung lidah rakyat dengan berbekal tenaga dan pikiran. <br />Perbandingan dengan masa lalu tidak sekedar nostalgia atas romantisme sejarah. Namun kehendak untuk mencari tipikal seperti apa generasi muda saat ini. Jika tidak adil untuk disandingkan dengan masa lalu, lalu pilihan apa yang mereka tawarkan untuk sebuah perubahan? Fenomena tersebut telah menjadi fakta, didukung oleh berbagai kasus yang semakin merendahkan eksistensi pemuda dalam masyarakat. Melihat fakta tersebut, wajar jika timbul pertanyaan, benarkah rasa kebangsaan di kalangan generasi muda semakin melemah? <br />Secara teoretis, gagasan kebangsaan (nasionalisme)—minimal di masa lalu—muncul dari kehendak untuk merdeka dari penjajahan bangsa lain serta persamaan nasib bangsa yang bersangkutan, sebagaimana yang ditegaskan oleh Ernst Renan, Otto Bower, dan Peter Tomasoa. Namun, di era modern, konsep itu tidak lagi sepenuhnya bisa diterima. Gagasan nasionalisme awal hanya terpaku pada kehendak untuk merdeka, atau “nasionalisme yang ingin mempunyai negara”. Namun, bila kemerdekaan sudah tercapai, secara perlahan akan lenyaplah nasionalisme tersebut. <br />Fenomena itulah yang boleh jadi sedang diidap oleh generasi muda. Semangat untuk berkorban, berbakti dan berjuang demi bangsa dan negara cenderung hilang, karena merasa sudah tidak ada lagi musuh yang mampu membangkitkan persatuan dan rasa kebangsaan. Mereka lupa, bahwa setelah revolusi fisik di masa lalu, justru musuh-musuh bangsa semakin banyak dan beragam. Memang, perjuangan tidak lagi sekedar dimaknai sebagai aksi memanggul senjata, namun, bukan berarti aksi lainnya kurang memiliki signifikansi. Di era modern, perjuangan lebih berat. Sebab musuh tidak sekedar berasal dari luar, tidak nyata, bahkan boleh jadi sosoknya adalah diri kita sendiri. Musuh tersebut bisa berbentuk kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, kemalasan, ketidakrelaan untuk berkorban terhadap sesama atau berempati pada kondisi sosial dan lain sebagainya. <br /> <br /> <br />Re-konsepsi Paham Nasionalisme<br />Oleh karena itu, untuk menempatkan peran pemuda sebagai pengawal kebangkitan bangsa, nasionalisme harus dikonsepsi sebagai sebuah proses yang senantiasa berkembang. Nasionalisme mengikuti dinamika sosial masyarakat. Antara keyakinan, harapan, dan tujuan di satu pihak, dengan lahirnya nasionalisme di lain pihak, terdapat keintiman konseptual yang mendalam. Nasionalisme akan tumbuh jika ditopang oleh harapan, tujuan, dan keyakinan serta cita-cita hidup yang diperjuangkan bersama. Image penjajahan tidak melulu bersifat fisik. Penjajahan juga bermakna mental. <br />Satu hal yang tidak dapat dihindari adalah dinamika sosial menunjukkan kecenderungan pada keruntuhan rasa kesatuan. Dengan demikian, nasionalisme akan selalu ada. Upaya membangkitkan rasa tersebut ditopang persamaan sifat, harapan, maupun cita-cita, harus menciptakan semacam rasa permusuhan yang mampu menggerakan emosi nasional masyarakat. Dengan menatap kondisi sosial kita, agaknya tidak sukar menduga bahwa musuh utama dewasa ini adalah kemiskinan, ketidakadilan, penderitaan, neo-feodalisme, etnosetrisme, fundamentalisme, dan fanatisme.<br />Membangkitkan kembali nasionalisme di kalangan generasi muda <br />tidak mungkin tercapai tanpa mengenal siapa generasi muda, dan melihat realitas sosial yang kini terjadi di masyarakat. Menatap sepenuhnya landasan ideal dan cita-cita mereka yang hendak menciptakan dunia yang sejahtera, bebas dari rasa takut, kemiskinan, kesewenangan, dan kebodohan. Bagi generasi muda sekarang, cita-cita kemerdekaan itu digeser oleh harapan tersebut. Cita-cita kemerdekaan generasi muda bukanlah sekedar menghalau penjajah, lalu menggantikan peranan mereka dalam pemerintahan. Bukan sekedar menciptakan rasa bangga pada taraf nasional belaka, tetapi meliputi terciptanya jaminan bagi masa depan pendidikan, peningkatan taraf hidup masyarakat, ketentraman bagi seluruh warga negara Indonesia, kebebasan mengutarakan pemikiran dan pendapat, dan sebagainya. <br />Syarat yang harus dipenuhi adalah menciptakan ruang yang luas bagi gerak mereka. Tidak hanya di ranah masyarakat, lewat perjuangan di lembaga-lembaga swadaya, namun juga di aras pemerintahan politik dan birokrasi. Nasionalisme generasi muda dapat dibangkitkan dengan menjadikan kemiskinan dan ketidakadilan sebagai musuh nasional. Sehingga cita-cita realitas sosial yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, penghormatan kebebasan menyatakan pendapat, adanya distribusi pendapatan yang merata, kehidupan yang layak, adanya rasa bebas dari teror dan rasa takut, serta tegaknya hukum dalam segala dimensi kehidupan yang merata dan setara, tidaklah menjadi cita-cita utopis belaka.<br />Nasionalisme tidak lagi identik dengan apa yang dipahami oleh tokoh-tokoh pemuda masa lalu. Kita harus memilih nasionalisme yang humanis dan dapat menjadi rekan sejawat demokrasi. Tentu saja dalam konteks ini gagasan nasionalisme tidak lagi dapat dibebankan pada pundak pejabat negara yang telah kenyang dengan kekuasaan, tetapi juga perlu mendengar dan merekam suara masyarakat akar rumput yang selama ini tidak tersuarakan, tempat bergumulnya generasi muda. <br />Di balik kegelisahan dalam mengamati riuh-rendah peran pemuda, peran ideal meraka pada dasarnya masih bisa dibangkitkan kembali. Apalagi jika kita kembali merenungkan perjuangan mereka di era pergantian rezim kekuasaan, mulai pergantiang Orde Lama ke Orde Baru dan Orde Baru ke Reformasi. Pemuda menunjukan posisi tawar menawar (bargaining positions) yang jelas dan tegas, yakni menjaga idealismenya bagi kepentingan seluruh bangsa. <br /> Dengan konsep seperti itu, tidak perlu lagi dikhawatirkan adanya sebagian besar pemuda yang belum memahami hakikat nasionalisme serta rasa solidaritas kebangsaan yang mampu menumbuhkan semangat perjuangan untuk membangun bangsa, dalam rangka mengisi cita-cita kemerdekaan. Lakon sejarah pergerakan pemuda menunjukan bahwa pemuda memiliki konsistensi untuk merawat dan menguatkan karakter bangsa (nation and character building). Konsistensi pemuda dalam menjaga idealismenya bagi kebaikan negeri sesungguhnya merupakan pengejawantahan atau manifestasi dari sprit of the nation yang sesungguhnhya.<br /> Pembangunan tipikal dan karakter kebangsaan tidak akan lupa pada peran dan sumbangsih generasi muda. Bahkan warna dan polaritas mereka menunjukkan nilai sejati bangsa itu sendiri. Di saat kondisi bangsa sedang terpuruk, harapan tetap tertumpu pada mereka. Pekik teriakan yang pernah didengungkan oleh Soekarno: “berikan aku 10 pemuda, akan kuangkat gunung Semeru”, merupakan bukti bahwa tanpa dukungan generasi muda, sulit membangkitkan bangsa dari keterpurukan.Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-68856928454825792522009-10-02T09:24:00.000-07:002009-10-02T09:26:38.304-07:00ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ANEMIA<br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. Latar belakang<br />Berdasarkan survei kewsehatan rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi anemia pada balita 0-5 tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5%. Sementara survei di DKI Jakarta 2004 menunjukkan angka prevalensi anemia pada balita sebesar 26,5%, 35 juta remaja menderita anemia gizi besi, usia 6 bulan cadangan besi itu akan menipis, sehingga diperlukan asupan besi tambahan untuk mencegah kekurangan besi.<br />Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).<br />Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau iron deficiency anemia. Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang kurang tepat. Anemia lainnya adalah anemia karena pendarahan, anemia karena pabriknya mengalami gangguan (sumsum tulang tidak memproduksi sel-sel darah dengan baik dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga anemia karena yang bersangkutan menderita suatu penyakit keganasan seperti kangker, leukemia dll, tapi biasanya dokter akan tahu karena hati dan limpanya membesar <br />Anemia bisa menyebabkan kerusakan sel otak secdara permanen lebih berbahaya dari kerusakan sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan tidak mungkin dikembalikan seperti semula. Karena itu, pada masa amas dan kritis perlu mendapat perhatian.<br /><br />B. Tujuan <br />a. Tujuan umum dari penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan penyakit anemia.<br />b. Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu:<br />1. Mengetahui anatomi fisiologi darah<br />2. Mengetahui pengertian anemia <br />3. Mengetahui etiologi anemia <br />4. Mengetahui patofisologi anemia <br />5. Mengetahui manifestasi klinis anemia <br />6. Mengetahui macam-macam anemia <br />7. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien yang menderita anemia <br /><br /><br />BAB II<br />TINJAUAN PUSTAKA<br /><br />A. ANATOMI FISIOLOGI <br />Sistem hematology tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.<br />Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar serta memiliki sifat-sifat protektif terhadap organisme sebagai suatu keseluruhan dan khususnya terhadap darahnya sendiri. <br />Unsur seluler darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis sel darah putih (leukosit), dan pecahan sel yang disebut trombosit. <br />1. Sumsum tulang<br />Sumsum tulang menempati bagian dalam tulang spons dan bagian tengah rongga tulang panjang. Sumsum merupakan 4 % sampai 5 % berat badan total,sehingga merupakan yang paling besar dalam tubuh. Sumsum bisa berwarna merah atau kuning. Sumsum merah merupakan tempat diproduksi sel darah merah aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah) utama. Sedang sumsum kuning, tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi elemen darah. <br />2. Eritrosit<br />Sel darah merah atau eritrosit dalah merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2m pada bagian tengah tebalnya hanya 1m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraseluler. Molekul-molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus hem, masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna. <br />Pembentukan hemoglobin terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium pematangan. Sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai retikulosit dari sumsum tulang. Retikulosit adalah stadium terakhir dari perkembangan sel darah merah yang belum matang dan mengandung jala yang terdiri dari serat-serat retikular. Sejumlah kecil hemoglobin masih dihasilkan selama 24 sampai 48 jam pematangan, retikulum kemudian larut dan menjadi sel darah merah yang matang. <br />3. Leukosit (sel darah putih)<br />Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini sebagian di bentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju bagian tubuh untuk di gunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah bahwa kebanyakan di transpor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius, jadi menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap bahan infeksius yang mungkin ada.<br />Ada 6 macam sel darah putih yang secara normal di temukan dalam darah. Keenam sel tersebut ialah netrofil polimorfonuklir, eosinofil polimorfonuklir, basofil polimorfonuklir, monosit, limfosit, dan kadang-kadang sel plasma. Selain itu terdapat juga sejumlah besar trombosit, yang merupakan pecahan dari tipe ketujuh sel darah putih yang dijumpai dalam sumsum tulang, yakni megakariosit. Ketiga tipe dari sel, yaitu sel polimorfonuklir, seluruhnya mempunyai gambaran granular, karena alasan itu mereka disrbut granulosit atau dalam terminologi klinis disebut “poli” karena intinya multipel.<br />Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara mencernakannya yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun.<br />4. Trombosit<br />Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2 sampai 4 µm, yang terdapat pada sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami disintegrasi cepat dan mudah, jumlahnya selalu berubah antara 150.000 dan 450.000 per mm³ darah, tergantung jumlah yang dihasilkan, bagaimana digunakan, dan kecepatan kerusakan. Dibentuk oleh fragmentasi sel raksasa sumsum tulang, yang disebut megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh trombopotein. <br />Trombosit berperan penting dalam mengotrol pendarahan. Apabila terjadi pendarahan cedera vascular, trombosit mengumpul pada pada tempat edera tersebut. Subtansi yang dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah lainnya menyebabkan trombosit menempel satu sama lain dan membentuk tambalan atau sumbatan, yang sementara menghentikan pendarahan. Subtansi lain dilepaskan dari trombosit untuk mengaktifasi factor pembekuan dalam plasma darah. <br />5. Plasma darah <br />Apabila elemen seluler diambil dari darah, bagian cairan yang tersisa dinamakan plasma darah. Plasma darah mengandung ion, protein, dan zat lain. Apabila plasma dibiarkan membeku, sisa cairan yang tertinggal dinamakan serum. Serum mempunyai kandungan yang sama dengan plasma, keuali kandungan fibrinogen dan beberapa factor pembekuan.<br />Protein plasma tersusun terutama oleh albumin dan globulin. Globulin tersusun atas fraksi alfa, beta dan gama yang dapat dilhat dari laboratorium yang dinamakan elektroforesis protein. Masing-masing kelompok disusun oleh protein tertentu.<br />Gama globulin, yang tersusun terutama oleh anti bodi, dinamakan immunoglobulin. Protein ini dihasilkan oleh limfosit dan sel plasma. Protein plasma penting dalam fraksi alfa dan beta adalah globulin transpor dan nfaktor pembekuan yang dibentuk di hati. Globulin transpor membawa berbagai zat dalam bentuk terikat sepanjang sirkulasi. Misalnya tiroid terikat globulin, membawa tiroksin, dan transferin membawa besi. Faktor pembekuan, termasuk fibrinogen, tetap dalam keadaan tidak aktif dalam plasma darah sampai diaktifasi pada reaksi pada tahap-tahap pembekuan.<br />Albumin terutama penting untuk pemeliharaan volume cairan dalam system vaskuler. Dinding kapiler tidak permeabel terhadap albumin, sehingga keberadaannya dalam plasma menciptakan gaya onkotik yang menjaga cairan dalam rongga vaskuler. Albumin, yang dihasilkan oleh hati, memiliki kapasitas mengikat berbagai zat yang ada dalam plasma. Dalam hal ini, albumin berfungsi sebagai protein transpor untuk logam, asam lemak, bilirubin, dan obat-obatan, diantara zat lainnya. <br /><br />B. DEFINISI <br />Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).<br />Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997).<br />Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin turun dibawah normal.(Wong,2003).<br />Anemia adalah penurunan dibawah normal dadam jumlah eritrosit, banyaknya hemoglobin, atau volume sel darah merah, sistem berbagai jenis penyakit dan kelainan (Dorlan, 1998) <br /><br />C. PATOFISIOLOGI<br />1. Jumlah efektif eritrosit berkurang menyebabkan jumlah O2 ke jaringan berkurang<br />2. Kehilangan darah yang mendadak (> 30%) mengakibatkan pendarahan menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemi dan hipoksia<br />3. Tanda dan gejala: gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardi,dyspne, syok<br />4. Kehilangan darah dalam beberapa waktu (bulan) sampai dengan 50% terdapat kompensasi adalah:<br />a. Peningkatan curah jantung dan pernafasan<br />b. Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin<br />c. Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan <br />d. Redistribusi aliran darah ke organ vital<br />Salah satu tanda yang sering di kaitkan dengan anemia adalah pucat, ini umumnya sering di kaitkan dengan volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.<br />D. MANIFESTASI KLINIK<br />1. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi<br />2. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina (sakit dada)<br />3. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang)<br />4. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada SSP<br />5. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare) <br /><br />E. KLASIFIKASI ANEMIA <br />1. Anemia pasca-pendarahan (post hemorrhagi)<br />a. Etiologi<br />Kehilangan darah karena kecelakaan, operasi, pendarahan usus, ulkus peptikum, pendarahan karena kelainan obstetric, hemoroid, ankilostomiasis. Jadi umumnya karena kehilangan darah yang mendadak atau menahun<br />1). Kehilangan darah mendadak<br />a). Pengaruh yang timbul segera <br />Akibat kehilangan darah yang cepat, terjadi reflek kardiovaskular yang fisiolgis berupa kontraksi arteriola, pengurangan aliran darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang vital (anggota gerak, ginjal dan sebagainya) dan penambahan alran darah ke organ vital (otak dan jantung)<br />Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang hilang dan apakah tubuh masih dapat mengadakan kompensasi.<br />Kehilangan darah sebanyak 12-15 % akan memperlihatkan gejala pucat, transpirasi, takikardi, tekanan darah normal atau merendah. Kehilangan sebanyak 15-20 % akan mengakibatkan tekanan darah menurun dan dapat terjadi renjatan (shock) yang masih reversibel. Kehilangan lebih dari 20% akan menimbulkan renjatan yang ireversibel dengan angka kematian yang tinggi.<br />Pengobatan yang terbaik ialah dengan transfusi darah. Pilihan kedua adalah plasma (plasma expanders atau plasma substitute). Dalam pemberian darurat cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia<br />b). Pengaruh lambat<br />Beberapa jam setelah pendarahan, terjadi pergeseran cairan ekstravaskular ke intravaskular yaitu agar isi intravaskular dan tekanan osmotik dapat dipertahankan, tetapi akibatnya terjadi hemodilusi.<br />Gejala yang ditemukan ialah leukositosis (15.000-20.000/mm3). Nilai hemoglobin, erirosit dan hematokrit merendah akibat hemodilusi. Untuk mempertahankan metabolisme, sebagai kompensasi sistem eritropoetik menjadi hiperaktif. Kadang-kadang terlihat gejal gagal jantung<br />2). Kehilangan darah menahun <br />Pengaruhnya terlihat sebagai gejala akibat defisiensi besi, bila tidak diimbangi dengan masukan besi yang cukup.<br />2. Anemia defisiensi besi<br />Anemia defisiensi zat besi sering ditemukan di Indonesia. Anemia defisiensi zat besi merupakan suatu penyakit yang dapat mengakibatkan efeka yang sangat serius pada fungsi jantung dan paru jika tidak segera ditangani. Selain itu juga dapat menyebabkan kematian. Anemia defisiensi besi sering terjadi pada pria atau wanita pasca menopause. Menurut Sneltzer (2002) bahwa penyebab tersering pada anemia yang dialami oleh pria ataupun wanita pasca menopause disebabkan karena kurangnya masukan nutrisi. Selain pada pasca menopause juga dapat terjadi pada bayi. Anemia akibat defesiensi besi untuk sisntesis Hb merupakan penyakit darah yang paling sering pada bayi dan anak. Frekuensinya berkaitan dengan aspek dasar metabolisme besi dan nutrisi tertentu. Tubuh bayi baru lahir mengandung kira-kira 0,5 g besi, sedangkan dewasa kira-kira 5 g. untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 mg besi harus direabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertam kehidupan. Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel, karena itu untuk mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus direabsorbsi setiap hari. <br />a. Etiologi <br />Menurut patogenesisnya, etiologi anemia defisiensi besi dibagi:<br /> Masukan kurang: MEP, defisiensi diet relatif yang disertai pertumbuhan yang cepat <br /> Absorsi kurang: MEP: diare kronis, sindrom malabsorbsi lainnya <br /> Sintesis kurang: transferin (hipotransferinemia congenital)<br /> Kebutuhan yang bertambah: infeksi, pertumbuhan yang cepat<br /> Pengeluaran yang bertambah: kehilangan darah karena ankilostomiasis, amubiasis yang menahun, polip, hemolisis intravascular kronis yang menyebabkan hemosiderinemia<br />b. Manifestasi klinik <br />Penderita tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, iritabel dan sebagainya. Mereka tidak tampak sakit karena perjalanan penyakitnya bersifat menahun. Tampak pucat terutama pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku, konjungtiva ocular berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white). Papil lidah tampak atrofi. Jantung tampak membesar dan terdengar murmur sistolik yang fungsionil. Pada MEP dengan infestasi ankylostoma akan memperlihatkan perut buncit yang disebut pot belly dan dapat terjadi edema. Tidak ada pembesaran limpa dan hepar dan tidak terdapat diatesis hemoragik. Pemeriksaan radiologis tulang tengkorak akan menunjukkan pelebaran diploe dan penipisan tabula eksterna sehingga mirip dengan perubahan tulang tengkorak dari talasemia <br />c. Pemeriksaan laboratorium<br />Kadar Hb< 10 g%; MCV < 79 cµ; MCHC < 32%, mikrositik, hipokromik, poikilositosis, sel target. Kurve Price Jones bergeser kekiri. Leukosit dan trombosit normal. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan system eritropoetik hiperaktif dengan sel normoblas polikromatofil yang predominan. Dengan demikian terjadi maturation arrest pada tingkat normoblas polikromatofil. Dengan pewarnaan khusus dapat dibuktikan tidak terdapat besi dalam sumsum ntulang<br />Serum iron (SI) merendah dan iron binding capacity (IBC) meningkat (kecuali pada MEP, SI dan IBC rendah)<br />d. Diagnosis <br />Ditegakkan atas dasar ditemukannya penyebab defisiensi besi, gambaran eritrosit mikrositik hipokromik, SI rendah dan IBC meningkat, tidak terdapat besi dalam sumsum tulang dan reaksi yang baik terhadap pengobatan denan besi<br /><br />e. Pengobatan <br />Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan. Kini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 500 µg asam folat. (Saiffudin 2002). Selain itu dapat pula diberikan preparat besi parenteral. Obat ini lebih mahal harganya dan penyuntikannya harus intra muscular dalam atau ada pula yang dapat diberikan secara intravena. Preparat besi parenteral hanya diberikan bila pemberian peporal tidak berhasil<br />Tranfusi darah hanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 g% dan disertai dengan keadaan umum yang tidak baik, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia dan sebagainya. Umumnya jarang diberikan transfusi darah karena perjalanan penyakitnya menahun <br /><br />3. Anemia Megaloblastik<br />Anemia megaloblastik secara umum mempunyai abnormalitas morfologi dan pematangan eritrosit tertentu. Morfologi megaloblastik dapat dijumpai pada sejumlah keadaan.<br />a. Defisiensi asam folat<br />Folat berlimpah dalam berbagai makanan termasuk sayuran hijau, buah dan orgn binatang (ginjal, hati). <br />Defisiensi dalam makanan biasanya disertai pertumbuhan cepat atau infeksi yang dapat menaikan kebutuhan asam folat.<br />Kebutuhan atas dasar berat badan pada anak lebih besar dibandingkan pada orang dewasa. Karena kebutuhan yang meningkat untuk pertumbuhan. Kebutuhan juga meningkat sejalan dengan pergantian (turnover) jaringan. Susu manusia dan binatang memberi pasokan asam folat dalam jumlah yang memadai. Susu domba jelas defisien, suplementasi asam folat harus diberikan bila susu domba merupakan makanan pokok. Jika tidak diberi suplemen, susu bubuk juga mungkin sumber yang miskin asam folat.<br /> Terapi <br />Bila diagnosis telah ditegakkan dengan sakit berat, anemia diberikan secara oral atau parenteral dengan dosis 1-5 mg/24 jam. Jika diagnosis spesifik belum diragukan 50-100 µg/24 jam folat dapat diberikan selam 1 minggu sebagai uji diagnostic, atau 1 µg/ 24 jam sianokobalamin parenteral untuk kecurigaan defisiensi vitamin B12. karena respon hematology dapat diharapkan dalam waktu 72 jam, transfusi hanya terindikasi jika anemia berat atau anak sakit berat. Terapi asam folat harus diteruskan sampai 3-4 minggu.<br />b. Defisiensi B12 (kobalamin)<br />Vitamin B12 dihasilkan dari kobalamin dalam makanan, terutama sumber hewani, produksi skunder oleh mikiroorganisne. <br />Defisiensi vitamin B12 dapat disebabkan karena kurang masukan, pembedahan lambung, konsumsi atau inhibisi kompleks B12- factor intrinsic, abnormalitas yang melibatkan sisi reseptor di ileum terminal, atau abnormalitas TCII. Meskipun TCI mengikat 80% kobalamin serum, defisiensi protein ini menyebabkan kadar penurunan B12 tetapi tidak pada anemia megaloblastik.<br />Kasus defisiensi terdapat pada bayi minum ASI yang ibunya mempunyai diet kurang atau yang menderita anemia pernisiosa.<br /> Terapi <br />Respon hematologist segera akan mengikut pemberian parenteral vitamin B12 (1 mg), biasanya dengan retikulositosis dalam 2-4 hari, bila tidak ada penyakit peradangan yang menyertai. Kebutuhan fisiologis vitamin B12 adalah 1-5 µg/ 24 jam, dan respon hematologist telah diamati dengan dosis kecil ini, ini menunjukan bahwa pemberian minim dosis dapat digunakan sebagai uji terapeutik bila diagnosis defisiensi vitamin B12 diragukan. Jika ada bukti keterlibatan neurologis, 1 mg harus disuntikkan intramuscular harian selama 2 minggu. Terapi rumatan perlu selama hidup penderita, pemberian bulanan intramuscular vitamin B12 cukup.<br /><br />4. Anemia hemolitik <br />Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari)<br />Penyakit ini dapat dibagi menjadi dalam 2 golongan besar yaitu:<br /> Golongan dengan penyebab hemolisis yang terdapat dalam eritrosit sendiri. Umumnya penyebab hemolisis dalam golongan ini ialah kelainan bawaan (konginetal)<br /> Golongan dengan penyebab hemolisis ekstraseluler. Biasanya penyebabnya merupakan faktor yang didapat (acquired)<br />a. Gangguan intrakorpuskuler (konginetal)<br />Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena adanya gangguan metabolisme dalam eritrosit itu sendiri<br />Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:<br /> Gangguan pada struktur dinding eritrosit<br /> Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit<br /> Hemoglobinopatia <br />b. Gangguan struktur dinding eritrosit<br />• Sferositosis <br />Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik<br /><br />Pengobatan <br />Transfusi darah terutama dalam keadaan krisis. Pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3 tahun). Sebaiknya diberikan roboransia<br />• Ovalositosis (eliptositosis)<br />Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.<br />• A-beta lipropoteinemia<br />Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel <br />• Gangguan pembentukan nukleotida<br />Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada panmielopatia tipe fanconi<br /><br />Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim<br />• Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)<br />• Defisiensi Glutation reduktase<br />• Defisiensi Glutation<br />• Defisiensi Piruvatkinase<br />• Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)<br />• Defisiensi difosfogliserat mutase<br />• Defisiensi Heksokinase<br />• Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase<br />Hemoglobinopatia <br />Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan yang normal <br />Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:<br />• Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain <br />• Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia <br /><br />c. Gangguan ekstrakorpuskuler <br />Gangguan ini biasanya didapat (acquired) dan dapat disebabkan oleh:<br /> Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin, air), toksin(hemolisin) streptococcus, virus, malaria, luka bakar juga dapat menyebabkan anemia hemolitik<br /> Hipersplenisme. Pembesaran limpa apapun sebabnya sering menyebabkan penghancuran eritrosit <br /> Anemia oleh karena terjadinya penghancuran eritrosit akibat terjadinya reaksi antigen-antibodi.<br />• Antagonisme ABO atau inkompatibilitas golongan darah lain seperti Rhesus dan MN <br />• Alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, tetapi dalam tubuh akan melekat pada permukaan eritrosit dan menimbulkan reaksi antigen-antibodi pada permukaan eritrosit dan hal ini dapat menyebabkan hemolisis. Kejadian tersebut dapat ditimbulkan oleh virus, bakteri atau obat-obatan seperti kina, PAS dan insektisida.<br /><br />• Hemolisis dapat pula timbul akibat adanya reaksi autoimun.<br />Perjalanan penyakitnya bergantung pada penyebab hemolisisnya, bisa berlangsung ringan tetapi dapat juga terjadi akut, cepat dan dapat menyebabkan kematian. Pada keadan yang sangat berat sering terjadi hemoglobinuria dan hemoglobin yang bebas ini diduga merusak tubulus ginjal sehingga terjadi oliguria, bahkan kerusakan ginjal itu bukan disebabkan oleh hemoglobin bebas semata-mata, tetapi juga oleh karena terjadinya mikroangiopatia dari pembuluh darah ginjal. Oleh karena terjadi pembuatan trombin yang berlebihan, maka dalam hal ini diperlukan pemberian heparin.<br /><br />Pengobatan <br />Pada keadaan yang berat, akibat keracunan obat-obatan, pemberian transfusi darah dapat menolong penderita. Kadang-kadang diperlukan pula transfusi tukar. Pada anemia hemolitik oleh karena proses imun maka pemberian darah harus hati-hati oleh karena hal ini dapat menambah proses hemolisis. Dalam hal ini sebaiknya diberikan transfusi eritrosit yang telah dicuci.<br />Diberikan pula prednison atau hidrokortison dengan dosis tinggi pada anemia hemolitik imun ini. Bila perlu diberikan preparat kortikosteroid secara intravena. Apabila didapatkan gagal ginjal akut, maka diberikan cairan dan obat-obatan sesuai dengan penatalaksanaan dari gagal ginjal akut. Pada anemia hemolitik autoimun yang biasanya berlangsung lama, maka disamping pemberian prednison, juga diberikan azatioprin (imuran).<br />5. Anemia aplastik<br />Merupakan keaadan yang disebabkan berkurangnya sel darah dalam darah tepi, akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang.<br /><br />Sistim limfopoetik dan RES sebenarnya dalam keadaan aplastik juga, tetapi relatif lebih ringan dibandingkan dengan ketiga sistem hemopoetik lainnya. Aplasia ini hanya dapat terjadi pada satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik)<br />Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik), yang hanya mengenai sistem granulopoetik saja disebut agranulositosis (penyakit schultz), sedangkan yang hanya mengenai sistem trombopoetik disebut amegakariostik trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai sistem disebut panmiel optisis atau lazimnya disebut anemia aplastik. <br /><br />Panmieloptisis (anemia aplastik)<br />Kecuali jenis kongenital, anemia aplastik biasanya terdapat pada anak berumur lebih dari 6 tahun. Depresi sumsum tulang oleh obat atau bahan kimia, meskipun ,dengan dosis rendah tetapi berlangsung sejak usia muda secara terus-menerus, baru akan terlihat pengaruhnya setelah beberapa tahun kemudian. Misalnya pemberian kloramfenikol yang terlampau sering pada bayi (sejak umur 2-3 bulan), baru akan menyebabkan gejala anemia aplastik setelah ia berumur lebih dari 6 tahun. Disamping itu pada beberapa kasus gejala sudah timbul hanya beberapa saat setelah ia kontak dengan gen penyebabnya.<br />a. Etiologi <br /> Faktor konginetal <br />Sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya. <br /> Faktor didapat<br />• Bahan kimia: benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.<br />• Obat: kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine, dan sebagainya)<br />• Radiasi: sinar, rontgen, radioaktif<br />• Faktor individu: alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain-lain<br />• Infeksi: tuberkolosis milier, hepatitis dan sebagainya<br />• Lain-lain: keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin<br />• Idiopatik: merupakan penyebab yang paling sering. Akhir-akhir ini faktor imunologis telah dapat menerangkan etiologi golongan idiopatik ini.<br />b. Gejala klinis dan Hematologis<br />Pada prinsipnya berdasarkan gambaran sumsum tulang yang berupa aplasia sistem eritropoetik, granulopoetik dan trompoetik, serta aktifitas relatif sistem limfopoetik dan RES Aplasia sistem eritropoetik dalam darah tepi akan terlihat sebagai retikulositopenia yang disertai dengan merendahnya kadar Hb, hematrokit dan hitung eritrosit. Klinis klien akan terlihat pucat dan berbagai gejala anemia lainya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan sebagainya.<br />c. Pengobatan <br /> Prednison dan testosteron<br />Prednison diberikan dengan dosis 2-5 mg/kgbb/hari peroral, sedangkan testosteron dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari sebaiknya secara parenteral. Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa testosteron lebih baik diganti dengan oksimetolon yang mempunyai daya anabolik dan merangsng sistem. Hematopoetik lebih kuat dan diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari peroral. Pada pemberian oksimetolon ini hendaknya diperhatikan fungsi hati.<br />Pengobatan biasanya berlangsung berbulan-bulan, bahkan dapat sampai bertahun-tahun. Bila telah terdapat remisi, dosis obt diberikan separuhnya dan jumblah sel darah diawasi setiap minggu. Kemudian jika terjadi relaps, dosis obat harus diberikan penuh kembali.<br /> Transfusi darah<br />Transfusi darah diberikan jika hanya diperlukan. Pada keadaan yang sangat gawat (pendarahan masif, pendarahan otak dan sebagainya) dapat diberikan suspensi trombosit<br /> Pengobatan terhadap infeksi sekunder<br />Untuk menghindarkan dari infeksi, sebaiknya diisolasi dalam ruangan yang ’suci hama’. Pemberian obat antibiotika hendaknya dipilih yang tidak menyebabkan depresi sumsum tulang. Kloramfenikol tidak boleh diberikan.<br /> Makanan <br />Disesuaikan dengan keadaan, umumnya diberikan makanan lunak. Hati-hati pada pemberian makanan melalui pipa lambung karena mungkin menyebabkan luka/pendarahan pada waktu pipa dimasukkan <br /> Istirahat <br />Untuk mencegah terjadinya pendarahan, terutama pendarahan otak.<br /><br />F. KOMPLIKASI <br />Komplikasi umum anemia meliputi:<br />1. Gagal jantung<br />Gagal jantung adalah pemberhentian sirkulasi normal darah dikarenakan kegagalan dari ventrikel jantung untuk berkontraksi secara efektif pada saat systole. Akibat kekurangan penyediaan darah, menyebabkan kematian sel dari kekurangan oksigen. Cerebral hypoxia, atau kekurangan penyediaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernafas dengan tiba-tiba.<br />2. Kejang <br />Gerakan yang tidak dikendalikan karena ada masalah di otak disebut kejang.<br />3. Perestesia <br /><br />BAB III<br />ASUHAN KEPERAWATAN<br /><br />1. Pengkajian<br />a. Lakukan pengkajian fisik<br />b. Dapatkan riwayat kesehatan, termasuk riwayat diet<br />c. Observasi adanya manifestasi anemia <br />◦ Manivestasi umum<br /> Kelemahan otot<br /> Mudah lelah<br /> Kulit pucat<br /><br />◦ Manivestasi system saraf pusat<br /> Sakit kepala<br /> Pusing<br /> Kunang-kunang<br /> Peka rangsang <br /> Proses berpikir lambat<br /> Penurunan lapang pandang<br /> Apatis<br /> Depresi<br /><br />◦ Syok (anemia kehilangan darah)<br /> Perfusi perifer buruh<br /> Kulit lembab dan dingin<br /> Tekanan darah rendah dan tekanan darah setral<br /> Peningkatan frekwensi jatung<br /><br /><br /><br /><br />2. Diagnosa Keperawatan <br />a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigenasi ke sel/hipoksi<br />b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum.<br />c. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan sistem pertahanan tubuh.<br />d. Resiko perdarahan b/d penurunan faktor pembekuan darah<br /><br />3. Intervensi Keperawatan<br /><br />NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL<br />1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigenasi ke sel/hipoksia.<br />Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan menunjukkan tingkat perfusi jaringan yang sesuai.<br />Kriteria Hasil:<br />1. Tidak ada sianosis sentral atau perifer.<br />2. Kulit hangat atau kering.<br />3. Status mental biasa. 1. Observasi perubahan status mental.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2. Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa.<br /><br /><br /><br />3. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.<br /><br /><br />4. Tinggikan kaki atau telapak bila di tempat tidur atau kursi.<br /><br /><br />5. Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, bingung.<br /><br />1. Gelisah, bingung, disorientasi atau perubahan sensori atau motor dapatmenunjukkan aliran darah, hipoksia atau cidera faskuler serebral (CSV) sebagai akibat emboli sistemik.<br />2. Kulit pucat/sianosis, kaku membrane bibir atau lidah menunjukkan vasokontriksi/ syok dan gangguan aliran sistemik.<br />3. Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.<br /><br /><br />4. Menurunkan status vena di kaki dan pengumpulan darah pada vena pelvis untuk menurunkan resiko pembentukan thrombus.<br />5. Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vitamin B12.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien melaporkan peningkatan intoleransi aktifitas.<br />Kriteria Hasil:<br />4. Menunjukkan pernafasan normal.<br />5. Mendapatkan istirahat yang cukup.<br />TD dalam keadaan normal 1. Observasi adanya tanda kerja fisik (dispnea, sesak nafas, kunang-kunang, keletihan.<br />2. Antisipasi dan bantu dalam aktifitas kehidupan sehari-hari.<br />3. Beri pengalihan aktifitas.<br /><br /><br /><br />4. Pilih teman sekamar yang sesuai dengan usia dan minat yang sama.<br />5. Pertahankan posisi fowler tinggi.<br />6. Ukur tanda vital selama istirahat.<br /><br /><br /><br /><br /><br />1. Merencanakan istirahat yang tepat.<br /><br />2. Untuk mencegah kelelahan.<br /><br /><br />3. Meningkatkan istirahat dengan tenang serta mencegah kebosanan dan menarik diri.<br />4. Untuk mendorong kepatuhan pada kebutuhan istirahat.<br /><br />5. Untuk pertukaran udara ug optimal.<br />6. Untuk menentukan nilai dasar perbandingan selama periode aktifitas.<br /><br /><br /><br /><br />3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan sistem pertahanan tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam mampu untuk mengidentifikasi perilaku untuk mencegah menurunkan infeksi.<br />Kriteria Hasil:<br />1. Klien.<br />2. Klien tidak menunjukkan bukti infeksi. 1. Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan klien.<br />2. Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur perawatan.<br />3. Berikan perawatan kulit.<br /><br />4. Lindungi anak dari kontak dengan individu yang terinfeksi.<br />5. Pantau suhu. 1. Mencegah terjadinya kontaminasi bakterial.<br /><br />2. Menurunkan resiko infeksi bakteri.<br /><br />3. Menurunkan resiko kerusakan kulit atau jaringan.<br />4. Untuk meminimalkan pemejanan pada organisme infektif.<br />5. Adanya bukti infeksi dan membutuhkan pengobatan.<br />4. Resiko perdarahan b/d penurunan faktor pembekuan darah<br /><br />Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 24 jam diharapkan klien dapat mnurunkan resiko perdarahan.<br />Kriteria hasil:<br />1. mempertahankan homeastasis dengan tanpa perdarahan.<br />2. menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan.<br />Mandiri <br />1. Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.<br /><br /><br /><br /><br />2. Catat perubahan mental atau tngkat kesadaran <br /><br /><br /><br />3. Dorong menggunakan sikat gigi halus<br /><br /><br /><br />4. Gunakan jarum kecil untuk injeksi, tekan lebih lama pada bagian bekas suntikan.<br /><br />5. Hindarkan penggunaan produk yang mengandung aspirin<br /><br />kolaborasi <br />6. Awasi Hb/Ht dan faktor pembekuan<br /><br />7. Berikan obat sesuai indikasi. Vitamin tambahan (contoh: vit K, D, C) <br />1. Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut.<br />2. Perubahan dapat menunjukkan perbahan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipoolemia, hipoksemia.<br />3. Pada adanya gangguan faktor pembekuan, trauma minimal dapat menyebabkan perdarahan mukosa.<br />4. Meminimalkan kerusakan jaringan, menurunkan resiko perdarahan/hematoma<br />5. Koagulasi memanjang, berpotensi untuk resiko perdarahan.<br /><br /><br />6. Indikator anemia, perdarahan aktif/ terjadinya komplikasi (contoh: KID)<br />7. Menungkatkan sintesis protombin dan koagulasi <br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br /><br />Kesimpulan<br />Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).<br />Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997).<br />Macam-macam atau klasifikasi dari anemia berdasarkan etiolognya yaitu: anemia pasca pendarahan (kehilangan darah mendadak, kehilangan darah menahun), anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik (defisiensi asam folat dan B12), anemia hemolitik dan anemia aplastik<br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />Abdulrrahman, dkk. 1995. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unifersitas. Jakarta<br />Behrman, Ricard E et all. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. Jakarta: EGC.<br />Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Kedokteran. Ed 9. Jakarta: EGC.<br />Price & Wilson. 1995. Patofisiologi. Jakarta: EGC<br />Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC<br />Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik/ Donna L. Wong: alih bahasa Monika ester, editor edisi bahasa indonesia, Sari kurniasih. Ed 4. Jakarta: EGCPetrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-38152596643264862352009-10-02T09:22:00.000-07:002009-10-02T09:23:58.105-07:00KPSPTKuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP<br />Formulir KPSP adalah alat/instrumen yang digunakan untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.<br />Cara menggunakan KPSP :<br />Link KPSP usia :<br />3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, 72 bulan<br />Bila anak berusia diantaranya maka KPSP yang digunakan adalah yang lebih kecil dari usia anak.<br />Contoh : bayi umur umur 7 bulan maka yang digunakan adalah KPSP 6 bulan. Bila anak ini kemudian sudah berumur 9 bulan yang diberikan adalah KPSP 9 bulan.<br />• Tentukan umur anak dengan menjadikannya dalam bulan. <br />Bila umur anak lebih dari 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan<br />Contoh : bayi umur 3 bulan 16 hari dibulatkan menjadi 4 bulan bila umur bayi 3 bulan 15 hari dibulatkan menjadi 3 bulan.<br />• Setelah menentukan umur anak pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak. <br />• KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu : <br />o Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak. Contoh : “dapatkah bayi makan kue sendiri?” <br />o Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh : “pada posisi bayi anda terlentang, tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke posisi duduk” <br />• Baca dulu dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang ada. Bila tidak jelas atau ragu-ragu tanyakan lebih lanjut agar mengerti sebelum melaksanakan. <br />• Pertanyaan dijawab berurutan satu persatu. <br />• Setiap pertanyaan hanya mempunyai satu jawaban YA atau TIDAK. <br />• Teliti kembali semua pertanyaan dan jawaban. <br />Interpretasi Hasil KPSP<br />• Hitung jawaban Ya (bila dijawab bisa atau sering atau kadang-kadang) <br />• Hitung jawabab Tidak (bila jawaban belum pernah atau tidak pernah) <br />• Bila jawaban YA = 9-10, perkembangan anak sesuai dengan tahapan perkembangan (S) <br />• Bila jawaban YA = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M) <br />• Bila jawaban YA = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P). <br />• Rincilah jawaban TIDAK pada nomer berapa saja. <br />Untuk Anak dengan Perkembangan SESUAI (S)<br />• Orangtua/pengasuh anak sudah mengasuh anak dengan baik. <br />• Pola asuh anak selanjutnya terus lakukan sesuai dengan bagan stimulasi sesuaikan dengan umur dan kesiapan anak. <br />• Keterlibatan orangtua sangat baik dalam tiap kesempatan stimulasi. Tidak usah mengambil momen khusus. Laksanakan stimulasi sebagai kegiatan sehari-hari yang terarah. <br />• Ikutkan anak setiap ada kegiatan Posyandu. <br />Untuk Anak dengan Perkembangan MERAGUKAN (M)<br />• Konsultasikan nomer jawaban tidak, mintalah jenis stimulasi apa yang diberikan lebih sering . <br />• Lakukan stimulasi intensif selama 2 minggu untuk mengejar ketertinggalan anak. <br />• Bila anak sakit lakukan pemeriksaan kesehatan pada dokter/dokter anak. Tanyakan adakah penyakit pada anak tersebut yang menghambat perkembangannya. <br />• Lakukan KPSP ulang setelah 2 minggu menggunakan daftar KPSP yang sama pada saat anak pertama dinilai. <br />• Bila usia anak sudah berpindah golongan dan KPSP yang pertama sudah bisa semua dilakukan. Lakukan lagi untuk KPSP yang sesuai umur anak. <br />Misalnya umur anak sekarang adalah 8 bulan 2 minggu, dan ia hanya bisa 7-8 YA. Lakukan stimulasi selama 2 minggu. Pada saat menilai KPSP kembali gunakan dulu KPSP 6 bulan. Bila semua bisa, karena anak sudah berusia 9 bulan, bisa dilaksanakan KPSP 9 bulan.<br />• Lakukan skrining rutin, pastikan anak tidak mengalami ketertinggalan lagi. <br />• Bila setelah 2 minggu intensif stimulasi, jawaban masih (M) = 7-8 jawaban YA. Konsultasikan dengan dokter spesialis anak atau ke rumah sakit dengan fasilitas klinik tumbuh kembang.Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-666671064515431992009-09-29T18:08:00.000-07:002009-09-29T18:09:52.255-07:00Pemeriksaan N. KranialisOptions<br />Disable<br /> <br />Get Free Shots <br /> <br /> <br /> <br /><br /><br /> <br /><br /><br /> <br />• Home<br />Welcome & Joining Otolaryngology in Indonesian language<br />contact : hennykartika@gmail.com<br />February 23, 2008<br />Pemeriksaan N. Kranialis<br />Posted by hennykartika under Neurologi <br />[13] Comments <br />Pemeriksaan saraf merupakan salah satu dari rangkaian pemeriksaan neurologis yang terdiri dari; 1). Status mental, 2). Tingkat kesadaran, 3).Fungsi saraf kranial, 4). Fungsi motorik, 5). Refleks, 6). Koordinasi dan gaya berjalan dan 7). Fungsi sensorik<br />Agar pemeriksaan saraf kranial dapat memberikan informasi yang diperlukan, diusahakan kerjasama yang baik antara pemeriksa dan penderita selama pemeriksaan. Penderita seringkali diminta kesediaannya untuk melakukan suatu tindakan yang mungkin oleh penderita dianggap tidak masuk akal atau menggelikan. Sebelum mulai diperiksa, kegelisahan penderita harus dihilangkan dan penderita harus diberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis.<br />Memberikan penjelasan mengenai lamanya pemeriksaan, cara yang dilakukan dan nyeri yang mungkin timbul dapat membantu memupuk kepercayaan penderita pada pemeriksa. Penderita diminta untuk menjawab semua pertanyaan sejelas mungkin dan mengikuti semua petunjuk sebaik mungkin.<br />Suatu anamnesis lengkap dan teliti ditambah dengan pemeriksaan fisik akan dapat mendiagnosis sekitar 80% kasus. Walaupun terdapat beragam prosedur diagnostik modern tetapi tidak ada yang dapat menggantikan anamnesis dan pemeriksaan fisik.<br />Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang dinamakan foramina, terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibula koklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII). Saraf kranial I, II, VII merupakan saraf sensorik murni, saraf kranial III, IV, XI dan XII merupakan saraf motorik, tetapi juga mengandung serabut proprioseptif dari otot-otot yang dipersarafinya. Saraf kranial V, VII, X merupakan saraf campuran, saraf kranial III, VII dan X juga mengandung beberapa serabut saraf dari cabang parasimpatis sistem saraf otonom.<br />II. 1. DEFINISI<br />Saraf-saraf kranial dalam bahasa latin adalah Nervi Craniales yang berarti kedua belas pasangan saraf yang berhubungan dengan otak mencakup nervi olfaktorii (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis (VIII), glosofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII).<br />Gangguan saraf kranialis adalah gangguan yang terjadi pada serabut saraf yang berawal dari otak atau batang otak, dan mengakibatkan timbulnya keluhan ataupun gejala pada berbagai organ atau bagian tubuh yang dipersarafinya.<br />II. 2. ANATOMI DAN FISIOLOGI<br />1)SARAF OLFAKTORIUS (N.I)<br />Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis.<br />Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.<br />Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.<br />2)SARAF OPTIKUS (N. II)<br />Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.<br />Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.<br />Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.<br />3)SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)<br />Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom).<br />Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.<br />4)SARAF TROKLEARIS (N. IV)<br />Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.<br />5)SARAF TRIGEMINUS (N. V)<br />Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.<br />6)SARAF ABDUSENS (N. VI)<br />Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.<br />7)SARAF FASIALIS (N. VII)<br />Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.<br />Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.<br />8)SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)<br />Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.<br />9)SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)<br />Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.<br />10)SARAF VAGUS (N. X)<br />Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.<br />11)SARAF ASESORIUS (N. XI)<br />Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.<br />12)SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)<br />Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.<br />II. 3. PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.<br />a.Saraf Olfaktorius (N. I)<br />Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis.<br />Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu.<br />b.Saraf Optikus (N. II)<br />Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.<br />i. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)<br />Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.<br />Kartu snellen<br />Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)<br />Jari tangan<br />Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.<br />Gerakan tangan<br />Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.<br />ii. Pemeriksaan Penglihatan Perifer<br />Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis.<br />Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri.<br />Tes Konfrontasi<br />Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm<br />Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.<br />Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.<br />Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.<br />Perimetri / kompimetri<br />Lebih teliti dari tes konfrontasi<br />Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.<br />iii. Refleks Pupil<br />Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf occulomotorius.<br />Ada dua macam refleks pupil.<br />Respon cahaya langsung<br />Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.<br />Respon cahaya konsensual<br />Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.<br />iv. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)<br />Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.<br />v. Tes warna<br />Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.<br />c.Saraf okulomotoris (N. III)<br />Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil<br />1. Ptosis<br />Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.<br />2.Gerakan bola mata.<br />Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.<br />3.Pupil<br />Pemeriksaan pupil meliputi :<br />i.Bentuk dan ukuran pupil<br />ii.Perbandingan pupil kanan dan kiri<br /> pupil sebesar 1mm masih dianggap normalPerbedaan <br />iii. Refleks pupil<br />Meliputi pemeriksaan :<br />1.Refleks cahaya langsung (bersama N. II)<br />2.Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)<br />3.Refleks pupil akomodatif atau konvergensi<br />Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh dan disuruh memfokuskan 15 cm didepan matamatanya pada suatu objek diletakkan pada jarak pasien dalam keadaan normal terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.<br />d.Saraf Troklearis (N. IV)<br />Pemeriksaan meliputi<br />1.gerak mata ke lateral bawah<br />2.strabismus konvergen<br />3.diplopia<br />e.Saraf Trigeminus (N. V)<br />Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks<br />1. Sensibilitas<br />Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.<br />2.Motorik<br />Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).<br />3. Refleks<br />Pemeriksaan refleks meliputi<br />Refleks kornea<br />a.Langsung<br />Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.<br />b.Tak langsung (konsensual)<br />Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).<br />Refleks bersin (nasal refleks)<br />Refleks masseter<br />Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.<br />f.Saraf abdusens (N. VI)<br />Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.<br />g.Saraf fasialis (N. VII)<br />Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan :<br />Asimetri wajah<br />Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik<br />Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya ).<br />Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)<br />- Tes kekuatan otot<br />1.Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.<br />2.Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.<br />3.Memperlihatkan gigi (asimetri)<br />4.Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)<br />5.meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.<br />6.Menarik sudut mulut ke bawah.<br />- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)<br />Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah.<br />- Hiperakusis<br />Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara yang diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.<br />h.Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)<br />Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler<br />1)Pemeriksaan pendengaran<br />Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.<br />Tes Rinne<br />Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif.<br />Tes Weber<br />Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.<br />2)Pemeriksaan Fungsi Vestibuler<br />Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.<br />i.Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)<br />Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.<br />Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).<br />j.Saraf Asesorius (N. XI)<br />Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.<br />k.Saraf Hipoglosus (N. XII)<br />Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.<br />Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.<br />Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.<br />II.4. KELAINAN YANG DAPAT MENIMBULKAN GANGGUAN PADA NERVUS CRANIALIS.<br />1)Saraf Olfaktorius. (N.I)<br />Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.<br />Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman akan mengakibatkan anosmia.<br />Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:<br />Agenesis traktus olfaktorius<br />Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal<br />Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk seterusnya.<br />Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.<br />Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre coup”, biasanya disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital.<br />Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya.<br />Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.<br />Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau ekstrinsik).<br />Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.<br />2)Saraf Optikus (N.II)<br />Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang. Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan dapat berakhir dengan kebutaan.<br />Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta semacam itu dinamakan hemiopropia.<br />Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada susunan saraf optikus. Perubahan tersebut seperti tertera pada gambar 1.<br />Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:<br />1.Trauma Kepala<br />2.Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)<br />3.Kelainan pembuluh darah<br />Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera oftalmika dapat ikut tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.<br />4.Infeksi.<br />Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:<br />a.Papiledema (khususnya stadium dini)<br />Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang, antara lain hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis vena sentralis retina.<br />b.Atrofi optik<br />Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia, famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.<br />c.Neuritis optik.<br />3)Saraf Okulomotorius (N.III)<br />Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan jatuh ( ptosis)<br />Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:<br />1.Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.<br />2.Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.<br />3.Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.<br />Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus okulomotorius.<br />Penyebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor serebri, meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark seperti pada arteritis dan diabetes.<br />4)Saraf Troklearis (N. IV)<br />Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak kebawah dan kemedial.<br />Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.<br />5)Saraf Abdusens (N. VI)<br />Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya otot oblikus inferior.<br />Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor.<br />Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interva atau arteri komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.<br />6)Saraf Trigeminus (N. V)<br />Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini.<br />Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.<br />Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.<br />7)Saraf Fasialis (N. VII)<br />Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:<br />Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.<br />Lesi LMN :<br />Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.<br />Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.<br />Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt, dan otitis media.<br />Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral.<br />Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.<br />Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.<br />8)Saraf Vestibulokoklearis<br />Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan keseimbangan (vertigo).<br />Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain:<br />Gangguan pendengaran, berupa :<br />Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi misal presbiaksis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis kongenital.<br />Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.<br />Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler<br />Pada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi streptomisin.<br />Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis vestibularis.<br />Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV demielinisasi.<br />Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.<br />9)Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)<br />Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.<br />Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru.<br />Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain :<br />Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)<br />Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata)<br />Pasca operasi trepansi serebelum<br />Pasca operasi di daerah kranioservikal<br />10)Saraf Asesorius (N. XI)<br />Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan saat leher berputar ke sisi kontralateral.<br />Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus terganggu.<br />11)Saraf Hipoglossus (N. XII)<br />Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah tertarik ke belakang.<br />Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut.Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-70802908324842874232009-09-28T09:21:00.003-07:002009-09-28T09:26:13.235-07:00KPSPTPELATIHAN KARAKTERISTIK DAN DETEKSI TUMBUH<br />KEMBANG ANAK USIA DINI BAGI KADER<br />POSYANDU PLUS<br /><br />A. PENDAHULUAN<br />1. Analisis Situasi<br />Kesehatan masyarakat adalah<br />persoalan signifikan yang harus<br />menjadi perhatian pemerintah. Salah<br />satu bagian dari program kesehatan<br />masyarakat adalah kesehatan anak<br />usia dini, termasuk pemahaman mengenai<br />karakteristik tumbuh kembang<br />anak usia dini dan keterampilan<br />dalam mendetaksi secara dini<br />disfungsi tumbuh kembang anak.<br />Inotek, Volume 13, Nomor 1, Februari 2009<br />86<br />Posyandu sebagai bentuk partisipasi<br />masyarakat yang beraktifitas di bawah<br />Departemen Kesehatan merupakan<br />salah satu tataran pelaksanaan<br />pendidikan dan pemantauan<br />kesehatan masyarakat. Pemantauan<br />dan deteksi tumbuh kembang anak<br />usia dini merupakan bagian dari<br />tugas dari para kader Posyandu di<br />wilayah kerjanya masing-masing.<br />Tugas tersebut menjadi sangat penting<br />dan komplek karena persoalan<br />tumbuh kembang anak ternyata bukan<br />semata terarah pada pertumbuhan<br />dan kesehatan fisik saja, melainkan<br />juga komprehensif pada<br />perkembangan psikis anak usia dini.<br />Kesalahan atau disfungsi yang terjadi<br />pada salah satu faktor, baik fisik<br />ataupun psikis akan mengganggu<br />faktor satunya. Apabila tidak dilakukan<br />pemantauan dan dan deteksi<br />tumbuh kembang anak usia dini secara<br />benar dan cermat, maka disfungsi<br />tersebut dimungkinkan akan<br />menjadi kelainan permanen pada<br />diri anak.<br />Untuk efektivitas pelaksanaan<br />dan pencapaian tujuan dan<br />sasarannya, teknis Posyandu dilaksanakan<br />oleh kader yang menggerakkan<br />setiap Posyandu. Mengingat<br />pentingnya tugas kader Posyandu<br />dalam pemantauan dan deteksi<br />tumbuh kembang anak usia dini,<br />maka pemahaman dan keterampilan<br />setiap kader dalam konsep dan<br />teknis tumbuh kembang dan deteksi<br />dini menjadi sangat disyaratkan.<br />Berdasarkan uraian di atas,<br />rumusan masalah yang muncul sebagai<br />berikut.<br />a. Bagaimana karakteristik tumbuh<br />kembang anak usia dini?<br />b. Bagaimana proses deteksi tumbuh<br />kembang anak usia dini yang<br />dapat memantau secara cermat<br />proses tumbuh kembang anak<br />usia dini beserta kemungkinan<br />disfungsi yang ada ?<br />2. Tujuan Kegiatan<br />Adapun tujuan yang akan<br />dicapai dalam kegiatan pengabdian<br />pada masyarakat program IPTEKS<br />adalah meningkatkan pengetahuan<br />dan keterampilan kepada kader Posyandu<br />di Puskesmas Imogiri I Kecamatan<br />Imogiri Kabupaten Bantul,<br />dalam hal :<br />a. pengetahuan mengenai karakteristik<br />tumbuh kembang anak usia<br />dini;<br />b. pengetahuan mengenai deteksi pada<br />disfungsi tumbuh kembang anak usia<br />dini.<br />3. Manfaat Kegiatan<br />Kegiatan pangabdian pada<br />masyarakat ini diharapkan akan menambah<br />pemahaman dan keterampilan<br />para kader Posyandu mengenai<br />karakteristik dan deteksi tumbuh<br />kembang anak usia dini. Bertambahnya<br />pemahaman dan keterampilan<br />para kader Posyandu akan<br />mendukung upaya pemantauan kesehatan<br />dan pengendalian disfungsi<br />tumbuh kembang anak usia dini.<br />Kemampuan deteksi dini juga<br />diharapkan akan mencegah dan menimalisasi<br />adanya efek negatif yang<br />akan dialami anak dari disfungsi<br />tumbuh kembang, seperti gangguan<br />dan kecacatan tertentu, baik fisik<br />maupun psikis. Dengan demikian,<br />manfaat makro yang akan dirasakan<br />adalah peningkatan kualitas kesehatan<br />fisik dan mental generasi yang<br />sangat diperlukan sumber dayanya<br />untuk kelangsungan pembangunan<br />bangsa.<br />4. Tinjauan Pustaka<br />a. Karakteristik Anak Usia dini<br />i. Pengertian Anak Usia Dini<br />Hurlock (1980) membuat tahapan<br />rentang usia kehidupan manusia<br />sesuai tahap-tahap perkembangannya<br />dengan memberikan gambaran<br />batasan usia kronologis. Menurut<br />Hurlock, anak usia dini biasanya<br />berusia 2 sampai dengan 6 tahun.<br />Hurlock menjelaskan lebih<br />lanjut, bahwa terdapat beberapa istilah<br />untuk menyebut anak usia dini.<br />Orangtua sering menyebutnya sebagai<br />“usia yang mengundang masalah”<br />atau “usia sulit”, karena pada<br />tahap ini, sering terjadi masalah<br />perilaku anak-anak. Orang tua juga<br />menyebutnya sebagai “usia mainan”,<br />karena anak-anak menghabiskan<br />sebagian besar waktunya untuk<br />bermain dengan mainan-mainannya.<br />Sementara itu, para pendidik menggunakan<br />istilah usia dini untuk<br />membedakannnya dengan anakanak<br />yang cukup tua baik secara<br />fisik dan mental yang telah mampu<br />untuk menghadapi tugas-tugas di<br />sekolah. Sedangkan pakar psikologi<br />memiliki sebutan yang beraneka,<br />diantaranya adalah “usia kelompok”,<br />sebab anak-anak mempelajari<br />dasar-dasar perilaku sosial sebagai<br />persiapan untuk menyesuaikan diri<br />dengan lingkungan sosial. Selain itu<br />terdapat sebutan “usia menjelajah”,<br />sebab anak-anak berusaha menguasai<br />dan mengendalikan lingkungan<br />yang didorong oleh rasa ingin tahunya<br />yang besar. Usia ini juga disebut<br />“usia bertanya”, karena anak banyak<br />mengajukan pertanyaan dalam melakukan<br />penjelajahan tersebut. Selain<br />itu, masa ini disebut pula sebagai<br />“usia meniru”, karena hal<br />yang menonjol pada periode ini<br />adalah anak senang meniru pembicaraan<br />dan perilaku orang lain di<br />sekitarnya. Namun anak juga menunjukkan<br />kreativitasnya dalam bermain,<br />sehingga periode ini juga<br />disebut sebagai “usia kreatif”.<br />ii. Perkembangan Psikologis Anak<br />Usia Dini<br />1) Perkembangan Kognitif<br />Jean Piaget, seorang pakar<br />psikologi yang terkenal dengan teori<br />perkembangan kognitifnya, menyebut<br />usia dini dengan tahap praoperasional<br />(pre-operational stage).<br />Karakteristik dari tahap pra-operasional<br />oleh Papalia, dkk. (2002) disimpulkan<br />terdiri dari dua wilayah<br />karakteristik, yaitu kelebihan dan<br />kekurangan.<br />a) Kelebihan Tahap Pra-Operasional<br />Inotek, 88<br />Kelebihan tahap berpikir<br />praoperasional meliputi fungsi<br />simbolik yang diiringi oleh tumbuhnya<br />pemahaman terhadap ruang,<br />kausalitas, identitas, kategorisasi<br />dan angka.<br />(1) Fungsi Simbolik: kemampuan<br />anak untuk menggunakan simbol-<br />simbol atau hal-hal yang mewakili<br />aktivitas mental seperti kata,<br />angka, atau imaji yang membuat<br />manusia memahami arti.<br />Dengan memiliki simbol dari<br />benda-benda, akan membantu<br />anak mengingat dan berpikir tentang<br />benda-benda tersebut tanpa<br />harus ada kehadiran benda-benda<br />tersebut secara fisik (nyata).<br />Fungsi simbolik pada anak usia<br />dini ditunjukkan melalui imitasi<br />yang ditunda, bermain pura-pura<br />dan bahasa. Imitasi yang ditunda<br />(deferred imitation) yaitu didasarkan<br />pada pengamatan terhadap<br />perilaku orang lain. Contohnya<br />anak memarahi temannya<br />dengan menggunakan kata-kata<br />yang sama yang ia dengar dari<br />ayahnya ketika memarahi orang<br />lain. Pada bermain pura-pura<br />(pretend play), anak melambangkan<br />suatu objek sebagai sesuatu<br />yang lain. Misalnya, boneka dianggap<br />sebagai anak. Sementara<br />itu, bahasa terdiri dari simbolsimbol<br />yang umum dalam komunikasi<br />yaitu kata-kata.<br />(2) Pemahaman terhadap Identitas: anak<br />dapat memahami bahwa penggantian<br />penampakan sesuatu tidak mengubah<br />hakikat benda tersebut yang sesungguhnya.<br />(3) Pemahaman terhadap sebab dan<br />akibat: anak mengerti bahwa setiap<br />kejadian memiliki penyebab.<br />(4) Kemampuan untuk membuat klasifikasi:<br />anak mampu mengatur<br />objek, orang, dan kejadian ke dalam<br />kategorisasi yang berarti.<br />(5) Pemahaman terhadap angka: anak<br />mampu berhitung dan berhubungan dengan<br />kuantitas.<br />(6) Empati: anak menjadi lebih mampu<br />untuk membayangkan bagaimana kemungkinan<br />perasaan orang lain.<br />(7) Teori Akal: anak menjadi lebih sadar<br />terhadap aktivitas mental dan fungsi<br />pikiran.<br />b) Kekurangan Tahap Praperasional<br />Kekurangan atau keterbatasan<br />tahap pra-operasional meliputi<br />pemusatan, irreversibilitas, fokus<br />pada keadaan yang tetap daripada<br />perubahan bentuk, penalaran transduktif,<br />egosentrisme, animisme, dan<br />ketidakmampuan untuk membedakan<br />penampakan dengan kenyataan.<br />(1) Pemusatan: ketidakmampuan untuk<br />memecah. Anak memusatkan<br />pada satu aspek dari situasi dan<br />mengabaikan aspek-aspek yang<br />lain.<br />(2) Irreversibilitas: anak gagal untuk<br />memahami bahwa beberapa operasi<br />atau kegiatan dapat dibalik,<br />mengembalikan ke posisi sebenarnya.<br />(3) Fokus pada keadaan yang tetap<br />daripada perubahan bentuk: anak tidak<br />dapat memahami signifikansi perubahan<br />bentuk diantara bentuk yang tetap.<br />(4) Penalaran transduktif: anak tidak<br />menggunakan penalaran induktif<br />atau deduktif, tetapi mereka<br />melompat pada satu fakta ke<br />fakta lain.<br />(5) Egosentrisme: anak menganggap<br />pemikiran orang lain dan<br />perasaan orang lain seperti yang<br />mereka lakukan.<br />(6) Animisme: anak menganggap hidup<br />objek-objek yang tidak hidup.<br />(7) Ketidakmampuan untuk membedakan<br />penampakan dan kenyataan:<br />anak merasa kebingungan<br />dengan kondisi sesungguhnya<br />pada sesuatu yang tampak secara<br />luarnya.<br />iii. Perkembangan Emosi<br />Anak usia dini mulai belajar<br />untuk mengenali emosinya. Saarni,<br />dkk. (seperti dikutip oleh Papalia,<br />dkk., 2002) menyatakan bahwa anak<br />usia dini dapat membicarakan perasaan<br />mereka dan dapat melihat<br />perasaan orang lain. Anak usia dini<br />dapat memahami bahwa emosiemosi<br />tersebut berhubungan dengan<br />pengalaman-pengalaman dan keinginan-<br />keinginan. Namun demikian,<br />mereka masih belum dapat memahami<br />secara utuh terhadap beberapa<br />emosi yang berhubungan<br />langsung dengan diri sendiri seperti<br />malu dan bangga. Selain itu, anak<br />usia dini menemui kesulitan untuk<br />mendamaikan beberapa emosi yang<br />berlawanan, seperti merasa bahagia<br />mendapatkan sepeda baru, tetapi<br />merasa kecewa karena warnanya<br />tidak sesuai yang diinginkan (Kestenbaum<br />& Gelman dalam Papalia,<br />dkk., 2002). Menurut Papalia, dkk.<br />(2002), emosi-emosi yang langsung<br />berhubungan dengan diri sendiri<br />seperti malu dan bangga, berkembang<br />selama tahun ketiga, setelah<br />anak memiliki kesadaran diri (selfawareness).<br />Emosi-emosi ini tergantung<br />pada penanaman standar perilaku<br />oleh orangtua.<br />Penelitian yang dilakukan<br />oleh Harter (dalam Papalia, dkk.,<br />2002) menemukan bahwa perkembangan<br />emosi pada anak-anak terjadi<br />secara bertahap. Penelitian tersebut<br />melibatkan anak yang berusia<br />antara 4 sampai 8 tahun, anak-anak<br />tersebut dibacakan dua buah cerita.<br />Cerita pertama, seorang anak mengambil<br />beberapa uang receh dari<br />kotak setelah diberitahu ia tidak<br />boleh mengambil uang receh tersebut.<br />Cerita kedua, seorang anak<br />menampilkan sebuah atraksi senam<br />yang sulit, yaitu salto di atas sebuah<br />papan. Masing-masing cerita ditampilkan<br />dengan dua versi, salah satunya<br />orangtua melihat aksi anak tersebut<br />dan versi lain tidak ada seorang<br />pun yang melihat perilaku<br />anak tersebut. Anak-anak dalam penelitian<br />tersebut diminta menyatakan<br />bagaimana perasaannya dan<br />perasaan orangtua pada masingmasing<br />keadaan tersebut.<br />Anak usia 4-5 tahun tidak<br />menyatakan apakah dirinya atau<br />orangtua merasa bangga atau malu.<br />Inotek, <br />Mereka justru menggunakan istilah<br />seperti “cemas” atau “takut” (pada<br />insiden anak mengambil koin) dan<br />“menyenangkan” atau “bahagia”<br />(pada atraksi senam). Anak usia 5-6<br />tahun menyatakan bahwa orangtua<br />mereka akan merasa malu atau<br />bangga, tetapi anak-anak tidak<br />mengetahui apakah mereka sendiri<br />merasakan emosi tersebut. Anak<br />usia 6-7 tahun menyatakan bahwa<br />mereka akan merasa bangga atau<br />malu, hanya jika mereka diamati.<br />Anak usia 7-8 tahun memahami<br />bahwa ada atau tidak orang lain<br />yang mengamati mereka, mereka<br />akan merasa malu atau bangga.<br />iv. Perkembangan Psikososial<br />Menurut Erik H. Erikson,<br />tahap psikososial yang terjadi pada<br />anak usia dini karakteristiknya adalah<br />inisiatif lawan perasaan bersalah.<br />Pada usia dini, inisiatif anak berkembang<br />pesat, banyak hal yang<br />anak-anak ingin lakukan. Tetapi<br />orangtua dan orang dewasa lainnya<br />menyatakan bahwa anak-anak tidak<br />dapat melakukan segala sesuatu<br />yang mereka inginkan. Pada kondisi<br />seperti inilah, menurut Erikson,<br />muncul krisis antara inisiatif lawan<br />perasaan bersalah, yaitu pada satu<br />sisi ada hal-hal yang ingin dilakukan,<br />tetapi pada sisi lain terdapat<br />larangan dari orang dewasa di<br />sekitar anak-anak (Steinberg, dkk.,<br />1991).<br />v. Perkembangan Motorik<br />a) Gross motor skills (keterampilan<br />motorik kasar)<br />Keterampilan motorik kasar<br />berkembang pada tahap usia dini<br />secara dramatik. Anak-anak menjadi<br />senang menjelajah sejalan dengan<br />perkembangan motoriknya yang semakin<br />baik. Anak-anak usia dini<br />sangat aktif, lebih aktif dibanding<br />tahap-tahap perkembangan lainnya<br />(Santrock, 1999).<br />b). Fine motor skills (keterampilan<br />motorik halus)<br />Keterampilan motorik halus<br />juga berkembang secara substantif<br />pada tahap usia dini. Anak usia 3<br />tahun telah dapat memegang bendabenda<br />ramping diantara ibu jari dan<br />telunjuknya, tetapi mereka masih<br />kikuk. Ketika anak usia 3 tahun<br />bermain puzzle sederhana, mereka<br />akan menempatkan kepingan-kepingan<br />puzzle secara kasar. Anak<br />usia 4 tahun mengalami perkembangan<br />motorik halus secara substantif<br />lebih meningkat. Misalnya<br />anak mengalami kesulitan untuk<br />membangun balok-balok menjadi<br />sebuah menara, mereka mungkin<br />mengalami kesulitan karena ingin<br />membuatnya secara sempurna dan<br />merasa putus asa. Anak usia 5 tahun<br />memiliki perkembangan motorik<br />halus yang lebih meningkat. Tangan,<br />lengan dan tubuh, semuanya<br />bergerak bersama dibawah koordinasi<br />mata (Santrock, 1999).<br />b. Deteksi Dini Tumbuh Kembang<br />Anak<br />Pelatihan Karakteristik dan Deteksi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini<br />91<br />i. Pengertian Deteksi Dini Tumbuh<br />Kembang Anak<br />Deteksi dini merupakan upaya<br />penjaringan yang dilaksanakan secara<br />komprehensif untuk menemukan penyimpangan<br />tumbuh kembang dan mengetahui<br />serta mengenal faktor resiko (fisik,<br />biomedik, psikososial) pada balita, yang<br />disebut juga anak usia dini (Tim Dirjen<br />Pembinaan Kesmas , 1997).<br />ii. Kegunaan Deteksi Dini<br />Kegunaan deteksi dini adalah<br />untuk mengetahui penyimpangan tumbuh<br />kembang anak secara dini, sehingga upaya<br />pencegahan, upaya stimulasi, dan upaya<br />penyembuhan serta pemulihan dapat<br />diberikan dengan indikasi yang jelas sedini<br />mungkin pada masa-masa kritis proses<br />tumbuh kembang. Upaya-upaya tersebut<br />diberikan sesuai dengan umur perkembangan<br />anak, dengan demikian dapat<br />tercapai kondisi tumbuh kembang yang<br />optimal ((Tim Dirjen Pembinaan Kesmas ,<br />1997).<br />iii. Alat untuk Melakukan Deteksi<br />Dini<br />Alat untuk deteksi dini berupa<br />tes skrining yang telah distandardisasi<br />untuk menjaring anak yang<br />mempunyai kelainan dari mereka<br />yang normal ((Tim Dirjen Pembinaan<br />Kesmas , 1997). Tes skrining<br />yang peka, dapat meramalkan keadaan<br />anak dikemudian hari. Oleh<br />sebab itu, diperlukan kepekaan dari<br />petugas yang melakukan deteksi<br />dini, dalam hal ini kader Posyandu.<br />Menurut Pedoman Deteksi<br />Dini Tumbuh Kembang Balita (Tim<br />Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997)<br />macam-macam tes skrining yang<br />digunakan adalah seperti berikut.<br />1) Pengukuran Berat Badan menurut<br />Umur (BB/ U)<br />Pengukuran ini dilakukan secara<br />teratur untuk memantau pertumbuhan<br />dan keadaan gizi balita.<br />Balita ditimbang setiap bulan dan<br />dicatat dalam Kartu Menuju Sehat<br />Balita (KMS Balita) sehingga<br />dapat dilihat grafik pertumbuhannya<br />dan dilakukan interefensi jika<br />terjadi penyimpangan.<br />2) Pengukuran Lingkaran Kepala<br />Anak (PLKA)<br />PLKA adalah cara yang biasa dipakai<br />untuk mengetahui perkembangan otak<br />anak. Biasanya besar tengkorak mengikuti<br />perkembangan otak, sehingga bila<br />ada hambatan pada perkembangan<br />tengkorak maka perkembangan otak<br />anak juga terhambat. PLKA dapat<br />dipakai sebagai salah satu alat pemantau<br />perkembangan kecerdasan anak.<br />3) Kuesioner Pra Skrining Perkembangan<br />(KPSP)<br />KPSP adalah suatu daftar pertanyaan<br />singkat yang ditujukan kepada orang<br />tua dan dipergunakan sebagai alat untuk<br />melakukan skrining pendahuluan perkembangan<br />anak usia 3 bulan sampai<br />dengan 6 tahun. Untuk tiap golongan<br />usia terdapat 10 pertanyaan untuk orang<br />tua atau pengasuh.<br />KPSP dapat digunakan untuk mengetahui<br />ada tidaknya hambatan dalam<br />perkembangan anak. Namun hasil yang<br />negatif tidak selalu berarti bahwa<br />perkembangan anak tersebut tidak<br />normal, tetapi hal ini menunjukkan<br />Inotek, <br />bahwa anak tersebut memerlukan<br />pemeriksaan lebih lanjut. Untuk jumlah<br />jawaban “Ya” kurang atau sama<br />dengan enam, maka anak tersebut harus<br />dirujuk ke ahli.<br />4) Kuesioner Perilaku Anak Prasekolah<br />(KPAP)<br />KPAP adalah sekumpulan kondisikondisi<br />perilaku yang digunakan sebagai<br />alat untuk mendeteksi secara dini<br />kelainan-kelainan perilaku anak prasekolah,<br />sehingga dapat segera dilakukan<br />tindakan untuk mengantisipasinya.<br />KPAP diberikan kepada anak usia<br />prasekolah atau 3-6 tahun. Dalam<br />KPAP terdapat 30 perilaku yang ditanyakan<br />kepada orang tua atau<br />pengasuh anak. Jika didapatkan hasil<br />nilai lebih atau sama dengan sebelas,<br />maka anak perlu dirujuk.<br />5) Tes Daya Lihat (TDL) dan Tes<br />Kesehatan Mata (TKM) bagi<br />Anak Prasekolah.<br />TDL dan TKM bagi anak prasekolah<br />(3-6 tahun) adalah alat<br />untuk memeriksa ketajaman daya<br />lihat serta kelainan mata pada<br />golongan usia tersebut. Dengan<br />demikian dapat segera ditentukan<br />interfensi sehingga membuat<br />anak lebih siap untuk masuk<br />sekolah dan belajar tanpa adanya<br />gangguan kesehatan mata.<br />c. Kader Posyandu Plus<br />i. Pengertian Posyandu Plus<br />Posyandu merupakan suatu<br />kegiatan masyarakat, oleh masyarakat,<br />dan untuk masyarakat dengan<br />memakai sistem lima meja (Meja 1:<br />Pendaftaran, Meja 2: Penimbangan,<br />Meja 3: Pencatatan Hasil Penimbangan,<br />Meja 4: Penyuluhan, Meja<br />5: Pelayanan Kesehatan dan Keluarga<br />Berencana) yang memberikan<br />lima pelayanan yaitu: Pelayanan<br />Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak<br />(KIA), Keluarga Berencana (KB),<br />Penanggulangan Diare, dan Pelayanan<br />Imunisasi.<br />Posyandu Plus merupakan<br />pengembangan Posyandu melalui<br />rujukan mitra keluarga yang menghasilkan<br />lima pelayanan di Posyandu<br />dengan penambahan (plus)<br />pada pelayanan konseling mitra<br />keluarga serta pengaturan waktu<br />buka (pelayanan) yang fleksibel<br />sesuai dengan kebutuhan masyarakat.<br />Sasaran dari Posyandu Plus<br />adalah seluruh anggota keluarga<br />yang terdiri dari: 1) Keluarga baru;<br />2) Keluarga ibu hamil, melahirkan,<br />dan menyusui; 3) Keluarga bayi dan<br />balita; 4) Keluarga anak usia sekolah<br />dan remaja; 5) Keluarga usia<br />subur; dan 6) Keluarga usia lanjut<br />(Tim Pengembangan Posyandu Plus<br />Propinsi DIY, 2006).<br />ii. Kader Posyandu Plus<br />Menurut Tim Konsep Pengembangan<br />Posyandu Plus Propinsi<br />DIY (2006), Posyandu diselenggarakan<br />oleh masyarakat sendiri dengan<br />bimbingan dan pembinaan dari petugas<br />lintas sektor terkait. Anggota<br />masyarakat yang dilatih dan dibina<br />ini disebut dengan istilah kader.<br />Selama ini pelatihan dan pembinaan<br />kader dilakukan oleh Dinas Kesehatan<br />melalui Puskesmas setempat,<br />Pelatihan Karakteristik dan Deteksi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini<br />93<br />dengan demikian fokus pelatihan<br />dan pembinaan hanya ditekankan<br />pada bidang kesehatan. Dalam pengembangannya<br />menjadi Posyandu<br />Plus, pelatihan dan pembinaan kader<br />tidak hanya akan difokuskan pada<br />bidang kesehatan saja tetapi juga<br />akan meliputi bidang hukum, sosial,<br />ekonomi, pendidikan, dan psikologi.<br />B. METODE PENGABDIAN<br />Program pengabdian kepada<br />masyarakat yang berupa pelatihan<br />karakteristik dan deteksi dini tumbuh<br />kembang ini disampaikan kepada<br />khalayan sasaran dengan beberapa<br />metode sebagai berikut.<br />1. Ceramah<br />Metode ini dipilih untuk menyampaikan<br />teori dan konsep-konsep yang<br />sangat prinsip dan penting untuk<br />dimengerti serta dikuasai oleh peserta<br />pelatihan. Materi yang diberikan meliputi<br />pengertian dan karakteristik anak<br />usia dini; tahap-tahap perkembangan<br />kognitif, emosi, psikososial, dan<br />motorik anak usia dini; pengetahuan<br />mengenai deteksi tumbuh kembang<br />anak usia dini; dan pengetahuan tentang<br />alat yang dibutuhkan untuk melakukan<br />deteksi tumbuh kembang anak usia dini.<br />a. Display Study (foto dan film)<br />Metode ini dipilih untuk menampilkan<br />kondisi dan perilakuperilaku<br />yang mungkin terjadi<br />pada anak usia dini, baik anak<br />yang normal maupun anak<br />berkebutuhan khusus. Dengan<br />display study maka para peserta<br />pelatihan akan dapat melakukan<br />pengamatan perilaku anak dan<br />mempraktekkan deteksi tumbuh<br />kembang pada anak usia dini.<br />b. Role Play<br />Pada metode ini peserta secara<br />bergantian akan mempraktekkan cara<br />pelayanan, pendeteksian, penyuluhan,<br />dan interfensi dini pada penyimpangan<br />tumbuh kembang anak.<br />c. Studi kasus dan diskusi<br />Pada metode ini peserta akan melakukan<br />kajian terhadap kasus-kasus<br />yang mungkin dihadapi oleh kader<br />Posyandu pada prakteknya nanti.<br />Dengan begitu kader diharapkan akan<br />menjadi lebih terampil dan memiliki<br />bekal yang cukup untuk melakukan<br />pelayanan deteksi tumbuh kembang<br />anak usia dini.<br />C. HASIL DAN PEMBAHASAN<br />1. Hasil yang Dicapai<br />Pelaksanaan pelatihan kepada<br />kader POSYANDU ini<br />membawa hasil yang nyata sesuai<br />dengan tujuan program yang dirumuskan<br />sebelumnya. Evaluasi<br />yang dilakukan menunjukkan bahwa<br />para kader yang mengikuti pelatihan<br />ini menyatakan bertambahnya pemahaman<br />mereka mengenai karakteristik<br />tumbuh kembang anak usia<br />dini dan bertambah pula keterampilan<br />dalam mendeteksi secara<br />dini disfungsi tumbuh kembang<br />anak. Secara umum tindak lanjut<br />yang dilakukan para kader Posyandu<br />Plus setelah mengikuti pelatihan<br />adalah para kader telah memasukkan<br />materi proses tumbuh kembang<br />Inotek, <br />dan deteksi disfungsi tumbuh kembang<br />anak usia dini dalam penyuluhan<br />yang mereka adakan. Selain<br />itu para kader juga menjadi lebih<br />“aware” akan adanya disfungsi tumbuh<br />kembang yang ada di lingkungan<br />sekitar mereka dan mampu memberi<br />solusi dan saran atas temuan<br />permasalahan tumbuh kembang<br />anak yang dihadapi oleh masyarakat.<br />2. Manfaat dan Kontribusi<br />Manfaat dan kontribusi dari<br />kegiatan pangabdian kepada masyarakat<br />ini dirasakan sesuai dengan<br />harapan yang dirumuskan sebelum<br />pelaksanaan, yakni menambah pemahaman<br />dan keterampilan para<br />kader Posyandu mengenai karakteristik<br />dan deteksi tumbuh kembang<br />anak usia dini. Kebermanfaatan dan<br />kontribusi dari program ini diidentifikasi<br />dari beberapa aspek selama<br />masa perencanaan, pelaksanaan, dan<br />setelah program berakhir, sebagai<br />berikut.<br />a. Manfaat dan Kontribusi dari<br />Masa Perencanaan Program<br />Masa perencanaan program<br />yang berupa penyusunan rencana<br />pelaksanaan, survey awal kondisi<br />POSYANDU di pedesaan, dan wawancara<br />terhadap Pimpinan PUSKESMAS<br />Imogiri I Bantul Yogyakarta,<br />menunjukkan bahwa pelatihan<br />ini bermanfaat dan berkontribusi<br />sebagai sarana pengembangan dan<br />sosialisasi ilmu pengetahuan. Pengembangan<br />ilmu pengetahuan dapat<br />dilihat dari rumusan materi<br />karakteristik dan deteksi tumbuh<br />kembang anak usia dini yang dirancang<br />untuk menjawab kebutuhan<br />dan kondisi realitas minim dan<br />terbatasnya pengetahuan mengenai<br />karakteristik tumbuh kembang anak<br />usia dini dan keterampilan masyarakat<br />secara utuh mengenai deteksi<br />tumbuh kembang anak usia dini.<br />Manfaat dan kontribusi berupa sosialisasi<br />dari program ini jelas terlihat<br />dari bentuk program yang berupa<br />transfer ilmu pengetahuan kepada<br />masyarakat yang menjadi sasaran<br />yaitu kader Posyandu. Di samping<br />itu, program pelatihan yang<br />melibatkan PUSKESMAS Imogiri I<br />menunjukkan adanya kerja sama<br />yang manfaat dan kontribusinya terasa<br />berupa pengembangan jaringan<br />kelembagaan pada bidang yang<br />searah, yaitu pemerataan kesejahteraan<br />dan kesehatan anak usia dini.<br />b. Manfaat dan Kontribusi<br />selama Pelaksanaan Kegiatan<br />Melihat dari interaksi dalam<br />forum pelatihan ini serta evaluasi<br />dan pernyataan peserta, kegiatan ini<br />sangat bermanfaat dan membawa<br />kontribusi bagi kader POSYANDU<br />dalam mendapatkan pengetahuan<br />yang sistematis dan komprehensif<br />mengenai karakteristik tumbuh kembang<br />anak usia dini serta keterampilan<br />dalam mendeteksi disfungsi<br />tumbuh kembang anak sejak usia<br />dini. Di samping itu, bertemunya 34<br />orang kader POSYANDU unit kerja<br />PUSKESMAS Imogiri I yang <br />asal dari wilayah pedesaan yang<br />tersebar di wilayah kecamatan Imogiri<br />membawa manfaat dan kontribusi<br />bagi terjalinnya komunikasi<br />dan berbagi pengalaman dari kasus<br />dan problem tumbuh kembang anak<br />usia dini temuan di lapangan yang<br />didiskusikan dalam forum.<br />iii. Manfaat setelah Pelaksanaan<br />Program<br />Pengetahuan baru yang didapat<br />dari pelatihan ini juga sangat bermanfaat<br />dan memberi kontribusi bagi para kader<br />POSYANDU sebagai bekal dalam melaksanakan<br />tugas di lapangan. Manfaat dan<br />kontribusi pelatihan ini yang berhubungan<br />langsung dengan tugas kader POSYANDU<br />yaitu berupa tugas memberi<br />pengetahuan kepada masyakarakat, membantu<br />masyarakat dalam menghadapi dan<br />mengatasi persoalan yang berkaitan dengan<br />kesehatan dan tumbuh kembang anak, dan<br />mengingatkan akan persoalan tumbuh<br />kembang anak usia dini yang belum<br />disadari atau dimengerti oleh masyarakat.<br />D. KESIMPULAN DAN SARAN<br />1. Kesimpulan<br />Program Pengabdian kepada<br />Masyarakat yang berbentuk pelatihan<br />ini dapat dikatakan berjalan dengan<br />baik dan sesuai dengan perencanaan.<br />Adapun beberapa hal yang<br />dapat disimpulkan dari berlangsungnya<br />program ini sebagai berikut.<br />a. Rumusan masalah berupa pengetahuan<br />mengenai karakteristik<br />tumbuh kembang, karakteristik<br />disfungsi tumbuh kembang, serta<br />deteksi tumbuh kembang anak<br />usia dini telah terjawab dari materi<br />pelatihan yang disampaikan.<br />Semua materi tersebut diperdalam<br />dengan studi kasus dan<br />tanya jawab. Selain itu wawasan<br />peserta juga bertambah dengan<br />adanya praktik dan simulasi<br />stimulasi tumbuh kembang anak<br />usia dini melalui treatmen pijat<br />bayi.<br />b. Sasaran pelatihan sangat tepat,<br />dilihat dari khalayak sasaran<br />yang memang membutuhkan materi<br />pelatihan sebagai bekal tugas<br />kader Posyandu Plus di lingkungan<br />masyarakat, serta secara<br />kuantitatif dilihat dari jumlah<br />peserta yang melebihi harapan.<br />Dari 25 peserta yang direncanakan<br />hadir 34 peserta.<br />c. Sebagian besar kader peserta telah<br />meneruskan sosialisasikan materi pelatihan<br />pada masyarakat binaan<br />Posyandu Plus masing-masing. Bahkan,<br />para kader telah dapat memberi<br />saran untuk masalah tumbuh kembang<br />anak yang ditemui di lapangan.<br />2. Saran<br />a. Di masa mendatang akan ada pelatihan<br />mengenai deteksi disfungsi tumbuh<br />kembang anak yang lebih mendalam<br />dan operasional, serta mengenai penanganan<br />awal yang bisa dilakukan oleh<br />kader maupun keluarga bila menemukan<br />kasus disfungsi tumbuh kembang. Diharapkan<br />juga adanya pelatihan stimulasi<br />bagi pertumbuhan dan perkembangan<br />anak usia dini yang praktis, mudah, dan<br />murah.<br />b. Kesinambungan kerja sama antara<br />PUSKESMAS sebagai lembaga<br />kesehatan pemerintah dengan<br />Universitas Negeri Yogyakarta<br />terutama Jurusan yang berkaitan<br />dengan kesehatan dan pendidikan<br />anak, untuk lebih mengejawantahkan<br />ilmu dalam tataran<br />praktik dan kebermanfaatan pada<br />masyarakat luas.Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-35821243858536845282009-09-28T09:21:00.000-07:002009-09-28T09:25:11.714-07:00KPSPTPELATIHAN KARAKTERISTIK DAN DETEKSI TUMBUH<br />KEMBANG ANAK USIA DINI BAGI KADER<br />POSYANDU PLUS<br /><br />A. PENDAHULUAN<br />1. Analisis Situasi<br />Kesehatan masyarakat adalah<br />persoalan signifikan yang harus<br />menjadi perhatian pemerintah. Salah<br />satu bagian dari program kesehatan<br />masyarakat adalah kesehatan anak<br />usia dini, termasuk pemahaman mengenai<br />karakteristik tumbuh kembang<br />anak usia dini dan keterampilan<br />dalam mendetaksi secara dini<br />disfungsi tumbuh kembang anak.<br />Inotek, Volume 13, Nomor 1, Februari 2009<br />86<br />Posyandu sebagai bentuk partisipasi<br />masyarakat yang beraktifitas di bawah<br />Departemen Kesehatan merupakan<br />salah satu tataran pelaksanaan<br />pendidikan dan pemantauan<br />kesehatan masyarakat. Pemantauan<br />dan deteksi tumbuh kembang anak<br />usia dini merupakan bagian dari<br />tugas dari para kader Posyandu di<br />wilayah kerjanya masing-masing.<br />Tugas tersebut menjadi sangat penting<br />dan komplek karena persoalan<br />tumbuh kembang anak ternyata bukan<br />semata terarah pada pertumbuhan<br />dan kesehatan fisik saja, melainkan<br />juga komprehensif pada<br />perkembangan psikis anak usia dini.<br />Kesalahan atau disfungsi yang terjadi<br />pada salah satu faktor, baik fisik<br />ataupun psikis akan mengganggu<br />faktor satunya. Apabila tidak dilakukan<br />pemantauan dan dan deteksi<br />tumbuh kembang anak usia dini secara<br />benar dan cermat, maka disfungsi<br />tersebut dimungkinkan akan<br />menjadi kelainan permanen pada<br />diri anak.<br />Untuk efektivitas pelaksanaan<br />dan pencapaian tujuan dan<br />sasarannya, teknis Posyandu dilaksanakan<br />oleh kader yang menggerakkan<br />setiap Posyandu. Mengingat<br />pentingnya tugas kader Posyandu<br />dalam pemantauan dan deteksi<br />tumbuh kembang anak usia dini,<br />maka pemahaman dan keterampilan<br />setiap kader dalam konsep dan<br />teknis tumbuh kembang dan deteksi<br />dini menjadi sangat disyaratkan.<br />Berdasarkan uraian di atas,<br />rumusan masalah yang muncul sebagai<br />berikut.<br />a. Bagaimana karakteristik tumbuh<br />kembang anak usia dini?<br />b. Bagaimana proses deteksi tumbuh<br />kembang anak usia dini yang<br />dapat memantau secara cermat<br />proses tumbuh kembang anak<br />usia dini beserta kemungkinan<br />disfungsi yang ada ?<br />2. Tujuan Kegiatan<br />Adapun tujuan yang akan<br />dicapai dalam kegiatan pengabdian<br />pada masyarakat program IPTEKS<br />adalah meningkatkan pengetahuan<br />dan keterampilan kepada kader Posyandu<br />di Puskesmas Imogiri I Kecamatan<br />Imogiri Kabupaten Bantul,<br />dalam hal :<br />a. pengetahuan mengenai karakteristik<br />tumbuh kembang anak usia<br />dini;<br />b. pengetahuan mengenai deteksi pada<br />disfungsi tumbuh kembang anak usia<br />dini.<br />3. Manfaat Kegiatan<br />Kegiatan pangabdian pada<br />masyarakat ini diharapkan akan menambah<br />pemahaman dan keterampilan<br />para kader Posyandu mengenai<br />karakteristik dan deteksi tumbuh<br />kembang anak usia dini. Bertambahnya<br />pemahaman dan keterampilan<br />para kader Posyandu akan<br />mendukung upaya pemantauan kesehatan<br />dan pengendalian disfungsi<br />tumbuh kembang anak usia dini.<br />Kemampuan deteksi dini juga<br />diharapkan akan mencegah dan menimalisasi<br />adanya efek negatif yang<br />akan dialami anak dari disfungsi<br />tumbuh kembang, seperti gangguan<br />dan kecacatan tertentu, baik fisik<br />maupun psikis. Dengan demikian,<br />manfaat makro yang akan dirasakan<br />adalah peningkatan kualitas kesehatan<br />fisik dan mental generasi yang<br />sangat diperlukan sumber dayanya<br />untuk kelangsungan pembangunan<br />bangsa.<br />4. Tinjauan Pustaka<br />a. Karakteristik Anak Usia dini<br />i. Pengertian Anak Usia Dini<br />Hurlock (1980) membuat tahapan<br />rentang usia kehidupan manusia<br />sesuai tahap-tahap perkembangannya<br />dengan memberikan gambaran<br />batasan usia kronologis. Menurut<br />Hurlock, anak usia dini biasanya<br />berusia 2 sampai dengan 6 tahun.<br />Hurlock menjelaskan lebih<br />lanjut, bahwa terdapat beberapa istilah<br />untuk menyebut anak usia dini.<br />Orangtua sering menyebutnya sebagai<br />“usia yang mengundang masalah”<br />atau “usia sulit”, karena pada<br />tahap ini, sering terjadi masalah<br />perilaku anak-anak. Orang tua juga<br />menyebutnya sebagai “usia mainan”,<br />karena anak-anak menghabiskan<br />sebagian besar waktunya untuk<br />bermain dengan mainan-mainannya.<br />Sementara itu, para pendidik menggunakan<br />istilah usia dini untuk<br />membedakannnya dengan anakanak<br />yang cukup tua baik secara<br />fisik dan mental yang telah mampu<br />untuk menghadapi tugas-tugas di<br />sekolah. Sedangkan pakar psikologi<br />memiliki sebutan yang beraneka,<br />diantaranya adalah “usia kelompok”,<br />sebab anak-anak mempelajari<br />dasar-dasar perilaku sosial sebagai<br />persiapan untuk menyesuaikan diri<br />dengan lingkungan sosial. Selain itu<br />terdapat sebutan “usia menjelajah”,<br />sebab anak-anak berusaha menguasai<br />dan mengendalikan lingkungan<br />yang didorong oleh rasa ingin tahunya<br />yang besar. Usia ini juga disebut<br />“usia bertanya”, karena anak banyak<br />mengajukan pertanyaan dalam melakukan<br />penjelajahan tersebut. Selain<br />itu, masa ini disebut pula sebagai<br />“usia meniru”, karena hal<br />yang menonjol pada periode ini<br />adalah anak senang meniru pembicaraan<br />dan perilaku orang lain di<br />sekitarnya. Namun anak juga menunjukkan<br />kreativitasnya dalam bermain,<br />sehingga periode ini juga<br />disebut sebagai “usia kreatif”.<br />ii. Perkembangan Psikologis Anak<br />Usia Dini<br />1) Perkembangan Kognitif<br />Jean Piaget, seorang pakar<br />psikologi yang terkenal dengan teori<br />perkembangan kognitifnya, menyebut<br />usia dini dengan tahap praoperasional<br />(pre-operational stage).<br />Karakteristik dari tahap pra-operasional<br />oleh Papalia, dkk. (2002) disimpulkan<br />terdiri dari dua wilayah<br />karakteristik, yaitu kelebihan dan<br />kekurangan.<br />a) Kelebihan Tahap Pra-Operasional<br />Inotek, 88<br />Kelebihan tahap berpikir<br />praoperasional meliputi fungsi<br />simbolik yang diiringi oleh tumbuhnya<br />pemahaman terhadap ruang,<br />kausalitas, identitas, kategorisasi<br />dan angka.<br />(1) Fungsi Simbolik: kemampuan<br />anak untuk menggunakan simbol-<br />simbol atau hal-hal yang mewakili<br />aktivitas mental seperti kata,<br />angka, atau imaji yang membuat<br />manusia memahami arti.<br />Dengan memiliki simbol dari<br />benda-benda, akan membantu<br />anak mengingat dan berpikir tentang<br />benda-benda tersebut tanpa<br />harus ada kehadiran benda-benda<br />tersebut secara fisik (nyata).<br />Fungsi simbolik pada anak usia<br />dini ditunjukkan melalui imitasi<br />yang ditunda, bermain pura-pura<br />dan bahasa. Imitasi yang ditunda<br />(deferred imitation) yaitu didasarkan<br />pada pengamatan terhadap<br />perilaku orang lain. Contohnya<br />anak memarahi temannya<br />dengan menggunakan kata-kata<br />yang sama yang ia dengar dari<br />ayahnya ketika memarahi orang<br />lain. Pada bermain pura-pura<br />(pretend play), anak melambangkan<br />suatu objek sebagai sesuatu<br />yang lain. Misalnya, boneka dianggap<br />sebagai anak. Sementara<br />itu, bahasa terdiri dari simbolsimbol<br />yang umum dalam komunikasi<br />yaitu kata-kata.<br />(2) Pemahaman terhadap Identitas: anak<br />dapat memahami bahwa penggantian<br />penampakan sesuatu tidak mengubah<br />hakikat benda tersebut yang sesungguhnya.<br />(3) Pemahaman terhadap sebab dan<br />akibat: anak mengerti bahwa setiap<br />kejadian memiliki penyebab.<br />(4) Kemampuan untuk membuat klasifikasi:<br />anak mampu mengatur<br />objek, orang, dan kejadian ke dalam<br />kategorisasi yang berarti.<br />(5) Pemahaman terhadap angka: anak<br />mampu berhitung dan berhubungan dengan<br />kuantitas.<br />(6) Empati: anak menjadi lebih mampu<br />untuk membayangkan bagaimana kemungkinan<br />perasaan orang lain.<br />(7) Teori Akal: anak menjadi lebih sadar<br />terhadap aktivitas mental dan fungsi<br />pikiran.<br />b) Kekurangan Tahap Praperasional<br />Kekurangan atau keterbatasan<br />tahap pra-operasional meliputi<br />pemusatan, irreversibilitas, fokus<br />pada keadaan yang tetap daripada<br />perubahan bentuk, penalaran transduktif,<br />egosentrisme, animisme, dan<br />ketidakmampuan untuk membedakan<br />penampakan dengan kenyataan.<br />(1) Pemusatan: ketidakmampuan untuk<br />memecah. Anak memusatkan<br />pada satu aspek dari situasi dan<br />mengabaikan aspek-aspek yang<br />lain.<br />(2) Irreversibilitas: anak gagal untuk<br />memahami bahwa beberapa operasi<br />atau kegiatan dapat dibalik,<br />mengembalikan ke posisi sebenarnya.<br />(3) Fokus pada keadaan yang tetap<br />daripada perubahan bentuk: anak tidak<br />dapat memahami signifikansi perubahan<br />bentuk diantara bentuk yang tetap.<br />(4) Penalaran transduktif: anak tidak<br />menggunakan penalaran induktif<br />atau deduktif, tetapi mereka<br />melompat pada satu fakta ke<br />fakta lain.<br />(5) Egosentrisme: anak menganggap<br />pemikiran orang lain dan<br />perasaan orang lain seperti yang<br />mereka lakukan.<br />(6) Animisme: anak menganggap hidup<br />objek-objek yang tidak hidup.<br />(7) Ketidakmampuan untuk membedakan<br />penampakan dan kenyataan:<br />anak merasa kebingungan<br />dengan kondisi sesungguhnya<br />pada sesuatu yang tampak secara<br />luarnya.<br />iii. Perkembangan Emosi<br />Anak usia dini mulai belajar<br />untuk mengenali emosinya. Saarni,<br />dkk. (seperti dikutip oleh Papalia,<br />dkk., 2002) menyatakan bahwa anak<br />usia dini dapat membicarakan perasaan<br />mereka dan dapat melihat<br />perasaan orang lain. Anak usia dini<br />dapat memahami bahwa emosiemosi<br />tersebut berhubungan dengan<br />pengalaman-pengalaman dan keinginan-<br />keinginan. Namun demikian,<br />mereka masih belum dapat memahami<br />secara utuh terhadap beberapa<br />emosi yang berhubungan<br />langsung dengan diri sendiri seperti<br />malu dan bangga. Selain itu, anak<br />usia dini menemui kesulitan untuk<br />mendamaikan beberapa emosi yang<br />berlawanan, seperti merasa bahagia<br />mendapatkan sepeda baru, tetapi<br />merasa kecewa karena warnanya<br />tidak sesuai yang diinginkan (Kestenbaum<br />& Gelman dalam Papalia,<br />dkk., 2002). Menurut Papalia, dkk.<br />(2002), emosi-emosi yang langsung<br />berhubungan dengan diri sendiri<br />seperti malu dan bangga, berkembang<br />selama tahun ketiga, setelah<br />anak memiliki kesadaran diri (selfawareness).<br />Emosi-emosi ini tergantung<br />pada penanaman standar perilaku<br />oleh orangtua.<br />Penelitian yang dilakukan<br />oleh Harter (dalam Papalia, dkk.,<br />2002) menemukan bahwa perkembangan<br />emosi pada anak-anak terjadi<br />secara bertahap. Penelitian tersebut<br />melibatkan anak yang berusia<br />antara 4 sampai 8 tahun, anak-anak<br />tersebut dibacakan dua buah cerita.<br />Cerita pertama, seorang anak mengambil<br />beberapa uang receh dari<br />kotak setelah diberitahu ia tidak<br />boleh mengambil uang receh tersebut.<br />Cerita kedua, seorang anak<br />menampilkan sebuah atraksi senam<br />yang sulit, yaitu salto di atas sebuah<br />papan. Masing-masing cerita ditampilkan<br />dengan dua versi, salah satunya<br />orangtua melihat aksi anak tersebut<br />dan versi lain tidak ada seorang<br />pun yang melihat perilaku<br />anak tersebut. Anak-anak dalam penelitian<br />tersebut diminta menyatakan<br />bagaimana perasaannya dan<br />perasaan orangtua pada masingmasing<br />keadaan tersebut.<br />Anak usia 4-5 tahun tidak<br />menyatakan apakah dirinya atau<br />orangtua merasa bangga atau malu.<br />Inotek, <br />Mereka justru menggunakan istilah<br />seperti “cemas” atau “takut” (pada<br />insiden anak mengambil koin) dan<br />“menyenangkan” atau “bahagia”<br />(pada atraksi senam). Anak usia 5-6<br />tahun menyatakan bahwa orangtua<br />mereka akan merasa malu atau<br />bangga, tetapi anak-anak tidak<br />mengetahui apakah mereka sendiri<br />merasakan emosi tersebut. Anak<br />usia 6-7 tahun menyatakan bahwa<br />mereka akan merasa bangga atau<br />malu, hanya jika mereka diamati.<br />Anak usia 7-8 tahun memahami<br />bahwa ada atau tidak orang lain<br />yang mengamati mereka, mereka<br />akan merasa malu atau bangga.<br />iv. Perkembangan Psikososial<br />Menurut Erik H. Erikson,<br />tahap psikososial yang terjadi pada<br />anak usia dini karakteristiknya adalah<br />inisiatif lawan perasaan bersalah.<br />Pada usia dini, inisiatif anak berkembang<br />pesat, banyak hal yang<br />anak-anak ingin lakukan. Tetapi<br />orangtua dan orang dewasa lainnya<br />menyatakan bahwa anak-anak tidak<br />dapat melakukan segala sesuatu<br />yang mereka inginkan. Pada kondisi<br />seperti inilah, menurut Erikson,<br />muncul krisis antara inisiatif lawan<br />perasaan bersalah, yaitu pada satu<br />sisi ada hal-hal yang ingin dilakukan,<br />tetapi pada sisi lain terdapat<br />larangan dari orang dewasa di<br />sekitar anak-anak (Steinberg, dkk.,<br />1991).<br />v. Perkembangan Motorik<br />a) Gross motor skills (keterampilan<br />motorik kasar)<br />Keterampilan motorik kasar<br />berkembang pada tahap usia dini<br />secara dramatik. Anak-anak menjadi<br />senang menjelajah sejalan dengan<br />perkembangan motoriknya yang semakin<br />baik. Anak-anak usia dini<br />sangat aktif, lebih aktif dibanding<br />tahap-tahap perkembangan lainnya<br />(Santrock, 1999).<br />b). Fine motor skills (keterampilan<br />motorik halus)<br />Keterampilan motorik halus<br />juga berkembang secara substantif<br />pada tahap usia dini. Anak usia 3<br />tahun telah dapat memegang bendabenda<br />ramping diantara ibu jari dan<br />telunjuknya, tetapi mereka masih<br />kikuk. Ketika anak usia 3 tahun<br />bermain puzzle sederhana, mereka<br />akan menempatkan kepingan-kepingan<br />puzzle secara kasar. Anak<br />usia 4 tahun mengalami perkembangan<br />motorik halus secara substantif<br />lebih meningkat. Misalnya<br />anak mengalami kesulitan untuk<br />membangun balok-balok menjadi<br />sebuah menara, mereka mungkin<br />mengalami kesulitan karena ingin<br />membuatnya secara sempurna dan<br />merasa putus asa. Anak usia 5 tahun<br />memiliki perkembangan motorik<br />halus yang lebih meningkat. Tangan,<br />lengan dan tubuh, semuanya<br />bergerak bersama dibawah koordinasi<br />mata (Santrock, 1999).<br />b. Deteksi Dini Tumbuh Kembang<br />Anak<br />Pelatihan Karakteristik dan Deteksi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini<br />91<br />i. Pengertian Deteksi Dini Tumbuh<br />Kembang Anak<br />Deteksi dini merupakan upaya<br />penjaringan yang dilaksanakan secara<br />komprehensif untuk menemukan penyimpangan<br />tumbuh kembang dan mengetahui<br />serta mengenal faktor resiko (fisik,<br />biomedik, psikososial) pada balita, yang<br />disebut juga anak usia dini (Tim Dirjen<br />Pembinaan Kesmas , 1997).<br />ii. Kegunaan Deteksi Dini<br />Kegunaan deteksi dini adalah<br />untuk mengetahui penyimpangan tumbuh<br />kembang anak secara dini, sehingga upaya<br />pencegahan, upaya stimulasi, dan upaya<br />penyembuhan serta pemulihan dapat<br />diberikan dengan indikasi yang jelas sedini<br />mungkin pada masa-masa kritis proses<br />tumbuh kembang. Upaya-upaya tersebut<br />diberikan sesuai dengan umur perkembangan<br />anak, dengan demikian dapat<br />tercapai kondisi tumbuh kembang yang<br />optimal ((Tim Dirjen Pembinaan Kesmas ,<br />1997).<br />iii. Alat untuk Melakukan Deteksi<br />Dini<br />Alat untuk deteksi dini berupa<br />tes skrining yang telah distandardisasi<br />untuk menjaring anak yang<br />mempunyai kelainan dari mereka<br />yang normal ((Tim Dirjen Pembinaan<br />Kesmas , 1997). Tes skrining<br />yang peka, dapat meramalkan keadaan<br />anak dikemudian hari. Oleh<br />sebab itu, diperlukan kepekaan dari<br />petugas yang melakukan deteksi<br />dini, dalam hal ini kader Posyandu.<br />Menurut Pedoman Deteksi<br />Dini Tumbuh Kembang Balita (Tim<br />Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997)<br />macam-macam tes skrining yang<br />digunakan adalah seperti berikut.<br />1) Pengukuran Berat Badan menurut<br />Umur (BB/ U)<br />Pengukuran ini dilakukan secara<br />teratur untuk memantau pertumbuhan<br />dan keadaan gizi balita.<br />Balita ditimbang setiap bulan dan<br />dicatat dalam Kartu Menuju Sehat<br />Balita (KMS Balita) sehingga<br />dapat dilihat grafik pertumbuhannya<br />dan dilakukan interefensi jika<br />terjadi penyimpangan.<br />2) Pengukuran Lingkaran Kepala<br />Anak (PLKA)<br />PLKA adalah cara yang biasa dipakai<br />untuk mengetahui perkembangan otak<br />anak. Biasanya besar tengkorak mengikuti<br />perkembangan otak, sehingga bila<br />ada hambatan pada perkembangan<br />tengkorak maka perkembangan otak<br />anak juga terhambat. PLKA dapat<br />dipakai sebagai salah satu alat pemantau<br />perkembangan kecerdasan anak.<br />3) Kuesioner Pra Skrining Perkembangan<br />(KPSP)<br />KPSP adalah suatu daftar pertanyaan<br />singkat yang ditujukan kepada orang<br />tua dan dipergunakan sebagai alat untuk<br />melakukan skrining pendahuluan perkembangan<br />anak usia 3 bulan sampai<br />dengan 6 tahun. Untuk tiap golongan<br />usia terdapat 10 pertanyaan untuk orang<br />tua atau pengasuh.<br />KPSP dapat digunakan untuk mengetahui<br />ada tidaknya hambatan dalam<br />perkembangan anak. Namun hasil yang<br />negatif tidak selalu berarti bahwa<br />perkembangan anak tersebut tidak<br />normal, tetapi hal ini menunjukkan<br />Inotek, <br />bahwa anak tersebut memerlukan<br />pemeriksaan lebih lanjut. Untuk jumlah<br />jawaban “Ya” kurang atau sama<br />dengan enam, maka anak tersebut harus<br />dirujuk ke ahli.<br />4) Kuesioner Perilaku Anak Prasekolah<br />(KPAP)<br />KPAP adalah sekumpulan kondisikondisi<br />perilaku yang digunakan sebagai<br />alat untuk mendeteksi secara dini<br />kelainan-kelainan perilaku anak prasekolah,<br />sehingga dapat segera dilakukan<br />tindakan untuk mengantisipasinya.<br />KPAP diberikan kepada anak usia<br />prasekolah atau 3-6 tahun. Dalam<br />KPAP terdapat 30 perilaku yang ditanyakan<br />kepada orang tua atau<br />pengasuh anak. Jika didapatkan hasil<br />nilai lebih atau sama dengan sebelas,<br />maka anak perlu dirujuk.<br />5) Tes Daya Lihat (TDL) dan Tes<br />Kesehatan Mata (TKM) bagi<br />Anak Prasekolah.<br />TDL dan TKM bagi anak prasekolah<br />(3-6 tahun) adalah alat<br />untuk memeriksa ketajaman daya<br />lihat serta kelainan mata pada<br />golongan usia tersebut. Dengan<br />demikian dapat segera ditentukan<br />interfensi sehingga membuat<br />anak lebih siap untuk masuk<br />sekolah dan belajar tanpa adanya<br />gangguan kesehatan mata.<br />c. Kader Posyandu Plus<br />i. Pengertian Posyandu Plus<br />Posyandu merupakan suatu<br />kegiatan masyarakat, oleh masyarakat,<br />dan untuk masyarakat dengan<br />memakai sistem lima meja (Meja 1:<br />Pendaftaran, Meja 2: Penimbangan,<br />Meja 3: Pencatatan Hasil Penimbangan,<br />Meja 4: Penyuluhan, Meja<br />5: Pelayanan Kesehatan dan Keluarga<br />Berencana) yang memberikan<br />lima pelayanan yaitu: Pelayanan<br />Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak<br />(KIA), Keluarga Berencana (KB),<br />Penanggulangan Diare, dan Pelayanan<br />Imunisasi.<br />Posyandu Plus merupakan<br />pengembangan Posyandu melalui<br />rujukan mitra keluarga yang menghasilkan<br />lima pelayanan di Posyandu<br />dengan penambahan (plus)<br />pada pelayanan konseling mitra<br />keluarga serta pengaturan waktu<br />buka (pelayanan) yang fleksibel<br />sesuai dengan kebutuhan masyarakat.<br />Sasaran dari Posyandu Plus<br />adalah seluruh anggota keluarga<br />yang terdiri dari: 1) Keluarga baru;<br />2) Keluarga ibu hamil, melahirkan,<br />dan menyusui; 3) Keluarga bayi dan<br />balita; 4) Keluarga anak usia sekolah<br />dan remaja; 5) Keluarga usia<br />subur; dan 6) Keluarga usia lanjut<br />(Tim Pengembangan Posyandu Plus<br />Propinsi DIY, 2006).<br />ii. Kader Posyandu Plus<br />Menurut Tim Konsep Pengembangan<br />Posyandu Plus Propinsi<br />DIY (2006), Posyandu diselenggarakan<br />oleh masyarakat sendiri dengan<br />bimbingan dan pembinaan dari petugas<br />lintas sektor terkait. Anggota<br />masyarakat yang dilatih dan dibina<br />ini disebut dengan istilah kader.<br />Selama ini pelatihan dan pembinaan<br />kader dilakukan oleh Dinas Kesehatan<br />melalui Puskesmas setempat,<br />Pelatihan Karakteristik dan Deteksi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini<br />93<br />dengan demikian fokus pelatihan<br />dan pembinaan hanya ditekankan<br />pada bidang kesehatan. Dalam pengembangannya<br />menjadi Posyandu<br />Plus, pelatihan dan pembinaan kader<br />tidak hanya akan difokuskan pada<br />bidang kesehatan saja tetapi juga<br />akan meliputi bidang hukum, sosial,<br />ekonomi, pendidikan, dan psikologi.<br />B. METODE PENGABDIAN<br />Program pengabdian kepada<br />masyarakat yang berupa pelatihan<br />karakteristik dan deteksi dini tumbuh<br />kembang ini disampaikan kepada<br />khalayan sasaran dengan beberapa<br />metode sebagai berikut.<br />1. Ceramah<br />Metode ini dipilih untuk menyampaikan<br />teori dan konsep-konsep yang<br />sangat prinsip dan penting untuk<br />dimengerti serta dikuasai oleh peserta<br />pelatihan. Materi yang diberikan meliputi<br />pengertian dan karakteristik anak<br />usia dini; tahap-tahap perkembangan<br />kognitif, emosi, psikososial, dan<br />motorik anak usia dini; pengetahuan<br />mengenai deteksi tumbuh kembang<br />anak usia dini; dan pengetahuan tentang<br />alat yang dibutuhkan untuk melakukan<br />deteksi tumbuh kembang anak usia dini.<br />a. Display Study (foto dan film)<br />Metode ini dipilih untuk menampilkan<br />kondisi dan perilakuperilaku<br />yang mungkin terjadi<br />pada anak usia dini, baik anak<br />yang normal maupun anak<br />berkebutuhan khusus. Dengan<br />display study maka para peserta<br />pelatihan akan dapat melakukan<br />pengamatan perilaku anak dan<br />mempraktekkan deteksi tumbuh<br />kembang pada anak usia dini.<br />b. Role Play<br />Pada metode ini peserta secara<br />bergantian akan mempraktekkan cara<br />pelayanan, pendeteksian, penyuluhan,<br />dan interfensi dini pada penyimpangan<br />tumbuh kembang anak.<br />c. Studi kasus dan diskusi<br />Pada metode ini peserta akan melakukan<br />kajian terhadap kasus-kasus<br />yang mungkin dihadapi oleh kader<br />Posyandu pada prakteknya nanti.<br />Dengan begitu kader diharapkan akan<br />menjadi lebih terampil dan memiliki<br />bekal yang cukup untuk melakukan<br />pelayanan deteksi tumbuh kembang<br />anak usia dini.<br />C. HASIL DAN PEMBAHASAN<br />1. Hasil yang Dicapai<br />Pelaksanaan pelatihan kepada<br />kader POSYANDU ini<br />membawa hasil yang nyata sesuai<br />dengan tujuan program yang dirumuskan<br />sebelumnya. Evaluasi<br />yang dilakukan menunjukkan bahwa<br />para kader yang mengikuti pelatihan<br />ini menyatakan bertambahnya pemahaman<br />mereka mengenai karakteristik<br />tumbuh kembang anak usia<br />dini dan bertambah pula keterampilan<br />dalam mendeteksi secara<br />dini disfungsi tumbuh kembang<br />anak. Secara umum tindak lanjut<br />yang dilakukan para kader Posyandu<br />Plus setelah mengikuti pelatihan<br />adalah para kader telah memasukkan<br />materi proses tumbuh kembang<br />Inotek, <br />dan deteksi disfungsi tumbuh kembang<br />anak usia dini dalam penyuluhan<br />yang mereka adakan. Selain<br />itu para kader juga menjadi lebih<br />“aware” akan adanya disfungsi tumbuh<br />kembang yang ada di lingkungan<br />sekitar mereka dan mampu memberi<br />solusi dan saran atas temuan<br />permasalahan tumbuh kembang<br />anak yang dihadapi oleh masyarakat.<br />2. Manfaat dan Kontribusi<br />Manfaat dan kontribusi dari<br />kegiatan pangabdian kepada masyarakat<br />ini dirasakan sesuai dengan<br />harapan yang dirumuskan sebelum<br />pelaksanaan, yakni menambah pemahaman<br />dan keterampilan para<br />kader Posyandu mengenai karakteristik<br />dan deteksi tumbuh kembang<br />anak usia dini. Kebermanfaatan dan<br />kontribusi dari program ini diidentifikasi<br />dari beberapa aspek selama<br />masa perencanaan, pelaksanaan, dan<br />setelah program berakhir, sebagai<br />berikut.<br />a. Manfaat dan Kontribusi dari<br />Masa Perencanaan Program<br />Masa perencanaan program<br />yang berupa penyusunan rencana<br />pelaksanaan, survey awal kondisi<br />POSYANDU di pedesaan, dan wawancara<br />terhadap Pimpinan PUSKESMAS<br />Imogiri I Bantul Yogyakarta,<br />menunjukkan bahwa pelatihan<br />ini bermanfaat dan berkontribusi<br />sebagai sarana pengembangan dan<br />sosialisasi ilmu pengetahuan. Pengembangan<br />ilmu pengetahuan dapat<br />dilihat dari rumusan materi<br />karakteristik dan deteksi tumbuh<br />kembang anak usia dini yang dirancang<br />untuk menjawab kebutuhan<br />dan kondisi realitas minim dan<br />terbatasnya pengetahuan mengenai<br />karakteristik tumbuh kembang anak<br />usia dini dan keterampilan masyarakat<br />secara utuh mengenai deteksi<br />tumbuh kembang anak usia dini.<br />Manfaat dan kontribusi berupa sosialisasi<br />dari program ini jelas terlihat<br />dari bentuk program yang berupa<br />transfer ilmu pengetahuan kepada<br />masyarakat yang menjadi sasaran<br />yaitu kader Posyandu. Di samping<br />itu, program pelatihan yang<br />melibatkan PUSKESMAS Imogiri I<br />menunjukkan adanya kerja sama<br />yang manfaat dan kontribusinya terasa<br />berupa pengembangan jaringan<br />kelembagaan pada bidang yang<br />searah, yaitu pemerataan kesejahteraan<br />dan kesehatan anak usia dini.<br />b. Manfaat dan Kontribusi<br />selama Pelaksanaan Kegiatan<br />Melihat dari interaksi dalam<br />forum pelatihan ini serta evaluasi<br />dan pernyataan peserta, kegiatan ini<br />sangat bermanfaat dan membawa<br />kontribusi bagi kader POSYANDU<br />dalam mendapatkan pengetahuan<br />yang sistematis dan komprehensif<br />mengenai karakteristik tumbuh kembang<br />anak usia dini serta keterampilan<br />dalam mendeteksi disfungsi<br />tumbuh kembang anak sejak usia<br />dini. Di samping itu, bertemunya 34<br />orang kader POSYANDU unit kerja<br />PUSKESMAS Imogiri I yang <br />asal dari wilayah pedesaan yang<br />tersebar di wilayah kecamatan Imogiri<br />membawa manfaat dan kontribusi<br />bagi terjalinnya komunikasi<br />dan berbagi pengalaman dari kasus<br />dan problem tumbuh kembang anak<br />usia dini temuan di lapangan yang<br />didiskusikan dalam forum.<br />iii. Manfaat setelah Pelaksanaan<br />Program<br />Pengetahuan baru yang didapat<br />dari pelatihan ini juga sangat bermanfaat<br />dan memberi kontribusi bagi para kader<br />POSYANDU sebagai bekal dalam melaksanakan<br />tugas di lapangan. Manfaat dan<br />kontribusi pelatihan ini yang berhubungan<br />langsung dengan tugas kader POSYANDU<br />yaitu berupa tugas memberi<br />pengetahuan kepada masyakarakat, membantu<br />masyarakat dalam menghadapi dan<br />mengatasi persoalan yang berkaitan dengan<br />kesehatan dan tumbuh kembang anak, dan<br />mengingatkan akan persoalan tumbuh<br />kembang anak usia dini yang belum<br />disadari atau dimengerti oleh masyarakat.<br />D. KESIMPULAN DAN SARAN<br />1. Kesimpulan<br />Program Pengabdian kepada<br />Masyarakat yang berbentuk pelatihan<br />ini dapat dikatakan berjalan dengan<br />baik dan sesuai dengan perencanaan.<br />Adapun beberapa hal yang<br />dapat disimpulkan dari berlangsungnya<br />program ini sebagai berikut.<br />a. Rumusan masalah berupa pengetahuan<br />mengenai karakteristik<br />tumbuh kembang, karakteristik<br />disfungsi tumbuh kembang, serta<br />deteksi tumbuh kembang anak<br />usia dini telah terjawab dari materi<br />pelatihan yang disampaikan.<br />Semua materi tersebut diperdalam<br />dengan studi kasus dan<br />tanya jawab. Selain itu wawasan<br />peserta juga bertambah dengan<br />adanya praktik dan simulasi<br />stimulasi tumbuh kembang anak<br />usia dini melalui treatmen pijat<br />bayi.<br />b. Sasaran pelatihan sangat tepat,<br />dilihat dari khalayak sasaran<br />yang memang membutuhkan materi<br />pelatihan sebagai bekal tugas<br />kader Posyandu Plus di lingkungan<br />masyarakat, serta secara<br />kuantitatif dilihat dari jumlah<br />peserta yang melebihi harapan.<br />Dari 25 peserta yang direncanakan<br />hadir 34 peserta.<br />c. Sebagian besar kader peserta telah<br />meneruskan sosialisasikan materi pelatihan<br />pada masyarakat binaan<br />Posyandu Plus masing-masing. Bahkan,<br />para kader telah dapat memberi<br />saran untuk masalah tumbuh kembang<br />anak yang ditemui di lapangan.<br />2. Saran<br />a. Di masa mendatang akan ada pelatihan<br />mengenai deteksi disfungsi tumbuh<br />kembang anak yang lebih mendalam<br />dan operasional, serta mengenai penanganan<br />awal yang bisa dilakukan oleh<br />kader maupun keluarga bila menemukan<br />kasus disfungsi tumbuh kembang. Diharapkan<br />juga adanya pelatihan stimulasi<br />bagi pertumbuhan dan perkembangan<br />anak usia dini yang praktis, mudah, dan<br />murah.<br />b. Kesinambungan kerja sama antara<br />PUSKESMAS sebagai lembaga<br />kesehatan pemerintah dengan<br />Universitas Negeri Yogyakarta<br />terutama Jurusan yang berkaitan<br />dengan kesehatan dan pendidikan<br />anak, untuk lebih mengejawantahkan<br />ilmu dalam tataran<br />praktik dan kebermanfaatan pada<br />masyarakat luas.Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-59017840164304861162009-09-28T09:19:00.000-07:002009-09-28T09:20:34.041-07:00KEMITRAAN DALAM PROMOSI KESEHATANKemitraan Dalam Kesehatan Dalam Promosi Kesehatan<br />Bangsa indonesia merupakan negara yang sedang berkembang yang mempunyai banyak permasalahan yang membutuh penyelesaian yang melibatkan semua komponen masyarakat, salah satu penyebab yang menyebabkan lambatnya berbagai permasalahan adalah masih sangat rendahnya pendidikan masyarakat terhadap permasalahan yang terjadi disekitar mereka, sebagai suatu perbandingan permasalah penyakit malaria sudah dilakukan pencegahan. <br />Masalah kesehatan adalah tanggung jawab bersama setiap individu,masyarakat,pemerintah dan swasta.Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan memang merupakan sektor yang paling depan dalam bertanggung jawab(leading sector) ,namun dalam mengimplementasikan kebijakan dan program ,intervensi harus bersama-sama dengan sektor lain ,baik pemerintah maupun swasta.Dengan kata lain sektor kesehatan seyogyanya merupakan pemrakarsa dalam menjalin kerjasama atau kemitraan (partnership) dengan sektor-sektor terkait. (Notoadjmojo,2003) <br />Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003), Kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.<br />Sedangkan menurut Depkes (2006) dalam promosi kesehatan Online mengemukana bahwa Kemitraan adalah hubungan (kerjsama) antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan (memberikan manfaat).<br />Adapun unsur-unsur kemitraan adalah : <br />a. Adanya hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih<br />b. Adanya kesetaraan antara pihak-pihak tersebut<br />c. Adanya keterbukaan atau kepercayaan (trust relationship) antara pihak-pihak tersebut<br />d. Adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau memberi manfaat.<br />Menurut Ansarul Fahruda, dkk (2005), untuk membangun sebuah kemitraan, harus didasarkan pada hal-hal berikut : <br />a. Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan, <br />b. Saling mempercayai dan saling menghormati <br />c. Tujuan yang jelas dan terukur <br />d. Kesediaan untuk berkorban baik, waktu, tenaga, maupun sumber daya yang lain. <br />Adapun prinsip-prinsip kemitraan adalah:<br />a. Persamaan atau equality, <br />b. Keterrbukaan atau transparancy dan <br />c. Saling menguntungkan atau mutual benefit. <br />Untuk mengembangkan kemitraan di bidang kesehatan secara konsep terdiri 3 tahap yaitu tahap pertama adalah kemitraan lintas program di lingkungan sektor kesehatan sendiri, tahap kedua kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintah dan yang tahap ketiga adalah membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program, lintas sektor. lintas bidang dan lintas organisasi yang mencakup : <br />a. Unsur pemerintah, <br />b. Unsur swasta atau dunia usaha, <br />c. Unsur lsm dan organisasi masa <br />d. Unsur organisasi profesi. <br />Hal ini sejalan seperti di kemukakan oleh WHO (2000) untuk membangun kemitraan kesehatan perlu diidentifikasi lima prinsip kemitraan yaitu<br />a. Policy-makers (pengambil kebijakan)<br />b. Health managers<br />c. Health professionals<br />d. Academic institutions<br />e. Communities institutions<br />Kemitraan di bidang kesehatan adalah kemitraan yang dikembangkan dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.<br />Dasar Pemikiran Kemitraan dalam Kesehatan<br />• Kesehatan adalah hak azasi manusia, merupakan investasi, dan sekaligus merupakan kewajiban bagi semua pihak.<br />• Masalah kesehatan saling berkaitan dan saling mempengaruhi dengan masalah lain, seperti masalah pendidikan, ekonomi, sosial, agama, politik, keamanan, ketenagakerjaan, pemerintahan, dll.<br />• Karenanya masalah kesehatan tidak dapat diatasi oleh sektor kesehatan sendiri, melainkan semua pihak juga perlu peduli terhadap masalah kesehatan tersebut, khususnya kalangan swasta.<br />• Dengan peduli pada masalah kesehatan tersebut, berbagai pihak khususnya pihak swasta diharapkan juga memperoleh manfaat, karena kesehatan meningkatan kualitas SDM dan meningkatkan produktivitas.<br />• Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh WHO pada konfrensi internasional promosi kesehatan yang keempat di Jakarta pada tahun 1997.<br />• Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan upaya kerjsama yang saling memberikan manfaat. Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila juga didasari dengan kesetaraan.<br /><br />Tujuan Kemitraan dan Hasil yang Diharapkan<br />Tujuan umum :Meningkatkan percepatan, efektivitas dan efisiensi upaya kesehatan dan upaya pembangunan pada umumnya. <br />Tujuan khusus :<br />1. Meningkatkan saling pengertian;<br />2. Meningkatkan saling percaya;<br />3. Meningkatkan saling memerlukan;<br />4. Meningkatkan rasa kedekatan;<br />5. Membuka peluang untuk saling membantu;<br />6. Meningkatkan daya, kemampuan, dan kekuatan;<br />7. Meningkatkan rasa saling menghargai;<br />Hasil yang diharapkan :<br />• Adanya percepatan, efektivitas dan efisiensi berbagai upaya termasuk kesehatan.<br /><br />Perilaku Kemitraan :<br />Adalah semua pihak, semua komponen masyarakat dan unsur pemerintah, Lembaga Perwakilan Rakyat, perguruan tinggi, media massa, penyandang dana, dan lain-lain, khususnya swasta.<br />Prinsip, Landasan dan Langkah Dalam Pengembangan Kemitraan<br />• 3 prinsip, yaitu : kesetaraan, dalam arti tidak ada atas bawah (hubungan vertikal), tetapi sama tingkatnya (horizontal); keterbukaan dan saling menguntungkan.<br />• 7 saling, yaitu : saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi (kaitan dengan struktur); saling memahami kemampuan masing-masing (kapasitas unit/organisasi); saling menghubungi secara proaktif (linkage); saling mendekati, bukan hanya secara fisik tetapi juga pikiran dan perasaan (empati, proximity); saling terbuka, dalam arti kesediaan untuk dibantu dan membantu (opennes); saling mendorong/mendukung kegiatan (synergy); dan saling menghargai kenyataan masing-masing (reward).<br />• 6 langkah : penjajagan/persiapan, penyamaan persepsi, pengaturan peran, komunikasi intensif, melakukan kegiatan, dan melakukan pemantauan & penilaian.<br /><br />Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Kemitraan di Bidang Kesehatan<br />Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan, sesuai keadaan, masalah dan potensi setempat adalah :<br />1. Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi dan operasionalisasi Indonesia Sehat.<br />2. Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui pertemuan, kegiatan bersama, dll.<br />3. Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga kegiatan kemitraan dapat berjalan lancar.<br />4. Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.<br />5. Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang kreatif.<br />6. Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program kesehatan).<br />7. Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya sesuai keadaan, masalah dan potensi yang ada.<br />Indikator Keberhasilan<br />• Indikator input : Jumlah mitra yang menjadi anggota. <br />• Indikator proses :Kontribusi mitra dalam jaringan kemitraan, jumlah pertemuan yang diselenggarakan, jumlah dan jenis kegiatan bersama yang dilakukan, keberlangsungan kemitraan yang dijalankan. <br />• Indikator output : Jumlah produk yang dihasilkan, percepatan upaya yang dilakukan, efektivitas dan efisiensi upaya yang diselenggarakan.<br />Contoh Kemitraan Dalam Kesehatan<br />Paguyuban Penderita Tuberkulosis Kec. Sumberjambe <br />Salah satu pendekatan kemitraan yang berbasis komunitas dalam program penanggulangan tuberkulosis telah dilaksanakan di Propinsi Jawa Timur yaitu dengan adanya peran serta masyarakat melalui Paguyuban Penderita Tubekulosis Kec. Sumberjamber.<br />Kecamatan Sumberjambe adalah salah satu kecamatan di Kab. Jember dan terletak di sebelah utara Kota Jember dengan jarak tempuh + 35 km yang berada di dataran tinggi di kaki Gunung Raung. Jumlah penduduknya sekitar 53.806 jiwa, dengan sebagian bekerja sebagai petani maupun buruh perkebunan. Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, penduduk lebih banyak berobat ke Puskesmas Sumberjambe. Penyakit menular yang sering ditemukan adalah diantaranya penyakit Campak dan tuberkulosis (TB) <br />Untuk pelayanan pengobatan tuberkulosis, Puskesmas Sumberjambe secara khusus mengumpulkan hari pemberian obat anti tuberkulosisi (OAT) pada hari yang sama sehingga sesama penderita sering bertemu dan saling tukar menukar informasi terutama tentang penyakit yang diderita dan pengalaman berobatnya. Adanya pemahaman bahwa penyakit tuberkulosis yang dideritanya merupakan penyakit menular sehingga dapat menularkan kepada orang lain dan dulunya dirinya sendiri secara tidak sengaja tertulari. Selain itu adanya rasa senasib diantara sesama penderita TB yang berobat secara teratur di Puskesmas Sumberjambe Kec. Sumberjambe Kab. Jember. <br />Setelah dinyatakan sembuh, para mantan penderita ini merasa ikut bertanggung jawab karena sebagai sumber penularan sehingga ikut membantu mencari penderita yang dicurigai tertular TB dan ikut membantu sebagai pengawas minum obat. <br />Tujuan pembentukan paguyuban <br />Tujuan dari paguyuban penderita tubekulosis ini adalah membantu menurunan angka kesakitan TB sehingga TB tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat di Kec. Sumber-jambe Kab. Jember. Adapun tujuan secara khusus yaitu :<br />a. Sebagai wadah komunikasi diantara mantan penderita maupun penderita TB untuk tetap berobat sampai sembuh <br />b. Secara perorangan membantu penemuan suspek penderita TB <br />c. Secara perorangan membantu sebagai pengawas minum obat. <br />d. Sebagai langkah awal wadah pengembangan usaha untuk peningkatan penghasilan dari penderita atau mantan penderita TB yang berasal dari tingkat sosial ekonomi rendah. <br />Kegiatan dan peran dalam program penanggulangan tuberkulosis <br />Kegiatan utama dari paguyuban ini adalah:<br />1. Pertemuan rutin 3 bulanan<br />2. Penemuan suspek di masyarakat dan <br />3. Sebagai pengawas minum obat <br />Setelah melalui pertemuan telah diadakan pemilihan yang secara sepakat dipilih Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan wakil sekretaris. Jumlah seluruhnya pengurus dan anggota yang terdaftar sebanyak 80 orang dimana semuanya adalah penderita yang masih berobat dan yang sudah sembuh setelah menjalani pengobatan tuberkuloisis. Pengurus dan anggota paguyuban relatif berasal dari tingkat sosial ekonomi rendah. <br />Pada awalnya dana kegiatan pertemuan dibantu sepenuhnya oleh Puskesmas Sumbejambe yang berasal dari dana PKS BBM. Bila selanjutnya tidak ada dana PKS BBM ini, maka akan mempengaruhi pelaksanaan program dari paguyuban ini terutama dalam membantu program penanggulangan tuberkulosis khususnya di Kec. Sumbejambe. Dengan demikian perlu disarankan untuk mencari donator lain atau dana operasional ke Dinas terkait sampai paguyuban ini bisa secara mandiri dapat memenuhi kebutuhan dana operasionalnya. Sebagai upaya untuk mandiri tersebut, masing-masing anggota dapat berkontribusi dana secara sukarela sesuai kesepakatan <br />Sebelum secara resmi terwadahi dalam paguyuban ini yaitu mulai tahun 2004, para anggota sudah banyak membantu pelaksanaan program penang-gulangan Tuberkuloisis. Peran aktifnya terutama dalam sosialisasi program, pengawasan pengobatan dan penemuan suspek. Pada gambar 1 terlihat adanya peningkatan penemuan yang berarti serta turunnya penderita yang drop out. Pada tahun 2005 ini dilaporkan bahwa suatu ketika paguyuban ini pernah membawa 5 (lima) orang yang dicurigai sebagai penderita TB ke Puskesmas Sumbejambe dan setelah dilakukan pemeriksaan, ke lima orang tersebut penderita TB BTA positif. <br />Adanya paguyuban ini telah membantu UPK (Unit Pelaksana Teknis) Puskesmas Sumberjambe dalam program penanggulangan Tuberkulosis, dimana pencapaian program sangat baik. Penemuan penderita baru TB BTA (+) pada tahun 2004 telah mencapai 80% dan angka kesembuhan pada tahun 2003 > 85%. Hasil ini jauh lebih baik dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2003 dimana penemuan penderita baru TB BTA positif hanya mencapai 28%. <br />Pencapaian yang telah baik ini, jika dipertahankan selama 5 tahun berturut-turut akan memberikan dampak pada penurunan angka kesakitan TB di Kec. Sumberjambe pada khususnya.<br />Model kemitraan berbasis masyarakat atau paguyuban penderita penyakit tuberkulosis ini perlu dikembangkan ke daerah lainnya terutama daerah dengan resiko tinggi penularan, dengan mempertimbangkan budaya, tingkat sosial yang ada tentunya. Untuk melanggengkan keberadaan paguyuban ini perlu dijaga komitmen yang tinggi dari para anggota yaitu kesepakatan melaksanakan kegiatan utama untuk terus membantu penemuan penderita suspek TB dan sebagai pengawas minum obat. Selanjutnya dibuat kesepakatan usaha peningkatan penghasilan pengurus dan anggota melalui usaha kecil dan menengah (UKM) disamping mengajak pihak swasta atau donator yang tidak terikat.<br />DAFTAR PUSTAKA :<br />Depkes RI, 2006, Kemitraan Dan Peran Serta, promosi kesehatan online, mailto: webmaster@ promokes.qo.id.<br />Fahrudda, Ansarul,dkk, 2005, Paguyuban Penderita TB Paru Kec. Sumberjambe Kab. Jember (Suatu Model Peningkatan Penemuan Penderita TB dan Pengawas Minum Obat Berbasis Masyarakat), Laporan supervise PTO-East Java, Surabaya.<br />Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. <br />WHO, 2000, Chalenges And Opportunities For Partnership In Health Development, GenevaPetrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-26999903448195819942009-09-23T21:08:00.000-07:002009-09-23T21:09:12.448-07:00TUGAS KEPERAWATAN ANAK<br />(TREN DAN ISSUE KEPERAWATAN ANAK) <br /><br /><br /><br /><br />OLEH<br /><br />PETRUS NAWAN<br /><br /><br />PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN<br />SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES)MATARAM<br />2009<br /> <br /><br /><br />PERKEMBANGAN ANAK<br /><br />1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan <br /><br />Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak konsepsi sampai berakhirnya masa<br />remaja. Hal ini yang membedakan anak dengan dewasa. Anak bukan dewasa kecil. Anak menunjukkan ciri-ciri<br />pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan usianya. <br />Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik<br />dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.<br />Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar,<br />gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.<br />Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan<br />hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem<br />neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan<br />manusia yang utuh.<br /><br />2. Tahapan perkembangan anak<br />Perkembangan anak merupakan segala perubahan yang terjadi pada usia anak, yaitu pada masa: <br />• Infancy toddlerhood (usia 0-3 tahun)<br />• Early childhood (usia 3-6 tahun)<br />• Middle childhood (usia 6-11 tahun)<br />Perubahan yang terjadi pada diri anak tersebut meliputi perubahan pada aspek berikut: <br />• fisik (motorik)<br />• emosi<br />• kognitif <br />• psikososial<br />3. Aspek-aspek perkembangan anak<br />1. Perkembangan Fisik (Motorik)<br />Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak. <br /><br />Perkembangan fisik (motorik) meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus. <br />o Perkembangan motorik kasar<br />Kemampuan anak untuk duduk, berlari, dan melompat termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh.<br /><br />Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya. <br />o Perkembangan motorik halus<br />Adapun perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu. <br /><br />Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menggunting, dan menyusun balok termasuk contoh gerakan motorik halus.<br />2. Perkembangan Emosi<br />Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk mencintai; merasa nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya. <br /><br />Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi.<br />3. Perkembangan Kognitif<br />Pada aspek koginitif perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam menerima, mengolah, dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya. Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan maupun isyarat), memahami kata, dan berbicara.<br />4. Perkembangan Psikososial<br />Aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan bermain bersama teman-teman sebayanya.<br />Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dan pendidik bisa merancang dan memberikan rangsangan serta latihan agar keempat aspek tersebut berkembang secara seimbang. <br />Rangsangan atau latihan tidak bisa terfokus hanya pada satu atau sebagian aspek. Tentunya, rangsangan dan latihan tersebut diberikan dengan tetap memerhatikan kesiapan anak, bukan dengan paksaan.<br /><br />5. Perkembangan moral pada anak<br /><br />Pertama, pada usia balita, anak perlu memperoleh pengenalan akan peraturan dalam keluarga melalui orangtuanya. Sekalipun pemahaman anak mengenai moral masih bersifat sederhana, pada usia yang sangat muda pun, anak sudah mampu mengenali rasa bersalah dan dapat diajak menyesali dosanya di hadapan Tuhan.<br /><br />Kedua, pada usia balita hingga kanak-kanak akhir, orangtua sebaiknya tidak memperkenalkan dualisme dalam kehidupan moral. Dunia yang dikenal anak pada usia demikian bersifat hitam-putih dan ideal. Mereka akan bingung misalnya, bila mereka diperbolehkan bahkan disuruh berbohong pada suatu saat, namun dilarang berbohong dan dihukum di saat lain. Mereka membutuhkan pengajaran dan teladan yang konsisten dan dapat dipercaya. Ketika anak sudah memahami benar tentang arti intensi di balik suatu perbuatan (maksud tersembunyi dari suatu tingkah laku yang tampak), barulah ia dapat diajak berdiskusi mengenai dilema moral. Pada tahap ini, anak baru memahami bahwa ada peraturan yang wajib kita taati, ada yang tidak. Namun setiap pelanggaran mempunyai konsekuensinya. Anak tetap harus diberitahu bahwa ada peraturan yang bagaimanapun tidak boleh dilanggar.<br />Pada saat anak memasuki usia remaja dan mulai kritis terhadap segala sesuatu, anak perlu mengetahui bahwa kenyataan hidup ada kalanya memaksa kita untuk memilih, kepada siapakah kita harus taat. <br /><br />Ketiga, tujuan pendidikan moral adalah agar anak bertanggung jawab penuh atas perilaku moralnya suatu ketika nanti. Dalam hal ini, tanggung jawab moral yang dimaksud tidak sekedar menghormati hak orang lain yang bersifat universal, melainkan didasarkan pada ketaatan akan Tuhan.<br /><br /><br /><br /><br />4. Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak. <br /><br />Proses tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri yang saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut: <br />a) Perkembangan menimbulkan perubahan. <br />Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi.<br />Misalnya perkembangan intelegensia pada seorang anak akan menyertai pertumbuhan otak dan serabut saraf. <br />b) Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya. <br />Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Sebagai<br />contoh, seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Seorang anak tidak akan bisa berdiri jika<br />pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak terhambat. Karena itu perkembangan<br />awal ini merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya.<br />c) Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda.<br />Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik<br />maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing anak.<br />d) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan.<br />Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian, terjadi peningkatan mental, memori, daya<br />nalar, asosiasi dan lain-lain. Anak sehat, bertambah umur, bertambah berat dan tinggi badannya serta bertambah<br />kepandaiannya.<br /><br /><br /><br />e) Perkembangan mempunyai pola yang tetap.<br />Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap, yaitu: a. Perkembangan terjadi lebih dahulu di<br />daerah kepala, kemudian menuju ke arah kaudal/anggota tubuh (pola sefalokaudal).b. Perkembangan terjadi lebih<br />dahulu di daerah proksimal (gerak kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan<br />gerak halus (pola proksimodistal).<br />f) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan.<br />Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi<br />terbalik, misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu membuat gambar kotak, anak<br />mampu berdiri sebelum berjalan dan sebagainya.<br /><br />Proses tumbuh kembang anak juga mempunyai prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: <br /> Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar. <br />Kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan sendirinya, sesuai dengan potensi yang ada pada individu.<br />Belajar merupakan perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha. Melalui belajar, anak memperoleh kemampuan<br />menggunakan sumber yang diwariskan dan potensi yang dimiliki anak.<br /> Pola perkembangan dapat diramalkan.<br />Terdapat persamaan pola perkembangan bagi semua anak. Dengan demikian perkembangan seorang anak dapat<br />diramalkan. Perkembangan berlangsung dari tahapan umum ke tahapan spesifik, dan terjadi berkesinambungan.<br />{mospagebreak title=3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak}<br /><br />5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak.<br /><br />Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak<br />Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut antara lain: <br />a. Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.<br /> Ras/etnik atau bangsa.<br />Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.<br />a. Keluarga.<br />Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk atau kurus.<br />b. Umur.<br />Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja.<br />c. Jenis kelamin.<br />Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa<br />pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat.<br />d. Genetik.<br />Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil. <br />e. Kelainan kromosom.<br />Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti pada sindroma Down’s dan sindroma Turner’s.<br /><br />b. Faktor luar (eksternal).<br /> Faktor Prenatal<br /> a. Gizi<br />Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan janin.<br /> b. Mekanis<br /> Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital <br /> c. Toksin/zat kimia <br />Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin, Thalidomid dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.<br /> <br /> d. Kelainan imunologi<br />Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk<br /> peredaran darah janin dan akan<br />menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan<br />hiperbilirubinemia dan Kern icterus yang akan menyebabkan<br />c. Faktor Persalinan<br />Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak.<br />d. Faktor Pascasalin<br />• Gizi<br />Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.<br />• Penyakit kronis/ kelainan kongenital<br />Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.<br />• Lingkungan fisis dan kimia.Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-32143892848648399772009-09-23T21:03:00.000-07:002009-09-23T21:07:17.228-07:00TREND DAN ISSUE ABORSITREND DAN ISSUE ABORSI <br /><br />OLEH<br /><br />PETRUS NAWAN<br /><br /><br />PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN<br />SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MATARAM<br />2009<br /> <br />TRAND DAN ISSUE ABORSI<br />A. Aborsi<br />Menjalani kehamilan itu berat, apalagi kehamilan yang tidak dikehendaki. Terlepas dari alasan apa yang menyebabkan kehamilan, aborsi dilakukan karena terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Apakah dikarenakan kontrasepsi yang gagal, perkosaan, ekonomi, jenis kelamin atau hamil di luar nikah. Mengenai alasan aborsi, memang banyak mengundang kontroversi. Ada yang berpendapat bahwa aborsi perlu di legalkan dan ada yang berpendapat tidak perlu dilegalkan. Pelegalan aborsi dimaksudkan untuk mengurangi tindakan aborsi yang dilakukan oleh orang yang tidak berkompeten, misalnya dukun beranak.Sepanjang aborsi tidak dilegalkan maka angka kematian ibu akibat aborsiakan terus meningkat. Ada yang mengkatagorikan Aborsi itu pembunuhan. Ada yang melarang atas nama agama. Ada yang menyatakan bahwa jabang bayi juga punya hak hidup sehingga harus dipertahankan, dan lain-lain.<br />Jika aborsi untuk alasan medis, aborsi adalah legal, untuk korban perkosaan, masih di grey area, aborsi masih diperbolehkan walaupun tidak semua dokter mau melakukannya. Kasus perkosaan merupakan pilihan yang sulit. Meskipun bisa saja kita mengusulkan untuk memelihara anaknya hingga lahir, lalu diadopsikan ke orang lain, itu semua tergantung kematangan jiwa si ibu dan dukungan masyarakat agar anak yang dilahirkan tidak dilecehkan oleh masyarakat. Untuk kehamilan diluar nikah atau karena sudah kebanyakan anak dan kontrasepsi gagal perlu dipirkirkan kembali karena masih banyak orang mendambakan anak.<br />B. Alasan Aborsi<br />Aborsi dilakukan oleh seorang wanita hamil - baik yang telah menikah maupun yang belum menikah dengan berbagai alasan. Akan tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan yang non-medis (termasuk jenis aborsi buatan / sengaja) <br />Di Amerika, alasan-alasan dilakukannya aborsi adalah: <br />1. Tidak ingin memiliki anak karena khawatir mengganggu karir, sekolah atau tanggung jawab lain (75%) <br />2. Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%) <br />3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%) <br /><br />Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka tidak tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat merasakan gerakan dan geliatan anak dalam kandungannya. Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada didalam kandungannya adalah boleh dan benar . Semua alasan-alasan ini tidak berdasar. Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidakpedulian seorang wanita, <br />yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. <br />Data ini juga didukung oleh studi dari Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998) yang menyatakan bahwa hanya 1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah), 3% karena membahayakan nyawa calon ibu, dan 3% karena janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh yang serius.Sedangkan 93% kasus aborsi adalah karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri – termasuk takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan, malu atau gengsi. <br />C. Pelaku Aborsi <br />Profil pelaku aborsi di Indonesia tidak sama persis dengan di Amerika. Akan tetapi gambaran dibawah ini memberikan kita bahan untuk dipertimbangkan. Seperti tertulis dalam buku “Facts of Life” oleh Brian Clowes, Phd: <br />Para wanita pelaku aborsi adalah: <br />1. Wanita Muda <br />Lebih dari separuh atau 57% wanita pelaku aborsi, adalah mereka yang berusia dibawah 25 tahun. Bahkan 24% dari mereka adalah wanita remaja berusia dibawah 19 tahun.<br /><br /><br /><br /><br /> <br />Usia Jumlah %<br />Dibawah 15 tahun 14.200 0.9%<br />15-17 tahun 154.500 9.9%<br />18-19 tahun 224.000 14.4%<br />20-24 tahun 527.700 33.9%<br />25-29 tahun 334.900 21.5%<br />30-34 tahun 188.500 12.1%<br />35-39 tahun 90.400 5.8%<br />40 tahun keatas 23.800 1.5%<br />2. Belum Menikah <br />Jika terjadi kehamilan diluar nikah, 82% wanita di Amerika akan melakukan aborsi. Jadi, para wanita muda yang hamil diluar nikah, cenderung dengan mudah akan memilih membunuh anaknya sendiri. <br />Untuk di Indonesia, jumlah ini tentunya lebih besar, karena didalam adat Timur, kehamilan diluar nikah adalah merupakan aib, dan merupakan suatu tragedi yang sangat tidak bisa diterima masyarakat maupun lingkungan keluarga <br />D. Aborsi dan UU Kesehatan<br />Namun, aturan KUHP yang keras tersebut telah dilunakkan dengan memberikan peluang dilakukannya aborsi. Sebagaimana ditentukan dalam pasal 15 ayat 1 UU Kesehatan tersebut di atas. Namun pasal 15 UU Kesehatan juga tidak menjelaskan apa yang dimaksud tindakan medis tertentu dan kondisi bagaimana yang dikategorikan sebagai keadaan darurat Dalam penjelasannya bahkan dikatakan bahwa tindakan media dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. Lalu apakah tindakan medis tertentu bisa selalu diartikan sebagai aborsi yang artinya menggugurkan janin, sementara dalam pasal tersebut aborsi digunakan sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin. Jelas disini bahwa UU Kesehatan telah memberikan pengertian yang membingungkan tentang aborsi<br />Demikian juga dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, ketentuan mengenai aborsi belum sepenuhnya ditempatkan sebagai isu kesehatan. Koordinator Jaringan Kerja Prolegras Pro Perempuan (JKP3) Ratna Batar Munti mengatakan selama ini, hak-hak kaum perempuan dan marginal masih terpinggirkan. Pengaturan UU Kesehatan belum merespon tingginya angka kematian ibu saat melakukan aborsi. KUHP dan UU Kesehatan saat ini membuat perempuan yang melakukan aborsi rentan dianggap sebagai pelaku kejahatan. "Padahal mereka hanya menginginkan hak-hak kesehatan mereka. Itu harus diakomodir karena merupakan bagian dari hak asasi manusia," ujar Ratna sebelum membuka acara lokakarya Mendorong Segera Disahkannya RUU Kesehatan Dengan Perspektif HAM di Hotel Ibis, Jakarta, pada Selasa (8/4).<br /><br />Untuk itu, JKP3 berusaha memperjuangkan diakomodasikannya aborsi sebagai bagian dari persoalan kesehatan reproduksi. Aborsi harus dilihat sebagai isu kesehatan yang harus dapat diakses dan dipenuhi oleh negara."Harus ada kepastian hukum yang mengatur hal itu guna menghundari makin banyaknya ibu yang meninggal akibat melakukan aborsi yang tidak sehat," ujarnya.<br /><br />E. Agama Dan Aborsi <br />Kami akan membahas hal ini dari segi agama Islam (Al-Quran & Aborsi) serta agama Kristen (Alkitab & Aborsi) untuk menggambarkan pemahaman lebih lanjut mengenai aborsi dan agama. Pertama-tama kami akan membahasnya dari segi agama Islam dan kemudian dari segi agama Kristen. <br />1. Al-Quran & Aborsi <br />Umat Islam percaya bahwa Al-Quran adalah Undang-Undang paling utama bagi kehidupan manusia. Allah berfirman: “Kami menurunkan Al-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS 16:89) Jadi, jelaslah bahwa ayat-ayat yang terkandung didalam Al-Quran mengajarkan semua umat tentang hukum yang mengendalikan perbuatan manusia. Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-ayat yang menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama manusia adalah sangat mengerikan. <br />a. Pertama: <br />Manusia - berapapun kecilnya - adalah ciptaan Allah yang mulia. <br />Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”(QS 17:70) <br />b. Kedua: <br />Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang. <br />Didalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain, memiliki dampak yang sangat besar. Firman Allah: “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (QS 5:32) <br />c. Ketiga: <br />Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang cukup atau takut akan kekurangan uang. <br />Banyak calon ibu yang masih muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai, kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Alangkah salah pemikirannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS 17:31) <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2. Alkitab & Aborsi <br />Semua umat Kristiani bisa membaca kembali Kitab Sucinya untuk mengerti dengan jelas, betapa Tuhan sangat tidak berkenan atas pembunuhan seperti yang dilakukan dalam tindakan aborsi<br />a. Pertama : <br />Jangan pernah berpikir bahwa janin dalam kandungan itu belum memiliki nyawa. <br />Kej 16:11 dan Kej 25:21-26 ~ Selanjutnya kata Malaikat Tuhan itu kepadanya: “Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya Ismael, sebab Tuhan telah mendengar tentang penindasan atasmu itu. ~ Berdoalah Ishak kepada Tuhan untuk isterinya, sebab isterinya itu mandul; Tuhan mengabulkan doanya, sehingga Ribka, isterinya itu, mengandung. Tetapi anak-anaknya bertolak-tolakan di dalam rahimnya dan ia berkata: “Jika demikian halnya, mengapa aku hidup?” Dan ia pergi meminta petunjuk kepada Tuhan. Firman Tuhan kepadanya: “Dua bangsa ada dalam kandunganmu, dan dua suku bangsa akan berpencar dari dalam rahimmu; suku bangsa yang satu akan lebih kuat dari yang lain, dan anak yang tua akan menjadi hamba kepada anak yang muda.” Setelah genap harinya untuk bersalin, memang anak kembar yang di dalam kandungannya. Keluarlah yang pertama, warnanya merah, seluruh tubuhnya seperti jubah berbulu; sebab itu ia dinamai Esau. Sesudah itu keluarlah adiknya; tangannya memegang tumit Esau, sebab itu ia dinamai Yakub. Ishak berumur enam puluh tahun pada waktu mereka lahir. <br />Hos 12:2-3 dan Rom 9:10-13~ Efraim menjaga angin, dan mengejar angin timur sehari suntuk, memperbanyak dusta dan pemusnahan; mereka mengadakan perjanjian dengan Asyur, dan membawa minyak kepada Mesir. Tuhan mempunyai perbantahan dengan Yehuda, Ia akan menghukum Yakub sesuai dengan tingkah lakunya, dan akan memberi balasan kepadanya sesuai dengan perbuatan-perbuatannya. ~ Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya – dikatakan kepada Ribka: “Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda.” Seperti ada tertulis: “Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.” <br />Luk 1:13-15 ~ Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: “Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes. Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya itu. Sebab ia akan besar di hadapan Tuhan dan ia tidak akan minum anggur atau minuman keras dan ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya; <br /><br /><br /> <br />DAFTAR PUSTAKA<br />Apuranto, H dan Hoediyanto. 2006. Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal. Surabaya: Bag. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran UNAIR<br /><br />Chadha, P. Vijay.1995. Catatan kuliah ilmu forensic & toksikologi (Hand book of forensic medicine & toxicology Medical jurisprudence). Jakarta : Widya Medika<br /><br />Dewi, Made Heny Urmila. 1997. Aborsi Pro dan Kontra di Kalangan Petugas Kesehatan. JoGjakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM<br /><br />COMPAS. COMPetrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-79313082469969907492009-09-14T21:48:00.000-07:002009-09-14T21:51:06.330-07:00JUDUL SKRIPSI KEPERAATANSKRIPSI/TA KEPERAWATAN [KODE 06E]<br /><br />1. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TH. 9 DENGAN KEHAMILAN RESIKO TINGGI FAKTOR GRANDEMULTIPARA DI JAMBANGAN II WILAYAH PUSKESMAS KANDANG SAPI PASURUAN (2001)<br />2. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG DIARE PADA ANAK BALITA DIRUANG 7 ANAK RSUD DR. SAIFUL NAWAR MALANG (2001)<br />3. HUB. ANTARA MOTIVASI PERAWAT DENGAN PELAKSANAAN PROSES KEPERAWATAN BERDASARKAN STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DI RS. GRHSIA PROP DIY (2004)<br />4. PERBEDAAN SKALA KEHANGATAN PERAWAT PRIA DENGAN KLIEN (2002)<br />5. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN BP. ”MH” DENGAN FAKTUR INTERTROKANTER SINITRA PRA DAN PASTA ORIP DI RUANG PERAWATAN ELISABETH RS. PANTI RAPIH YK (2003)<br />6. PENGANTARA RISET KEPERAWATAN BAGI PEMULA (2003)<br />7. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. ”RT” DENGAN HYPERMESI GRAVIDARIUM DI RUANG PERAWATAN ELISABETH RS. PANTI RAPIH YK (2000)<br />8. PERAN KELUARGA EXTENDED FAMILY DALAM PENERIMAAN LANJUT USIA DI DUSUN TANGKILAN DESA SUMBER MULYA KEC. BAMBANGLIPURA KAB. ANTUL PROP. DIY TH. 2002 (2002)<br />9. PERAN FUNGSI DAN CITRA PERAWAT YANG DIHARAPKAN OLEH MASYARAKAT DI MASA YANG AKAN DATANG (2001)<br />10. TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG UPAYA MEMINIMALISASI SERANGAN STROKE PADA PASIEN HIPERTENSI DI RAWAT INAP RS. PANTI RAPIH YK (2003)<br />11. HUB. ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PROSES KEPERAWATAN DENGAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSUD PURWAREJO (2004)<br />12. HUB. TINGKAT PENGETAHUAN PRIMAVARA DENGAN PERILAKU PERAWATAN MASA NIFAS DI RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YK TH. 2005 (2005)<br />13. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN ”K” DENGAN CARSINOMA NASOFARING DI IRNA I DAHLIA IV RUANG D3 RS. DR. SARDJITO (2005)<br />14. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY/ ”W” DENGAN PENDARAHAN ANTERPARTUM ATAS INDIKASI PLASENTA PREVIA PADA MULTI GRAVIDARIUM 33 + 5 MINGGU DI RUANG MELATI RSUD SLEMAN YK (2005)<br />15. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. “RW” DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN BRONKITIS KRONIS DI BANGSAL MULTAZAM RSU PKU MUHAMMADIYAH YK (2000)<br />16. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAUPUTIK DI RUANG BERSALIN RSUD DR. DORIS SYLVANUS PALANGKARAYA (2005)<br />17. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. “R” DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN THIROID ABDOMINALIS DI RUANG B2 UPA IRNA II RSUP DR. SARDJITO (2001)<br />18. STUDI KORELASI ANTARA MOTIVASI DAN TEST MASUK DENGAN PRESTASI BELAJAR ILMU KEPERAWATAN PADA SISWA KELAS II DAN II SPK PANTI RAPIH YK TH. 1993/1994 (1995)<br />19. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ”NY” DENGAN KERUSAKAN INTERAKSI SOSIAL MENARIK DIRI PADA SKIZOPERENTA TAK TERINCI DI RUANG P2A RSJ PUSAT GRHASIA YK (2004)<br />20. ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA KEPERAWATAN DI RSUD KAB. SAMBAS PROP. KALBAR (2005)<br />21. KTI ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN. ”N” DENGAN KONJUNGTIVITAS BAKTERI DI RUANG POLIKLINIK RS. OTORITA BATAM TGL. 13-26 JUNI 2004 (2004)<br />22. KTI STUDI DESKRIPTIF TINGKAT KECEMASAN PASIEN RAWAT JALAN DALAM MENUNGGU LAYANAN OBAT DI FARMASI RS BETHESDA YK (2005)<br />23. KTI ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN KOMONITAS DI PEDUKUHAN WATU ADES DESA PURWOBINANGUN KEC. PAKEM KAB. SLEMAN YK (2003)<br />24. PENATALAKSANAAN PADA PASIEN NY. ”W” DENGAN PARTUS NORMAL DI RSUD UNGARAN SEMARANG (2005)<br />25. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA TN/ ”R” DENGAN SALAH SATU ANGGOTA KELUARGA MENDERITA SCIZOFENIA DI GENENG NGAWI (2002)<br />26. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA TN R DENGAN SALAH SATU ANGGOTA KELUARGA MENDERITA SCIZOFENIA DI GENENG NGAWI - 02<br />27. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN. ”AP” DENGAN SALAH SATU ANGGOTA KELUARGA MENDERITA EPILEPSI DI WILAYAH MUNTILAN<br />28. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA TN ”H” DENGAN SALAH SATU ANGGOTA KELUARGA MENDERITA ’GOUT” DI WILAYAH MUNTILAN<br />29. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN ”S” DENGAN SALAH SATU ANGGOTA KELUARGA MENDERITA DEPRESI DI KOTARJO (2002)<br />30. PROP KTI STUDI DESKRIPTIF TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA YANG BAYINYA DI RAWAT DI INKOBATOR DI RUANG VIII RS. BETESDA YK (2006)<br />31. PROP KTI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN L DENGAN FAKTOR ORURIS PRE DAN PAST PEMASANGAN PLAST DAN SCREVUS DI IRNA BANGSAL E2 RSUP DR. SARDJITO<br />32. PTOP KTI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN X DENGAN OSTEOKORSOM YANG DILAKUKAN DIDAKAN AMPUTASI DI IRNA I RUANG Z RSUP DR. SARDJITO<br />33. PROP KTI HUB. TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS DIRI MULYA KAB. KULON PROGO<br />34. PROP KTI EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN PENINGKATAN KABUPATEN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN DI DESA WUKIR SARI KEC. CANGKRINGAN KAB. SLEMAN (2003)<br />35. PROP KTI ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIABETES MELITUS DI RS. MARGO HUSADA WONOGIRI (2005)<br />36. ASUHAN KEPERAWATAN NY. ”H” PADA GANGGUAN ALAM PERASAAN DEPRESI DENGAN PERILAKU MENARIK DIRI PADA SKEOLFRENIA TAK TERINCI DI KELAS PUTRI DI RSJ DI PROP. DIY (2002)<br />37. PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DALAM HUBUNGAN DENGAN SIKAP TERHADAP HUB. SEKSUAL PRA NIKAH PADA SISWA SMU I KOTAMADYA TERNATE PRO. MALUKU UTARA (2003)<br />38. KTI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NT. “S” DENGAN KANKER PAYUDARA POST MASTECTOY DI BANGSAL A3 IRNA RSUP DR. SARDJITO (2001)<br />39. KTI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. ”S” DENGAN KANKER SERVIKS UTERI DI RUANG CDS INSTALASI RAWAT INAP I DI RSUD DR. SARDJITO YK (2001)<br />40. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY S DENGAN KANGKER SERVIKS UTERI DI RUANG CDS INSTALASI RAWAT INAP I RSUP DR. SARDJITO YK - 01<br />41. KTI ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI NT. ”T” DENGAN DIAGNOSA MEDIS SEPSIS NEONATORIUM DI IRNA BANGSAL B2 RSUP DR. SARDJITO YK (2001)<br />42. KTI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Nn. TS DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN ASHMA BRONCHISLE DI RUANG CI IRNA I RSUP DR. SARDJITO YK - 01<br />43. KTI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NN. “S” DENGAN KANKER PAYUDARA POST MASECTOMY DI IRNA BEDAH B2 RSUP DR. SARDJITO YK (2001)<br />44. KTI PENCERNAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. “A” DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DEMAM THIPOID DI BANGSAL B2 UPA IRNA II RSUP DR. SARDJITO YK (2001)<br />45. KTI MUSKULOSKETELETAL DEMAM THIPOID ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. “X” DENGAN GANGUAN SISTEM MUSKULOSKETELETAL FRAKTUR CRURIUS 1/3 DISTAL DENGAN PEMASANGAN PLATE DAN CSREVOS DI BANGSAL E2 IRNA 1 RSUP DR. SARDJITO YK (2001)<br />46. KTI GASTROINTESTINAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. “M” GANGGUAN PENCERNAAN GASTROINTESTINAL DIARE DI BANGSAL ANAK (IRNA II) RSUP DR. SARDJITO UK<br />47. KTI DEMAM THIPOID ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK HN DENGAN DEMAM THIPOID RUANG B2 IRNA II RSUP DR. SARDJITO YK (2001)<br />48. KTI BRONCORNEUMA ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. “W” DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN BRONCORNEUMA DI BANGSAL B2 IRNA II RSUP DR. SARDJITO (2001)<br />49. KTI MASTEKTOMI ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN NT. ”S” DENGAN PASCA MASTEKTOMI DI IRNA I BEDAH A2 RSUP DR. SARDJITO (2006)<br />50. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. “H” DENGAN RENTINOBLASTOMA POST OP ENUKREASI DEKSTRA DI INSKA II RUANG MATAHARI (B4) RS. DR. SARDJITO UK (2005)<br />51. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MAHASISWA SEMESTER VIII PROGRAM STUDI KEPERAWATAN UNTUK MELANJUTKAN PROGRAM NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INTRO HUSADA (2006)<br />52. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT ANGGOTA BADAN KOMUNIKASI PAGUYUBAN LANSIA WILAYAH KOTA YOGYAKARTA UNTUK MEMILIH JENIS ASURANSI UNTUK KESEHATAN DAN PENGGUNAAN FASILITAS KESEHATAN (2005)<br />53. ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN NORMAL PADA PASIEN NY. ”T” DI RD DKT YK (2005)<br />54. HUB. ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU DALAM MENCEGAH DEKUBITAS DI RS. DR. SARDJITO (2006)<br />55. PROPOSAL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPUEUTIK YANG DILAKSANAKAN OLEH MAHASISWA PSIK FK UGM PROGRAMA TAHAP PROFESI DENGAN KLIEN DI RS. DR . SARDJITO YK - 05<br />56. PROPOSAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH PERAWAT TERHADAP PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG INTERNEDIATE CARE IRNA RSUP DR. SARDJITO (2005)<br />57. PROPOSAL PENDARAHAN KEJADIAN PENDARAHAN PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE (NGT) PADA PASIEN ANAK DENGAN TROMBOSITOPE IA DI RUMAH SAKIT DR. SARDJITO (2005)<br />58. PROPOSAL NUTRISI ENTERAL GAMBARAN PEMBERIAN NUTRISI ENTERAL PADA PASIEN DEWASA DI RS. DR. SARDJITO (2005)<br />59. PROPOSAL KEMAMPUAN TERAPEUTIK HUB. ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN KEMAMPUAN TERAPEUTIK PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI INSKA RSUP DR. SARDJIJTO (2006)<br />60. PROPOSAL TINJAUAN PERSEPSI ORANG TUA MENGENAI KEBUTUHAN PENAWARAN SELAMA ANAK RAWAT INAP DI IRNA I RUANG 4 RSUP DR. SARDJITO<br />61. PROPOSAL KECENDERUNGAN BUNUH DIRI ANALISIS SKOR SISTEM KATAGORI PASIEN JIWA PADA PASIEN DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BUNUH DIRI DI IRNA IV RS. DR. SARDJITO (2005)<br />62. KTI HUB. ANTARA PERAN SERTA KELUARGA DALAM PEARWATAN PENDERITA STROKE DI RSUP DR. SARDJITO YK (2006)<br />63. PROPOSAL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN ORANG TUA DALAM PENGOBATAN KEMOTERAPI ANAK PENDERITA LEUKIMIA UMFOBLASTIK AKUT DI RSUP DR. SARDJITO YK (2006)<br />64. PROPOSAL GAMBARAN KEBUTUHAN PSIKO SOSIAL ORANG TUA DENGAN ANAK BALITA YANG DIRAWAT DI RUANG PKU RS. DR. SARDJITO YK (2005)<br />65. PROPOSAL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN ANAK SEKOLAH YANG DIRAWAT DI RUANG PERAWATAN ANAK RSUP DR. SARFJITO (2006)<br />66. PROPOSAL GAMBARAN STATUS GIZI PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TERAPI HEMODIALISA DAN TANPA TERAPI HEMODIALISA DI RSUP DR. SARDJITO - 06<br />67. PROPOSAL PERBEDAAN EFEKTIVITAS KLORAMFENIKOL SALEP KULIT 2% DI BANDING POVIDONE IODINE CAIR 0% PADA TINDAKAN DRESSING INFUS TERHADAP KEJADIAN PLEBITIS DI IRNA DR. SARDJITO (2006)<br />68. PROPOSAL EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTI INFEKSI PADA PENYAKIT PENDERITA HIV/AIDS PASIEN RAWAT INAP RS. DR. SARDJITO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005 (2005)<br />69. KTI KAJIAN PELAKSANAAN BIMBINGAN PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH OLEH PERAWAT KEPADA MAHASISWA PROFESI PSIK KF UGM DI RSUP DR. SARDJITO (2005)<br />70. PROPOSAL GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN PASIEN HOME CARE RSUP DR. SARDJITO (2005)<br />71. PROPOSAL PENGARUH BERMAIN TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK SELAMA MENJALANI PERAWATAN DOKTER DI RSUP DR. SARDJITO (2005)<br />72. PROPOSAL HUB. ANTARA PENERAPAN KEPERAWATAN ATRAUMATIK DENGAN RESPON ANAK USIA 1-3 TAHUN SELAMA DILAKUKAN PERAWATAN LUKA POST OPERASI HARI KE III DI IRNA D2 RSUP DR. SARDJITO (2005)<br />73. PROPOSAL EFEKTIVITAS DUKUNGAN KELUARGA DALAM ASUHAN KEPERAWATAN JIWA TERHADAP KONDISI JIWA DI RSUP DR. SARDJITO (2005)<br />74. PROPOSAL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN PADA ANAK USIA SEKOLAH (6-12 TH) YANG DIRAWAT DI INSTALASI KESEHATAN ANAK (INSKA) RSUP DRD. SARDJITO (2006)<br />75. PROPOSAL PENGARUH BERMAIN TERHADAP PERILAKU SOSIALISASI ANAK SELAMA MENJALANI PERAWATAN DI RSUP DR. SARDJITO (2005)<br />76. PROPOSAL GAMBARAN PENATALAKSANAAN PASIEN PASCA OPERASI DENGAN ANESTASI UMUM DI RUANG PEMULIHAN INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUP DR. SARDJITO (2005)<br />77. PROPOSAL MANFAAT BLADDER TRAINING PADA PASIEN DENGAN PAODER KETELER (2006)<br />78. KTI PROPOSAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HYPERMESIS GRAVIDARIUM DI RSUP DR. SARDJITO YK (2000)<br />79. PROPOSAL DAMPAK ASUPAN GIZI BURUK TERHADAP TERJADINYA ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS GONDONGKUSUMA I YK<br />80. PROPOSAL PERSEPSI SISWA DI SEKOLAH MUHAMMADIYAH I BANTUL TAHUN 2005/2006 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI (2005)<br />81. PROPOSAL PERUBAHAN POLA MENSTRUASI PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI KODYA YK (2005)<br />82. PROPOSAL TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG VIRUS CMV DI RSUD WIROSABAN YK (2005)<br />83. PROPOSAL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN 2 PADA PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS SEWON II BANTUL YK (2005)<br />84. PROPOSAL HUB. TINGKAT KEPATUHAN IBU HAMIL MINUM TABLET BASI DAN KEJADIAN ANEMIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEWON II BANTUL YK 2005 (2005)<br />85. PROPOSAL PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMU MUH 3 YK (2005)<br />86. PROPOSAL PERSEPSI MAHASISWA-MAHASISWI STIKES WIRA HUSADA TERHADAP MENSTRUASI (2005)<br />87. PROPOSAL PERSEPSI TERHADAP PERSALINAN DUKUNGAN SUAMI TINGKAT PENDIDIKAN DAN KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA IBU HAMIL DI JAJARAN BANTUL YK 2005 (2005)<br />89. PROPOSAL PERILAKU SEKSUAL PASCA DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA DI RS. DR. SARDJITO (2005)<br />90. PROPOSAL SIKAP DAN PERILAKU IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA DI DESA GENENG SEWON BANTUL (2005)<br />91. PROPOSAL PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS NGEMPLAK II SLEMAN (2005)<br />92. PROPOSAL HUB. ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PERAWATAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS TEMON I KAB. KULON PROGO YK (2002)<br />93. PROPOSAL PERILAKU PASIEN HIPERTENSI DALAM MENGONTROL TEKANAN DARAH DI RS. PKU MUHAMMADIYAH BANTUL (2005)<br />94. KTI PROPOSAL GAMBARAN KEMUDAHAN PENGGUNAAN FORMAT PENGKAJIAN MODAL POLA KESEHATAN FUNGSIONAL GORDON DAN MODEL ADAPTASI ROY DI RS. PK KAB. TEGAL<br />95. PROPOSAL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA DI PUSKESMAS SEWON BANTUL YK 2005 (2005)<br />96. PROPOSAL PERBEDAAN SKALA KEHANGATAN PRIA DENGAN PERAWAT WANITA DALAM BERKOMUNIKASI DENGAN KLIEN (2002)<br />97. PROPOSAL PERAN PERAWAT DALAM PENERAPAN ”DHC” PADA PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK PUSKESMAS DI WILAYAH TIRTONIRMOLO KASIHAN BANTUL (2005)<br />98. PROPOSAL PENYIMPANGAN SEKSUAL SEBAGAI FAKTOR KONFLIKS DALAM PERKAWINAN DI DUSUN PANGGUNG HARJO SEWON BANTUL (2005)<br />99. PROPOSAL HUB. TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG POLA ASUH ANAK DENGAN TINGKAT PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAKA PRA SEKOLAH DI PUSKESMAS WIROSABAN II YK 2002<br />100. PROPOSAL HUB. PEMAPARAN KEBISINGAN DENGAN NILAI AMBANG PENDENGARAN PETUGAS LAPANGAN DI TERMINAL UMBULHARJO YK (2004)<br />101. PROPOSAL ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA BP ”RS” DENGAN SALAH SATU ANGGOTA KELUARGA MENDERITA HIPERTENSI DI DUSUN TINOM SIDOARUM GODEAN SLEMAN (2004)<br />102. PROPOSAL PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BERMAIN TERHADAP TINGKAT KOOPERATIF SELAMA MENJALANI PERAWATAN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI BANGSAL IBNU SINA RSU PKU MUHAMMADIYAH YK (2002)<br />103. PROPOSAL HUB. MOTIVASI PRAKTEK KLINIK MEDIKAL BEDAH DENGAN PENCAPAIAN KOOPERASI KETERAMPILAN KLINIK PERAWATAN MEDIKAL BEDAH (2002)<br />104. PROPOSAL PENGARUH PADA IBU HAMIL YANG MENGIKUTI SENAM HAMIL DAN IBU HAMIL YANG TIDAK MENGIKUTI SENAM HAMIL TERHADAP PROSES PERSALINAN DI RT. 04 BENDUNG SEMIN KAB. GUNUNGKIDUL YK<br />105. PROPOSAL RESPON ADAPTASI TERHADAP GANGGUAN MENSTRUASI PADA MAHASISWA ILMU KEPERAWATAN STIKES WIRAHUSADA YK (2005) (2005)<br />106. PROPOSAL HUB. ANTARA KEPATUHAN KLIEN DIABETES MELITUS DALAM MENJALANKAN TERAPI DIET DENGAN PENGENDALIAN KADAR GULA DARAH DI POLITEKNIK PENYAKIT DALAM RS. PKU MUHAMMADIYAH YK 03 (2003)<br />107. PROPOSAL PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI PADA ANAK DI KEL SEWON BANTUL (2005)<br />108. PROPOSAL ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BP. ”X” DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER ANGINA DEKTORIS DI RUANG INAP RS PANTI RAPIH YK<br />109. PROPOSAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST OPERASI BEDAH JANTUNG (TOF) DI IRI<br />110. PROPOSAL DAMPAK KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI MAHASISWA STIKES WIRAHUSADA YK<br />111. PROPOSAL KEPUASAN PASIEN TERHADAP MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DI RSUD WATES KULON PROGO (2005)<br />112. PROPOSAL HUB. SENAM LANSIA TERHADAP TANDA DAN GEJALA PORSES DEGERATIF DI WILAYAH KAUMAN NGUPASAN GONDOMANAN YK (2005)<br />113. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN ORANG TUA DALAM PENGOBATAN KEMOTERAPI ANAK PENDERITA LEUKIMIA UMFOBLASTIK AKUT DI RS. SARDJITO YK (2005)<br />114. KTI KARAKTERISTIK IBU DENGAN KEHAMILAH EKLOPIK DI RSUP DR. SARDJITO SELAMA 5 TAHUN (2001-2005) (2006)<br />115. PROPOSAL HUB. TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETERAMPILAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN PENGAMBILAN DARAH ARTERI DI INSTALASI RAWAT INSTENSIF RS. DR. SARDJITO YK<br />116. PROPOSAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SDR. “H” DENGAN LIMFOMA NOHN HODOKIN DI IRNA I BANGSAL BOUGENFIL I RS. DR SARDJITO (2005)<br />117. PROPOSAL ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA BP ”S” DENGAN SALAH SATU ANGGOTA KELUARGA MENGALAMI TUBERKOLOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGLIPAR I (SEMANU I)<br />118. PROPOSAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ”S” DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG P2A DI RS GRASIA PROP DIY<br />119. PROPOSAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY ”SW” DENGAN PERSALINAN LETAK SUNGSANG DI KAMAR BERSALIN RSUP DR. SARDJITO YK<br />120. PROPOSAL PENGARUH SUPLEMEN BESI TERHADAP ANEMIA PADA REMAJA PUTRI ANEMIA DI SMUN 1 WONOSARI THUN 2000<br />121. PROPOSAL PENGARUH FREKUENSI SENAM NIFAS TERHADAP PERUBAHAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU POST PATUM BANGSAL SAKINAH RSU PKU MUH YK<br />122. PROPOSAL EFEK PROPOLIS TERHADAP GINJAL MENCIT SWIS YANG TELAH TERINFEKSI PLASMODIUM BERGHEI<br />123. PROPOSAL PENYELIDIKAN PENULARAN VIRUS FLU BURUNG YANG MENYEBABKAN KEMATIAN 3 WARGA TANGERANG<br />124. PROPOSAL PENYAKIT EPILEPSI<br />125. PROPOSAL HUB. ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG TIRAH BARING DENGAN PERAN SERTA IBU DALAM MEMPERTAHANKAN TIRAH BARING PADA ANAK DENGAN TRAUMA KEPALA DI RUANG DAHLIA RSU DATI II BANTUL<br />126. PROPOSAL KORELASI ANTARA MOTIVASI MENJADI PERAWAT DENGAN KOMUNIKASI ANTARA PERAWAT DENGAN PASIEN PERAWATAN THERESIA RS. PANTI RAPIH<br />127. PROPOSAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BISU TULI<br />128. PROPOSAL PROFIL PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN RAWAT JALAN DEWASA DI RSU JENDRAL AHMAD YANI KOTA METRO LAMPUNG<br />129. PROPOSAL TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMUN I PEMENGANG (14-17) TENTANG HIV/AIDS<br />130. PROPOSAL PERANAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE DAN POST OPERASI KATARAK SINILIS DI BANGSAL MATA RSUD WIROSABAN YK<br />131. PROPOSAL ANALISIS KEADAAN GIZI BALITA TERHADAP BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUSENAS (2005)<br />132. PROPOSAL PENGARUH BUKU PANDUAN MALARIA TERHADAP PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI DESA PAKEMBINGANGUN DENGAN DAERAH PENELITIAN SEBELUMNYA TAHUN 2003-2005<br />133. PROPOSAL ASUHAN KEPRAWATAN STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA BP. N DENGAN KASUS CKB (CIDERA KEPALA BERAT)<br />134. PROPOSAL HUB. ANTARA PENGETAHUAN TERHADAP SIKAP PERAWAT DALAM KOMUNIKASI KRAPIOTIK ANAK USIA PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YK<br />135. PROPOSAL HUB. POLA KONSUMSI GANDUM PADA LANSIA YANG BERESIKO TERKENA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI DESA CANDI MAS KOTA BUMI LAMPUNG UTARA TAHUN 2005<br />136. PROPOSAL PENGARUH PEMBERIAN THREAT TERHADAP PARTISIPASI WANITA DALAM PROGRAM SKRING KANTOR SERVIS DI POLIKLINIK KEBIDANAN DAN KANDUNGAN RS. DR. SARDJITO YK<br />137. PROPOSAL HUB. KONSUMSI ALKHOHOL DAN FOLAT TERHADAP RESIKO KETERPARAKAN KANKET PAYUDARA WANITA USIA 30-70 TAHUN DI DESA SONOSEWU RT. 04 TAHUN 2005<br />138. PROPOSAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. “Y” DENGAN INFARK MIOKARD AKUT DI IRJI RSUP DR. SARDJITO YK<br />139. PROPOSAL PENDEKATAN KOMPEHENSIP TERHADAP PERAWATAN KESEHATAN LANSIA<br />140. PROPOSAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.”SW” DENGAN PERSALINAN LETAK SUNGSANG DI KAMAR BERSALIN RSUP DR. SARDJITO YK<br />141. PROPOSAL HUB. ANTARA POLUSI PABRIK BATU KAPUR DENGAN TUBERCOLOSIS ANAK DESA KAGOTAN RT. 05 RW. 05 PLERET BANTUL<br />142. PROPOSAL INDEKS MASA TUBUH (IMT) DAN LINGKAR PERUT (Lpe) SEBAGAI PREDIKATOR KEJADIAN HIPERTENSI PADA KARYAWAN DEWASA LANJUT<br />143. PROPOSAL TINGKAT PENGETAHUAN IBU POST PORTUM PRIMIPARA TENTANG PERAWATAN PERINEUM DI RUANG PERAWATAN CAROLUS BOROMELUS IV RS. PANTI RAPIH YK<br />144. .PROPOSAL HUB. ANTARA PENERAPAN PERAWATAN ATRAUMATIK DENGAN RESPON KECEMASAN ANAK SELAMA DILAKUKAN KEPERAWATAN LUKA POST OPERASI DI IRNA I CENDANA 4 RSUP DR. SARDJITO YK<br />145. PROPOSAL ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN AN. ”Y” DENGAN DIAGNOSA MEDIS GASTROENTERIS SEDANG DI BANGSAL ANAK SERUNI I RSU MUNTILAN<br />146. PROPOSAL PERANAN MOTIVASI DALAM MENINGKATAKAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA STIKES WIRAHUSADA YK (2005)<br />147. PROPOSAL PERSEPSI IBU TERHADAP BAYI LAHIR RENDAH DI INSTALASI MATERNAL PERINATAL RSUD WONOSARI PADA TAHUN 2005 (2005)<br />148. PROPOSAL PENERAPAN KEPERAWATAN MODEL SELFCARE PADA PASIEN DI RUANG RAWAT INAP ELISABETH RS. PANTI RAPIH YK TH. 2001 (2001)<br />149. PROPOSAL PENGARUH TEHNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP TINGKAT NYERI PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR DI RUANG BEDAH RS. PKU MUHAMMADIYAH YK 2002 (2002)<br />150. PROPOSAL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PERAN DAN TINGKAT KECEMASAN PADA ORANG TUA TUNGGAL DI DESA PANGGUNGHARJO SEWON BANTUL YK (2005)<br />151. PROPOSAL HUB. ANTARA PERAN SERTA KELUARGA DALAM PERAWATAN PENDERITA STROKE DENGAN KONSEP DIRI PENDERITA STROKE DI RSUP DR. SARDJITO<br />152. PROPOSAL PELAKSANAAN METODE PRIMER MODIFIKASI HUB. PROFESIONAL DAN PENDOKUMENTASIAN DI RUANG IRNA IV RS. DR. SARDJITO (2005)<br />153. PROPOSAL PERKEMBANGAN EMOSIONAL REMAJA AWAL DI SMPN 2 SEWON BANTUL YK (2005)<br />154. PROPOSAL PENGETAHUAN SIKAP DAN PRAKTIK KEBIASAAN BUANG AIR BESAR PADA KEPALA KELUARGA DI DUSUN BOLAWEN TLOGODADI MLATI SLEMANPetrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-16977627317354547892009-09-13T21:04:00.000-07:002009-09-13T21:05:44.302-07:00ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA Ny. J. DENGAN RHEUMATIK PADA Ny. J. DI RT 03 RW 09 KELURAHAN CIGENDING KECAMATAN UJUNGBERUNG KOASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA Ny. J. DENGAN RHEUMATIK PADA Ny. J. DI RT 03 RW 09 KELURAHAN CIGENDING KECAMATAN UJUNGBERUNG KO<br /><br /> * View<br /> * clicks<br /><br />Posted August 11th, 2009 by aepindarna<br /><br /> * Ilmu Keperawatan<br /><br />abstraks: <br /><br />Karya tulis ini dilatar belakangi oleh angka kejadian rheumatik sebesar 1435 orang dengan presentasi 10,26 % berdasarkan laporan data statistik presentasi berdasarkan jenis penyakit periode Januari-Juni 2009. Tujuan pembuatan karya tulis ini adalah untuk memperoleh pengalaman yang nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan secara komperehensif meliputi aspek bio-psiko-sosial-spiritual berdasarkan ilmu keperawatan. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan diantaranya wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif yang berbentuk studi kasus. Penyakit rheumatik adalah kerusakan yang terjadi pada sendi, dimana lama – kelamaan akan mengakibatkan rasa nyeri pada daerah yang terkena rheumatik Pada pengkajian ditemukan masalah keperawatan gangguan Resiko kekambuhan rheumatik pada Ny. J. berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat angota keluarga dengan rheumatik, Resiko kekambuhan Hipertensi pada Ny. J. berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat angota keluarga dengan hipertensi dan Resiko Jatuh sedang pada Ny. J. berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat angota keluarga lansia dengan rhematik Dalam perencanaan penulis menyusun rencana yaitu mengikutsertakan keluarga dalam penyuluhan dan demonstrasi tentang masalah yang muncul. Pelaksanan meliputi penyuluhan, motivasi dan demonstrasi mengenai hypertensi. Adapun hasil yang telah dicapai adalah dalam pembinaan keluarga ini adalah peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku mengenai masalah yang dihadapi. Semua yang telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Secara umum pelaksanaan asuhan keperawatan pada keluarga ini mencapai hasil yang belum maksimal. Dengan demikian, maka saran yang dianjurkan yaitu perlu adanya kerjasama antara keluarga dan tim kesehatan agar tujuan tercapai lebih maksimal serta diharapkan Puskesmas dapat menindaklanjuti dan meneruskan pembinaan secara berkesinambungan<br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. Latar Belakang<br />Pembangunan kesehatan adalah perubahan dari suatu keadaan tertentu menuju kepada suatu keadaan yang lain yang bersifat positif dilaksanakan secara terencana dan terarah sesuai dengan tujuan yang ditentukan sebelumnya.<br />Upaya pemerintah dalam meningkatkan kesehatan tersebut telah merumuskan kebijaksanaan umum, yaitu pelaksanaan kesehatan berupa SKN yang merupakan suatu tantangan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan secara optimal sebagai peruwujudan kesejahteraan umum, sedangkan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan tersebut diupayakan Puskesmas dijadikan sebagai ujung tombak dari pelayanan kesehatan yang optimal, yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terintegrasi kepada masyarakat di wilayah kerja berupa kegiatan pokoknya yaitu pelayanan kesehatan masyarakat yang sasarannya adalah individu, kelompok, keluarga dan masyarakat.<br />Kegiatan Puskesmas diarahkan kepada kegiatan asuhan keperawatan individu, baik di dalam maupun di luar gedung, terutama kepada keluarga khususnya keluarga yang memiliki masalah penyakit dengan resiko tinggi seperti halnya rheumatik pada lansia.<br />Rheumatik adalah penyakit yang sulit sembuh dan membutuhkan perawatan yang berkesinambungan dan mempunyai dampak yang berbahaya diantaranya dapat menimbulkan kecelakaan fisik dikarenakan telah berkurangnya kekuatan dan kondisi fisik.<br />Menurut laporan bulanan Puskesmas Ujungberung periode Januari – Juni 2009, jumlah penderita rheumatik 1341 orang atau 10,26 % yang merupakan penyakit tertinggi ke yang ada di Puskesmas Ujungberung, seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini :<br />TABEL 1<br />PREVALENSI PENYAKIT RHEUMATIK DI PUSKESMAS UJUNGBERUNG BERDASARKAN 10 PENYAKIT TERBESAR<br />PERIODE JANUARI – JUNI 2009<br /><br />No Jenis Penyakit Jumlah Presentasi (%)<br />1.<br />2.<br />3.<br />4.<br />5.<br />6.<br />7.<br />8.<br />9.<br />10. ISPA<br />Nasopharyng<br />Batuk<br />Hypertensi<br />Rheumatik<br />Nyalgia<br />Gastritis<br />Pharingitis<br />Dermatitis<br />Conjungtivitis 2608<br />2079<br />1655<br />1435<br />1341<br />1247<br />1128<br />887<br />385<br />307 19,95<br />15,90<br />12,66<br />10,98<br />10,26<br />9,54<br />8,63<br />6,79<br />2,95<br />2,35<br />Total 100<br />Sumber : Laporan Bulanan Puskesmas Ujungberung Periode Januari – Juni 2009.<br /><br />Dikeluarga Ny. J. yang terletak di RT 03 RW 09 Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung didapatkan anggota keluarganya yaitu Ny. J. sendiri yang diduga mengalami Rheumatik dengan tanda dan gejala yaitu klien mengalami sakit pada lutut.<br />Sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan pembinaan kesehatan pada keluarga melalui pendekatan asuhan keperawatan keluarga dengan mengambil judul :<br />“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA Ny. J. DENGAN RHEUMATIK PADA Ny. J. DI RT 03 RW 09 KELURAHAN CIGENDING KECAMATAN UJUNGBERUNG KOTA BANDUNG”.<br />B. Tujuan Penulisan<br />1. Tujuan Umum<br />Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan secara komprehensif dengan pendekatan proses keperawatan kepada keluarga Ny. J. dengan masalah Rheumatik pada Ny. J.<br />2. Tujuan Khusus<br />Mahasiswa dapat :<br />a. Melakukan pengkajian terhadap keluarga dengan masalah Rheumatik pada Ny.J. di RT 03 RW 09 Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung Kota Bandung<br />b. Membuat perencanaan yang ingin dicapai dan menyusun langkah – langkah pemecahan masalah yang dihadapi pada Ny.J. di RT 03 RW 09 Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung Kota Bandung.<br />c. Melaksanakan tindakan keperawatan keluarga dengan masalah Rheumatik pada Ny.J. di RT 03 RW 09 Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung Kota Bandung.<br />d. Mengevaluasi Asuhan Keperawatan pada keluarga dengan masalah Rheumatik pada Ny.J. di RT 03 RW 09 Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung Kota Bandung.<br />e. Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan yang telah dilakukan pada keluarga dengan masalah Rheumatik pada Ny.J. di RT 03 RW 09 Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung Kota Bandung.<br />f. Dapat menemukan kesenjangan antara teori dan kasus yang dibahas pada keluarga dengan masalah Rheumatik pada Ny.J. di RT 03 RW 09 Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung Kota Bandung.<br /><br />C. Metode Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data<br />1. Metode Penulisan<br />Dalam penulisan Karya Tulis ini, penulis menggunakan metode deskriptif berbentuk studi kasus melalui pendekatan proses keperawatan.<br />2. Teknik Pengumpulan Data<br />Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:<br />a. Wawancara<br />Sumber informasi didapatkan dengan komunikasi lisan secara langsung dari klien dan keluarga klien.<br />b. Observasi<br />Dilakukan dengan mengobservasi secara langsung keadaan keluarga dan klien melalui kunjungan rumah.<br />c. Pemeriksaan Fisik<br />Dilakukan kepada klien dan keluarga melalui inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.<br />d. Studi Dokumentasi<br />Adalah data yang didapat dari dokumentasi Puskesmas dan serta literatur lainnya.<br /><br />D. Sistematika Penulisan<br />Dalam pembuatan Karya Tulis ini penulis membagi sistematika penulisan dalam empat BAB, yaitu :<br />Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.<br />Bab II : Tinjauan Teoritis, yang meliputi konsep dasar keluarga, konsep rheumatik, dan konsep asuhan keluarga.<br />Bab III : Tinjauan Kasus, yang meliputi Asuhan Keperawatan pada keluarga Ny. J. dan pembahasan kasus.<br />Bab IV : Simpulan dan Saran.<br /><br />BAB II<br />TINJAUAN TEORITIS<br /><br />A. Konsep Dasar Keluarga<br />1. Pengertian keluarga<br />"Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga yang, dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan". (Nasrul Effendy, 1998 : 32).<br />Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam peranannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan (Bailon dan Maglaya, 1989:2)<br /><br />Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan keluarga adalah suatu unit yang terdiri dari dua atau lebih individu,hidup dalam satu atap rumah dan berinteraksi satu sama lain dalam keadaan saling ketergantungan dan menjalankan perannya masing-masing.<br />2. Pengertian Keluarga Resiko Tinggi<br />“Keluarga resiko tinggi / keluarga rawan adalah keluarga yang rentan terhadap kemungkinan timbulnya masalah kesehatan dan keluarga yang mempunyai individu bermasalah" (Depkes RI, 1998 : 4)<br />Dalam melaksanakan Asuhan keperawatan perawatan kesehatan keluarga, yang menjadi prioritas utama adalah keluarga-keluarga yang tergolong keluarga resiko tinggi, meliputi :<br />a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan masalah :<br />• Tingkat sosial ekonomi keluarga rendah.<br />• Keluarga kurang atau tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri.<br />• Keluarga dengan keturunan yang kurang baik / keluarga dengan penyakit keturunan.<br />b. Keluarga dengan ibu dengan resiko tinggi kebidanan. waktu hamil;<br />• Umur ibu (16 tanun atau lebih 35 tahun).<br />• Menderita kurang gizi atau anemia.<br />• Menderita hipertensi.<br />• Primipara atau multipara.<br />• Riwayat persalinan dengan komplikasi.<br />c. Keluarga dimana anak menjadi resiko tinggi, karena;<br />• Lahir prematur / BBLR.<br />• Berat badan sukar naik.<br />• Lahir dengan cacat bawaan.<br />• ASI ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi.<br />• Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi atau anaknya.<br />d. Keluarga mempunyai masalah dalam hubungan antara anggota keluarga :<br />• Anak yang tidak dikehendaki dan pernah dicoba untuk digugurkan.<br />• Tidak ada kesesuaian pendapat antara anggota keluarga dan sering timbul cekcok dan ketegangan.<br />• Ada anggota keluarga yang sering sakit.<br />• Salah satu orang tua (suami / istri) meninggal, cerai, atau lari meninggalkan keluarga<br />(Nasrul Effendy, 1998 : 41)<br />keluarga resiko tinggi dengan hypertensi adalah keluarga yang rentan terhadap munculnya masalah kesehatan.<br />3. Tipe / Bentuk Keluarga<br />a. Keluarga Inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.<br />b. Keluarga Besar(Extended Family), adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman bibi dan sebagainya.<br />c. Keluarga Berantai (Serial Family), adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.<br />d. Keluarga Duda / Janda (Single Family), adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.<br />e. Keluarga Berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.<br />f. Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.<br />(Nasrul Effendy, 1998 : 33)<br />4. Fungsi keluarga<br />a. Fungsi Biologis<br />1) Untuk meneruskan keturunan<br />2) Memelihara dan membesarkan anak<br />3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga<br />4) Memelihara dan merawat anggota keluarga<br />b. Fungsi Psikologis<br />1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman<br />2) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga<br />3) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga<br />4) Memberikan identitas keluarga<br />c. Fungsi Sosialisasi<br />1) Membina sosialisasi pada anak<br />2) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak<br />3) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga<br /><br />d. Fungsi Ekonomi<br />1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga<br />2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga<br />3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang akan datang<br />e. Fungsi Pendidikan<br />1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya<br />2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa<br />3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya<br />(Nasrul Effendy, 1998 : 35)<br />5. Tugas-tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan<br />a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya<br />b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat<br />c. Memberikan keperawatan pada anggota keluarga yang sakit, dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda<br />d. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga<br />e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara anggota keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan, yang menunjukan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.<br />(Nasrul Effendy, 1998 : 42)<br /><br />B. Konsep Dasar Rheumatik<br />1. Pengertian Rheumatik<br />Rheumatik adalah kerusakan tulang rawan, sendi – sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut.<br />( Kapita selekta kedokteran : 1999 : 535 ).<br />Rheumatik adalah penyakit inflamsi sistemik kronik yang tidak diketahui penyebabnya dikarakteristikanoleh kerusakan dan proliperasi membran sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, arkeliosis dan deformitas.<br />( Doengoes, E. M. 1999 : 859 Edisi III )<br />Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa penyakit rheumatik adalah kerusakan yang terjadi pada sendi, dimana lama – kelamaan akan mengakibatkan rasa nyeri pada daerah yang terkena rheumatik.<br /><br />2. Tanda dan Gejala Rheumatik<br />Berikut ini adalah tanda dan gejala yang biasanya terjadi pada penderita rheumatik :<br />a. Nyeri sendi<br />Nyeri biasanya muncul pada pagi hari atau malam hari bahkan lebih sering pada cuaca dingin serta biasa juga setelah beberapa lama istirahat seperti duduk yang berjam – jam. Rheumatik akan berkurang bila banyak bergerak, nyeri biasanya terlokalisir pada lutut, bokong sebelah lateral atau tungkai atas. Nyeri sendi secara mekanik yaitu nyeri yang lebih dirasakan setelah melakukan aktifitas lama.<br />b. Kaku sendi<br />Berlangsungnya kaku sendi biasanya antara 15 – 20 menit, timbul setelah istirahat yang terlalu lama misalnya sehabis duduk lama atau bangun pagi dan mungkin ditemukan krepitasi pada pergerakan.<br />c. Pembengkakan sendi<br />Merupakan reaksi peradangan karena penumpukan cairan dalam ruang sendi disertai panas tanpa adanya kemerahan.<br />d. Depormitas<br />Disebabkan karena destruksi lokal rawan sendi<br />e. Gangguan fungsi sendi<br />Timbul karena ketidakserasian antara tulang dengan pembentukan sendi.<br />3. Etiologi<br />a. Perubahan pada salah satu komponen sendi seperti kolagen, proteogliserida dapat menyebabkan kelainan pada komponen lainnya.<br />b. Umur<br />c. Kegemukan<br />d. Keturunan<br />e. Penyakit lainnya seperti TBC sendi.<br />4. Klasifikasi Rheumatik<br />a. Rheumatik primer yaitu rheumatik yang tidak diketahui faktor redisposisi yang mendasarinya.<br />b. Rheumatik sekunder yaiut rheumatik yang pada sebelumnya sudah didahului kerusakan atau kelainan pada sendi<br />c. Rheumatik simtomatik yaitu rheumatik yang terjadi pada penyakit metabolik.<br />5. Penatalaksanan Pada Pasien Rheumatik Di Keluarga.<br />a. Meyakinkan penderita bahaya penyakit tidak progresif karena bagian penderita takut sekali menjadi lumpuh atau cacat.<br />b. Istirahat yang cukup dan merencanakan kehidupan mereka sehari – hari sedemikian rupa. Sehingga ada keseimbangan antar tugas yang berat dengan yang ringan maka istirahat di antaranya yang cukup<br />c. Latihan Fisik<br />d. Pemanasan<br />e. Pengobatan<br />f. Diet yang tepat<br />6. Pengobatan Rheumatik<br />Pengobatan dilakukan dengan benar dan teratur yang bertujuan untuk :<br />a. Menghilangkan rasa sakit dan peradangan.<br />b. Memperkecil kemungkinan terjadinya rheumatik<br />c. Memperbaiki fungsi sendi<br />d. Menghambat progresifitas penyebabnya<br />e. Mencegah dan memperbaiki deformitas<br /><br />8. Dampak rheumatik terhadap fungsi keluarga<br />a. Fungsi afektif<br />Perasaan malu dan tidak mau berinteraksi dengan lingkungannya dikarenakan keluarga memiliki penderita rheumatik keluarga akan berusaha mencari pertolongan dan berusaha untuk mengatasi masalah anggota keluarganya.<br />b. Fungsi sosial<br />Biasanya muncul perasaan malu dan enggan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya karena salah satu anggota keluarganya menderita rheumatik. Keluarga akan merasa takut apabila masyarakat bertanya tentang keadaan klien<br />c. Fungsi pemenuhan kebutuhan fisik dan perawatan<br />Sumber dana keluarga hanya difokuskan untuk pemenuhan kebutuhan pada anggota keluarga yang mengalami rheumatik.<br />d. Fungsi ekonomi<br />Untuk mengatasi masalah rheumatik, keluarga membutuhkan sumber dana yang cukup. keluarga biasanya akan berusaha mencari dana untuk mengobati klien.<br /><br />e. Fungsi pengontrol / pengatur<br />Perhatian sangatlah penting bagi klien yang mengalami rheumatik, sehingga perhatian untuk anggota keluarga yang lain kurang, ini akan berdampak terhadap anggota keluaraga<br /><br />C. Proses Keperawatan Pada Keluarga dengan Rheumatik<br />Proses Keperawatan adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan yang logis, sistematis, dinamis dan teratur yang memerlukan pendekatan, perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang metodis dan teratur dengan mempertimbangkan ciri-ciri pasien yang bersifat bio-psiko-sosio-spiritual maupun masalah kesehatannya. (Depkes RI, 1995 : 10).<br /><br />Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi keperawatan terhadap keluarga sesuai dengan rencana yang telah disusun dan mengevaluasi mutu hasil keperawatan yang dilaksanakan terhadap keluarga (Nasrul Effendi 1998 : 46).<br /><br />"Proses keperawatan adalah kerangka kerja dalam melaksanakan tindakan yang digunakan agar proses pertolongan yang diberikan kepada keluarga menjadi sistematis" (Bailon dan Maglaya, 1989: 23).<br />Tahap-tahap dalam proses keperawatan saling bergantung satu sama lainnya, bersifat dinamis disusun secara sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap-tahap yang satu ke tahap yang lain, dengan tahap-tahap:<br />1. Pengkajian<br />Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan, secara keseluruhan pada tahap ini semua data dan informasi klien dibutuhkan, dikumpulkan untuk pembentukkan masalah kesehatan dan keperawatan.<br />Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat untuk mengukur keadaan pasien/keluarga dengan memakai patokan norma norma kesehatan pribadi maupun sosial, sistem integrasi dan kesanggupannya untuk mengatasi masalah (Bailon dan Maglaya, 1989 . 30,11)<br />a. Pengkajian Keluarga<br />1) Data Umum<br />Meliputi : Nama Puskesmas, Tanggal Pengkajian, Jarak untuk mencapai Puskesmas, Nama Kepala Keluarga, Umur, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Suku / bangsa, Alamat<br />2) Daftar Anggota Keluarga<br />Yang perlu dikaji yaitu nama anggota keluarga, hubungan keluarga dengan klien, jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, agama, keadaan kesehatan, program Keluarga Berencana (KB) dan imunisasi.<br />3) Data Khusus Keluarga<br />a) Tipe Keluarga<br />Menjelaskan mengenai tipe keluarga beserta kendala atau masalah-masalah yang terjadi dengan tipe keluarga tersebut.<br /><br />b) Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini<br />Tahap prekembangan keluarga ditentukan berdasarkan tingkat perkembangan anak tertua dari keluarga inti yang dikaji.<br />c) Tugas Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi<br />Menjelaskan secara singkat mengenai tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi dan kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.<br />4) Keadaan Biologis Keluarga<br />a) Keadaan Kesehatan<br />Perlu dikaji penyakit yang sedang diderita klien saat sekarang, bagaimana penanganan yang telah dilakukan.<br />b) Kebersihan Keluarga<br />Dalam hal ini perawat perlu mengkaji kebersihan tubuh setiap anggota keluarga, kebersihan rumah dan sekitarnya, karena data ini sangat mendukung dalam perawatan rheumatik.<br />c) Penyakit yang Sering Diderita<br />Perlu dikaji jenis penyakit apa yang biasa diderita oleh seluruh anggota keluarga, hal ini mengindikasikan adanya pemaparan panyakit yang sudah lama dan mungkin sudah menginfeksi pada semua anggota keluarga namun tidak dirasakan oleh keluarga.<br />d) Penyakit Kronis/Menular<br />Perlu dikaji riwayat penyakit menahun yang dapat memperburuk keadaan klien.<br />e) Kecacatan Anggota Keluarga<br />Dalam hal ini perlu dikaji ada tidaknya anggota keluarga yang mengalami kecacatan fisik atau mentalnya.<br />f) Pola Makan<br />Menjelaskan mengenai kebiasaan makan keluarga meliputi frekuensi makan dalam sehari, keseimbangan gizi, cara pengolahan dan penyajian makannya, hal ini menunjukkan ada tidaknya perhatian keluarga terhadap anggota keluarga mengalami rheumatik.<br />g) Pola Istirahat<br />Menjelaskan mengenai kebiasaan istirahat / tidur keluarga meliputi berapa jam berapa keluarga tidur dan adakah kendala yang mempengaruhi pola istirahat keluarga.<br />h) Reproduksi / Akseptor KB<br />Menjelaskan mengenai jumlah anak, perencanaan pengaturan anak, metode KB yang digunakan dan masalah yang terkait dengan kesehatan reproduksi keluarga.<br />5) Psikologis Keluarga<br />a) Keadaan Emosi / Mental<br />Kecemasan akan timbul pada klien dan keluarga karena ketakutan penyakit bertambah parah dan menyebab kan kematian.<br /><br />b) Koping Keluarga<br />Mengetahui cara keluarga menyelesaikan masalah baik yang berhubungan dengan kesehatan maupun masalah lainnya yang bisa terjadi dalam suatu rumah tangga.<br />c) Kebiasaan Buruk<br />Keluarga yang di dalamnya ada anggota keluarga yang menderita rheumatik perlu dikaji kebiasaan buruk, seperti merokok minum alkohol dll.<br />d) Rekreasi<br />Perlu ditanyakan bagaimana keluarga meluangkan waktu bersama untuk melakukan refreshing atau rekreasi baik yang sifatnya rutininitas maupun tidak rutin, baik yang bentuknya rekreasi keluar maupun rekreasi yang biasa dilakukan di dalam rumah.<br />e) Pola Komunikasi Keluarga<br />Menjelaskan mengenai cara keluarga berkomunikasi satu dengan yang lainya di dalam keluarga.<br />f) Pengambil Keputusan<br />Menjelaskan mengenai siapa yang biasa berperan sebagai pengambil keputusan dalam keluarga terkait dengan kemampuannya dalam mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku ataukah dilakukan dengan cara lain, misal musyawarah keluarga.<br />g) Peran Informal<br />Menjelaskan mengenai peran informal dari setiap anggota keluarga, misalnya penurut, motivator, innovator, dictator, dll. Hal ini perlu dikaji karena akan menentukan sejauh mana anggota keluarga berinisiatif untuk menentukan sikapnya dalam menangani masalah kesehatan yang dihadapinya masing-masing.<br />6) Sosial Ekonomi Keluarga<br />a) Hubungan Dengan Orang lain<br />Penderita rheumatik biasanya biasanya biasa – biasa saja jika penyakit sudah diketahui dengan pasti. Jika klien belum mengetahui penyakitnya, respon klien akan cenderung biasa saja dan cara hidup klien tidak akan berubah.<br />b) Kegiatan Organisasi Sosial<br />Menjelaskan kegiatan yang diikuti oleh keluarga dalam organisasi social atau perkumpulan social, misalnya kelompok pengajian, karangtaruna, LSM dll. Data ini dapat menunjukkan adanya perasaan malu atau nyeri sendi dalam mengikuti kegiatan tersebut.<br />c) Keadaan Ekonomi<br />Ditentukan oleh pendapatan keluarga baik yang didapat oleh kepala keluarga maupun anggota keluarga yang lain. Serta ditentukan juga oleh kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga dan barang-barang yang dimiliki keluarga.<br /><br />7) Spiritual Kultural Keluarga<br />a) Keadaan Beribadah<br />Menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga dalam melakukan aktivitas ibadah sesuai agama yang dianutnya.<br />b) Keyakinan Tentang Kesehatan<br />Menjelaskan mengenai keyakinan atau kepercayaan keluarga tentang kesehatan,. Dapat dikaji melalui pandangan hidup keluarga terhadap keadaan sehat.<br />c) Nilai dan Norma<br />Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga. Meliputi sesuatu yang dianggap baik atau buruk oleh keluarga. Dapat juga dikaji kesesuaian antara nilai dan norma keluarga dengan nilai dan norma yang berlaku dimasyarakat, dalam hal ini apakah keluarga mempunyai nilai atau norma yang menganggap bahwa rheumatik ini adalah suatu hukuman dari roh nenek moyang.<br />d) Adat yang Mempengaruhi Kesehatan<br />Menjelaskan mengenai adaptasi atau tabu-tabu yang dianut keluarga dan pengaruhnya terhadap kesehatan.<br />8) Lingkungan Rumah<br />a) Kebersihan dan Kerapihan<br />Kebersihan rumah sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan.<br />b) Penerangan<br />Penerangan yang cukup terutama dari sinar matahari sangat mempengaruhi keaadaan kesehatan, oleh karena itu perlu dikaji keadaan penerangan di dalam rumah dan di seluruh bagian rumah lainnya.<br />c) Ventilasi<br />Ventilasi udara diperlukan untuk proses pertukaran gas yang ada di dalam rumah dengan udara bersih yang berasal dari luar. Keadaan rumah yang ventilasinya kurang menyebabkan keadaan ruangan tidak segar dan memungkinkan penderita rheumatik tidak bisa bernafas sehat.<br />d) Jamban<br />Perlu dikaji letaknya, kepemilikannya, jumlah, jenis dan kebersihannya<br />e) Sumber Air Minum<br />Menjelaskan mengenai sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk jenisnya (PAM, mata air, air sumur, pompa tanah dll) ketersediaan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga<br />f) Pemanfaatan Halaman<br />Menjelaskan mengenai bagaimana keluarga memanfaatkan halaman yang ada apakah digunakan sebagai apotik untuk merawat pasien rheumatik.<br /><br />g) Pembuangan Air Kotor<br />Menjelaskan mengenai cara pembuangan air kotor seperti dialirkan ke sungai, menggunakan septic tank, termasuk jarak pembuangan dari sumber air minum.<br />h) Pembuangan Sampah<br />Menjelaskan bagaimana cara keluarga mengelola sampah missal : dibakar, ditimbun, didaur ulang, dibuang ke sungai, diangkut dll<br />i) Sumber Pencemaran<br />Menjelaskan mengenai apakah terdapat sumber pencemaran didekat rumah. Terkait dengan jenis pencemaran (polusi), jenis zat pencemar (polutan), jarak dari rumah, tindakan yang telah dilakukan dalam menanggunlangi masalah tersebut.<br />9) Genogram<br />Genogram diisi untuk menggambarkan ada tidaknya penyakit yang diturunkan secara genetik dari generasi-generasi sebelum nya (minimal 3 generasi keatas), dengan ketentuan sebagai berikut :<br />: Laki-laki<br /><br />: Perempuan<br />: laki-laki/perempuan yang telah meninggal dunia<br />: Hubungan perkawinan<br />: Tinggal serumah<br />: penderita rheumatik<br /><br />10) Denah Rumah<br />Denah rumah dibuat untuk memperlihatkan keadaan rumah dan tata letak.<br />11) pengkajian keluarga mandiri.<br />Keluarga mandiri adalah suatu keluarga yang dapat melaksanakan tugas dari keluarga. Adapun keluarga mandiri terdiri dari 3 bagian, yaitu :<br />a) Keluarga mengetahui masalah kesehatan, dengan kriteria :<br />(1). Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan gejala dari masalah kesehatan yang ada.<br />(2). Keluarga dapat menyebutkan penyebab masalah kesehatan.<br />(3). Keluarga dapat menyebutkan faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan.<br />(4). Keluarga mempunyai persepsi yang positif terhadap masalah<br />b) Keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi masalah, dengan kriteria:<br />(5). Masalah kesehatan dirasakan keluarga.<br />(6). Keluarga dapat menyebutkan / mengungkapkan akibat dari masalah kesehatan.<br />(7). Keluarga dapat membuat keputusan yang tepat tentang penanganan masalah kesehatan tersebut.<br />c) Keluarga mampu merawat anggota keluarga dengan masalah kesehatan, dengan kriteria :<br />(8). Keluarga mampu menggali dan memanfaatkan sumber daya dan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan (sumber daya dapat berupa pembiayaan untuk kesehatan, alat P3K, Kartu Menuju Sehat (KMS), dan kartu kesehatan keluarga).<br />(9). Keluarga terampil mampu melaksanakan perawatan pada anggota keluarga (preventif, promotif dan kuratif).<br />(10). Keluarga mampu memodifikasi lingkungan yang mendukung kesehatan.<br />Pembagian kategori berdasarkan pengelompokan adalah :<br />Keluarga Mandiri I (KM I) : skornya 1-4<br />Keluarga Mandiri II (KM II) : skornya 5-7<br />Keluarga Mandiri III (KM III) : skornya 8-10<br /><br />b. Pengkajian Individu<br />1) Identitas<br />Meliputi : nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat<br />2) Riwayat Kesehatan<br />a) Masalah Kesehatan yang Pernah Dialami<br />Suatu pernyataan mengenai masalah kesehatan atau penyakit yang dialami oleh klien serta penanganan yang pernah dilakukan. Biasanya klien dengan rheumatik, gangguan motorik, gangguan sensoris dan gangguan kesadaran.<br />b) Masalah Kesehatan Keluarga (Keturunan)<br />Suatu pernyataan mengenai kesehatan atau penyakit dalam keluarga, biasanya didapatkan riwayat penyakit yaitu hipertensi, diabetes melitus, dan riwayat penyakit yang sama dengan klien yaitu rheumatik.<br />3) Kebiasaan Sehari-hari<br />a) Biologis<br />(1) Pola Makan<br />Biasanya terjadi perubahan dan masalah dalam memenuhi kebutuhan nutrisi karena kurangnya nafsu makan, kehilangan sensasi kecap, menelan, mual dan muntah karena nyeri.<br />(2) Pola Minum<br />Pola minum penderita rheumatik akan mengalami penurunan pada saat awal rheumatik tetapi kembali normal setelah melewati masa krisis haemoragi.<br />(3) Pola Tidur<br />Pada awal hemoragi akan timbul tingkah laku tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot, nyeri sendi, sehingga klien akan mengalami gangguan pola tidur.<br />(4) BAB / BAK<br />Adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia, anuria, begitupun dengan perubahan pola BAB klien, karena kurang aktifitas akibat nyeri sendi.<br />(5) Aktifitas Sehari-hari<br />Nyeri sendi dan penurunan kadar oksigen dalam darah menyebabkan suplai oksigen ke jaringan menurun yang mengakibatkan proses pembentukan ATP terhambat. Akibatnya energi yang dihasilkan sedikit, menyebabkan klien merasa lelah dan lemah<br />(6) Rekreasi<br />Rheumatik biasanya menyebabkan keletihan dan kelemahan, pasien akan jarang atau hampir tidak melakukan rekreasi keluar rumah.<br />b) Psikologis<br />(1) Keadaan Emosi<br />Keadaan emosi penderita rheumatik biasanya bervariasi tergantung koping tiap individunya, ada yang emosinya tampak labil karena tidak bisa menerima kenyataan yang menimpanya sehingga cenderung menarik diri dan mengisolasi diri, tapi ada pula yang memiliki keadaan emosi yang stabil, dimana ia akan menerima setiap keadaannya dengan ikhlas.<br />(2) Konsep diri, meliputi :<br />(a) Body Image<br />Apakah klien dengan penyakit rheumatik merasa menerima dengan keadaan fisiknya saat sekarang, dibandingkan pada saat dulu sebelum rheumatik. Adakah bagian tubuh yang tidak disukai.<br />(b) Harga diri<br />Perlu dikaji kemungkinan harga diri rendah.<br />(c) Ideal diri<br />Perlu dikaji apa keinginan klien saat ini. Apakah klien bisa meraih keinginan itu.<br />(d) Identitas diri<br />Apakah klien masih mengenal mengenai nama dirinya, umurnya dan keadaan dia saat ini.<br />(e) Peran diri<br />Pada klien rheumatik biasanya ditemukan kehilangan peran dirinya dalam keluarga dikarenakan keadaan fisiknya yang mengalami perubahan.<br />c) Sosial<br />(1) Hubungan Antar Keluarga<br />Hubungan antar keluarga dengan penderita rheumatik biasanya jarang terganggu, karena keluarga sudah memahami betul kondisi klien sehingga lebih bisa menerima klien apa adanya.<br />(2) Hubungan Dengan Orang Lain<br />Klien terisolasi dari masyarakat dikarenakan kondisi rheumatik yang menyebabkan kelemahan pada otot klien.<br />d) Spiritual / Kultural<br />(1) Pelaksanaan Ibadah<br />Perasaan putus asa karena proses penyakitnya yang berkepanjangan dan menurunnya semangat untuk hidup, adanya penurunan kebutuhan spiritual seperti ibadah karena tubuh yang lemah.<br />(2) Kayakinan Tentang Kesehatan<br />Keluarga yang anggota keluarga ya menderita biasanya termasuk kedalam keluarga yang berasal dari kalangan menengah kebawah, sehingga yakin bahwa sehat itu sangat mahal.<br /><br />4) Pemeriksaan Fisik yang dapat dikaji pada pasien rheumatik<br />a) Tanda-tanda vital<br />• Keadaan Umum :Tampak lemah<br />• Kesadaran :Adanya gangguan tingkat kesadaran<br />• Suhu :Berespon terhadap panas / dingin.<br />• Nadi :Frekuensi nadi yang tidak teratur<br />• Tensi :Pada rheumatik awal / belum lama ditemukan tekanan darah yang tinggi.<br />• Pernafasan :Frekuensi nafas teratur<br />• Berat badan :Karena rasa sakit otomatis intake nutrisi akan berkurang yang akhirnya akan mengalami penurunan berat badan.<br />• Tinggi badan :Relatif tetap.<br />b) Pemeriksaan Fisik dan Kebersihan perorangan.<br />• Kepala :Rambut kusam dan kering.<br />• Mata :Bentuk simetris, konjungtiva tidak pucat sklera tampak putih.<br />• Telinga :Bentuk telinga simetris, biasanya tidak ditemukan kehilangan kemampuan untuk mengenali rangsangan pendengaran.<br />• Hidung :Biasanya tidak ditemukan penurunan fungsi penciuman.<br />• Mulut :Tidak A simetris karena mengalami paralisis<br />• Leher :Biasanya simetris, tidak ada pembesaran KGB.<br />• Dada :Pergerakan simetris, suara nafas terdengar ronkhi, pernafasan tidak teratur bunyi jantung reguler.<br />• Abdomen :Bentuk abdomen datar saat berbaring, bising usus ada ( + ).<br />• Integumen :Turgor kulit jelek, kulit kering bersisik<br />• Ekstremitas :Biasanya merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas, mudah lelah, terdapat gangguan tonus otot, paralitik, kelemahan dan kelumpuhan<br />c. Data Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga<br />Untuk menentukan sejauhmana keluarga memahami dan menjalankan peran dan fungsinya dalam merawat anggota keluarga yang sakit, maka kita perlu mengkaji data fungsi perawatan keluarga, yang meliputi :<br />1) Identitas keluarga<br />Diisi dengan nama kepala keluarga<br />2) Tanggal dikajinya<br />Mencantumkan tanggal, bulan dan tahun pengkajian dilakukan.<br />3) Masalah kesehatan<br />Masalah kesehatan adalah data maladaptive yang didapat dari pengkajian. Data kesehatan dapat berupa diagnosa medis, misal : rheumatik, stress dll<br />4) Masalah keperawatan<br />Masalah keperawatan didapat dari hasil pengkajian. Masalah keperawatan dapat berupa masalah actual, resiko dan potensial.<br />5) Data fungsi perawatan keluarga<br />Adalah data subjektif dan objektif yang didapat melalui pengkajian terhadap fungsi perawatan keluarga dalam menghadapi suatu masalah keperawatan dari kemampuan keluarga dalam :<br />- Mengenal masalah<br />- Mengambil keputusan<br />- Merawat anggota keluarga, termasuk didalamnya kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan<br />6) Kesimpulan<br />Kesimpulan yang didapat dari pengkajian ini, yaitu apakah keluarga tidak mengetahui mengenai suatu masalah, tidak mau mengambil tindakan mengenai suatu masalah atau tidak mampu melaksanakan perawatan terhadap anggota keluarga dengan masalah keperawatan tertentu. Dimana kesimpulan mengenai fungsi perawatan keluarga ini akan menjadi etiologi pada diagnosa keperawatan keluarga.<br /><br />d. Analisa Data<br />"Analisa data adalah kemampuan untuk mengkaitkan data dan menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga dapat diketahui kesenjangan atau masalah apakah masalah itu masalah keperawatan atau masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat" (Nasrul Effendy, 1998: 97).<br />Didalam menganalisa data ada 3 norma yang perlu diperhatikan dalam melihat perkembangan, kesehatan keluarga yaitu :<br />1) Keadaan kesehatan yang normal dari setiap anggota keluarga<br />2) Keadaan rumah dan sanitasi lingkungan.<br />3) Karakter keluarga.<br /><br />e. Perumusan masalah<br />Perumusan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga yang diambil didasarkan kepada penganalisaan praktek lapangan yang didasarkan kepada analisa konsep, prinsip, teori dan standar yang didapat, dijadikan acuan dalam menganalisa sebelum, mengambil keputusan tentang masalah kesehatan dan keperawatan keluarga. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pada penderita rheumatik adalah :<br />1). Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas<br />2). Resiko hipertensi berulang<br />3). Gangguan Rasa Aman : Cemas<br />4). Resiko Injuri<br /><br />f. Menentukan Prioritas Masalah<br />Setelah menentukan masalah atau diagnosa keperawatan langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas masalah kesehatan keperawatan keluarga. Untuk menentukan masalah, perawat dapat menggunakan skala untuk menyusun masalah kesehatan keluarga sesuai dengan prioritas.<br />Dalam menyusun prioritas masalah kesehatan dan keperawatan keluarga harus didasarkan kepada beberapa kriteria, yaitu :<br />1) Sifat masalah, dikelompokan, menjadi ancaman, kesehatan, tidak kurang sehat dan sejahtera yang dapat diketahui.<br />2) Kemungkinan masalah dapat diubah, adalah kemungkinan berhasilnya mengurangi masalah atau mencegah masalah bila dilakukan tindakan keperawatan dan kesehatan.<br />3) Potensi masalah dapat dicegah adalah sifat dan beratnya masalah yang akan timbul yang dapat dikurangi atau dicegah melalui tindakan keperawatan dan kesehatan.<br />4) Masalah yang menonjol, adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah dalam hal beratnya dan mendesaknya masalah untuk diatasi melalui intervensi keperawatan dan kesehatan.<br />Berdasarkan kriteria diatas untuk menyusun masalah keperawatan keluarga dapat kita gunakan skala pengukuran, seperti yang terdapat dalam tabel dibawah ini.<br /><br />TABEL 2<br /><br />SKALA UNTUK MENYUSUN MASALAH KEPERAWATAN KELUARGA SESUAI DENGAN PRIORITAS<br /><br />No Kriteria Nilai Bobot<br />1 2 3 4<br />1 Sifat masalah<br />Skala :<br />Ancaman kesehatan<br />Tidak/kurang sehat<br />Sejahtera<br /><br />2<br />3<br />1<br /><br />1<br />2 Kemungkinan masalah dapat diubah skala :<br />Dengan mudah<br />Hanya sebagian<br />Tidak dapat<br /><br />2<br />1<br />0<br /><br />2<br />3 Potensi masalah untuk dicegah<br />Skala :<br />Tinggi<br />Cukup<br />Rendah<br /><br />3<br />2<br />1<br /><br />1<br />4 Menonjol masalah<br />Skala :<br />Masalah berat harus ditangani Ada masalah tapi tidak segera ditangani<br />Masalah tidak dirasakan<br /><br />2<br />1<br /><br />0<br /><br />1<br />Sumber : Perawatan Kesehatan Keluarga, DEPKES RI, Salvicion Bailon dan Maglaya, 1989 : 51<br />Skoring :<br />1) Tentukan skor untuk tiap kriteria<br />2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot<br />Skor<br />X Bobot<br />Angka tertinggi<br />3) Jumlahkan skor untuk semua kriteria. Skor tertinggi adalah 5 sama dengan seluruh bobot.<br />2. Perencanaan<br />Tahap setelah kita melakukan pengkajian adalah perencanaan pelayanan keperawatan sebagai pedoman untuk memberikan pelayanan perawatan pada seseorang berdasarkan diagnosa perawatan yang muncul.<br />“Rencana perawatan kesehatan keluarga adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan oleh perawat untuk dilaksanakan untuk memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah diidentifikasi” (Bailon, dan Maglaya, 1989 : 72).<br />Ciri-ciri perawatan keluarga :<br />1. Berpusat pada tindakan-tindakan yang dapat memecahkan atau meringankan masalah yang sedang dihadapi.<br />2. Merupakan hasil dan suatu proses yang sistematis dan telah dipelajari dengan pemikiran logis.<br />3. Rencana keperawatan keluarga berhubungan dengan masalah yang akan datang.<br />4. Berkaitan dengan masalah kesehatan dan masalah keperawatan yang diidentifikasi.<br />5. Rencana keperawatan merupakan cara untuk mencapai tujuan.<br />6. Merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus menerus.<br />Kualitas rencana keperawatan sangat tergantung kepada :<br />1. Penentuan masalah kesehatan dan keperawatan yang jelas dan didasarkan kepada analisa yang menyeluruh tentang masalah situasi keluarga.<br />2. Rencana yang realistis, artinya dapat dilaksanakan dan dapat menghasilkan apa yang diharapkan.<br />3. Sesuai dengan tujuan dan falsafah keperawatan.<br />4. Rencana keperawatan dibuat bersama keluarga dalam menentukan masalah dan kebutuhan keperawatan keluarga.<br />a) Menentukan prioritas masalah.<br />b) Masalah tindakan yang tepat.<br />c) Pelaksanaan tindakan.<br />d) Penilaian hasil tindakan.<br />5. Rencana keperawatan dibuat secara tertulis<br />BAGAN 1<br />LANGKAH LANGKAH DALAM MENGEMBANGKAN<br />RENCANA KEPERAWATAN<br /><br />Sumber : Perawatan Kesehatan Keluarga, Bailon dan Maglaya, 1989 : 76<br />Keterangan : Proses dalam mengembangkan rencana perawatan keluarga, menyangkut penggunaan metode Problem Solving atau pemecahan masalah yang terdiri dari beberapa bagian penentuan masalah, sasaran, tujuan perawatan, rencana tindakan dan rencana evaluasi.<br />Rencana perawatan yang dapat diberikan untuk mengatasi masalah rheumatik adalah sebagai berikut :<br />1. Gangguan Mobilisasi<br />a. Gangguan Mobilisasi b . d ketidaktahuan keluarga mengenal tentang masalah gangguan mobilisasi pada pasien rheumatik.<br />1) Tujuan Umum<br />Keluarga mampu memahami masalah tentang gangguan mobilisasi.<br />2) Tujuan Khusus<br />- Keluarga dapat menjelaskan pengertian gangguan mobilisasi.<br />- Keluarga dapat menyebutkan tanda dan gejala dari gangguan mobilisasi.<br />- Keluarga dapat menyebutkan faktor yang menyebabkan gangguan mobilisasi<br />3) Kriteria evaluasi<br />- Secara verbal keluarga dapat menyebutkan kembali pengertian gangguan mobilisasi.<br />- Secara verbal keluarga dapat menyebutkan tanda dan gejala dari gangguan mobilisasi.<br />- Secara verbal keluarga dapat menyebutkan faktor yang menyebabkan gangguan mobilisasi.<br />4) Intervensi<br />- Berikan penyuluhan tentang pengertian, tanda dan gejala serta faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan mobilisasi.<br />- Kaji ulang pengetahuan keluarga setelah diberikan penyuluhan.<br />- Beri reinforcement bila jawaban benar.<br />b. Gangguan mobilisasi b. d ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi masalah gangguan mobilisasi pada pasien rheumatik.<br />1) Tujuan umum<br />Keluarga mau mengambil keputusan dan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah gangguan mobilisasi.<br />2) Tujuan Khusus<br />- Keluarga dapat menyebutkan kembali akibat yang ditimbulkan dari masalah gangguan mobilisasi.<br />- Keluarga dapat menyebutkan alternatif-alternatif untuk mengatasi masalah gangguan mobilisasi.<br />- Keluarga dapat mengambil keputusan / tindakan yang tepat pada anggota keluarga dengan masalah gangguan mobilisasi.<br /><br />3) Kriteria evaluasi<br />- Secara verbal keluarga dapat menyebutkan akibat dari gangguan mobilisasi.<br />- Secara verbal keluarga dapat menyebutkan alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah gangguan mobilisasi.<br />- Secara afektif keluarga memutuskan tindakan yang diambil untuk mengatasi gangguan mobilisasi.<br />4) Intervensi<br />- Beri penyuluhan kepada keluarga tentang akibat gangguan mobilisasi.<br />- Kaji ulang pengetahuan keluarga setelah diberikan penyuluhan.<br />- Beri reinforcement bila jawaban benar.<br />- Diskusikan akibat gangguan mobilisasi.<br />- Jelaskan pada keluarga altematif yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan mobilisasi.<br />- Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengambil keputusan.<br />c. Gangguan mobilisasi b . d ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dengan gangguan mobilisasi.<br />1) Tujuan umum<br />Keluarga merawat anggota keluarga dengan gangguan mobilisasi.<br /><br />2) Tujuan khusus<br />- Keluarga dapat menjelaskan cara mengatasi gangguan mobilisasi.<br />- Keluarga dapat menjelaskan cara merawat anggota keluarga yang sakit dengan gangguan mobilisasi.<br />- Keluarga dapat mendemonstrasikan tentang cara – cara mobilisasi dengan tepat.<br />3) Kriteria evaluasi<br />- Keluarga dapat memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang menderita gangguan mobilisasi.<br />- Keluarga dapat mendemonstrasikan tentang cara mobilisasi.<br />4) Intervensi<br />- Jelaskan pada keluarga tentang cara-cara melakukan perawatan pada klien dengan gangguan mobilisasi.<br />- Demonstrasikan pada keluarga tentang cara mobilisasi.<br /><br />2. Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas<br />a. Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas b . d ketidaktahuan keluarga mengenal tentang masalah Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas pada pasien rheumatik.<br />1) Tujuan Umum<br />Keluarga mampu memahami masalah tentang Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />2) Tujuan Khusus<br />- Keluarga dapat menjelaskan pengertian Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Keluarga dapat menyebutkan tanda dan gejala dari gangguan terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas.<br />- Keluarga dapat menyebutkan faktor yang menyebabkan Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas<br />3) Kriteria evaluasi<br />- Secara verbal keluarga dapat menyebutkan kembali pengertian Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Secara verbal keluarga dapat menyebutkan tanda dan gejala dari Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Secara verbal keluarga dapat menyebutkan faktor yang menyebabkan Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br /><br />4) Intervensi<br />- Berikan penyuluhan tentang pengertian, tanda dan gejala serta faktor yang menyebabkan terjadinya Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Kaji ulang pengetahuan keluarga setelah diberikan penyuluhan.<br />- Beri reinforcement bila jawaban benar.<br />b. Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas b. d ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi masalah gangguan Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas pada pasien rheumatik.<br />1) Tujuan umum<br />Keluarga mau mengambil keputusan dan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />2) Tujuan Khusus<br />- Keluarga dapat menyebutkan kembali akibat yang ditimbulkan dari masalah gangguan Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Keluarga dapat menyebutkan alternatif-alternatif untuk mengatasi masalah Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Keluarga dapat mengambil keputusan / tindakan yang tepat pada anggota keluarga dengan masalah Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />3) Kriteria evaluasi<br />- Secara verbal keluarga dapat menyebutkan akibat dari Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Secara verbal keluarga dapat menyebutkan alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Secara afektif keluarga memutuskan tindakan yang diambil untuk mengatasi Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />4) Intervensi<br />- Beri penyuluhan kepada keluarga tentang akibat Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Kaji ulang pengetahuan keluarga setelah diberikan penyuluhan.<br />- Beri reinforcement bila jawaban benar.<br />- Diskusikan akibat Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Jelaskan pada keluarga altematif yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengambil keputusan.<br />c. Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas b . d ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dengan Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />1) Tujuan umum<br />Keluarga merawat anggota keluarga dengan Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />2) Tujuan khusus<br />- Keluarga dapat menjelaskan cara mengatasi Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Keluarga dapat menjelaskan cara merawat anggota keluarga yang sakit dengan gangguan Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Keluarga dapat mendemonstrasikan tentang cara – cara mobilisasi dengan tepat.<br />3) Kriteria evaluasi<br />- Keluarga dapat memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang menderita Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Keluarga dapat mendemonstrasikan tentang cara mobilisasi.<br />4) Intervensi<br />- Jelaskan pada keluarga tentang cara-cara melakukan perawatan pada klien dengan Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas .<br />- Demonstrasikan pada keluarga tentang cara mobilisasi.<br /><br />3. Resiko hipertensi berulang<br />a. Resiko hipertensi berulang b.d dengan ketidaktahuan keluarga mengenal masalah resiko hipertensi berulang.<br />1) Tujuan umum<br />Keluarga mampu memahami mengenai resiko hipertensi berulang<br />2) Tujuan khusus<br />- Keluarga dapat menjelaskan mengenai resiko hipertensi berulang.<br />- Keluarga mau melakukan cara – cara perawatan bagi klien rheumatik.<br />3) Kriteria Evaluasi<br />- Keluarga dapat menjelaskan kembali mengenai resiko hipertensi berulang.<br />- Keluarga mau melakukan cara – cara resiko hipertensi berulang.<br />4) Intervensi<br />- Kaji kembali tingkat pengetahuan keluarga mengenai resiko hipertensi berulang.<br />- Jelaskan pada keluarga mengenai resiko hipertensi berulang.<br />b. Resiko hipertensi berulang b.d ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah resiko hipertensi berulang.<br />1) Tujuan umum<br />Keluarga mampu mengambil keputusan untuk mengatasi masalah resiko hipertensi berulang.<br />2) Tujuan khusus<br />- Keluarga dapat mengetahui pentingnya resiko hipertensi berulang.<br />- Keluarga dapat menggunakan fasilitas yang ada di dalam rumah untuk mengatasi masalah resiko hipertensi berulang.<br />- Keluarga dapat mengambil keputusan untuk mengatasi masalah resiko hipertensi berulang.<br />3) Kriteria evaluasi<br />- Keluarga dapat menjelaskan mengenai resiko hipertensi berulang.<br />- Keluarga mau menggunakan fasilitas yang ada dirumah untuk mengatasi masalah resiko hipertensi berulang.<br />- Keluarga mampu mengambil keputusan untuk mengatasi masalah resiko hipertensi berulang.<br />4) Intervensi<br />- Jelaskan pada keluarga mengenai resiko hipertensi berulang.<br />- Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan dalam mengatasi masalah resiko hipertensi berulang.<br />c. Resiko hipertensi berulang b.d ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.<br />1) Tujuan umum<br />Keluarga mampu melakukan perawatan pada klien dengan masalah resiko hipertensi berulang.<br />2) Tujuan khusus<br />- Keluarga dapat mengetahui resiko hipertensi berulang.<br />- Keluarga dapat menjelaskan cara mengatasi masalah resiko hipertensi berulang.<br />- Keluarga dapat melakukan perawatan secara psikomotor.<br />3) Kriteria evaluasi<br />- Keluarga dapat menjelaskan kembali mengenai resiko hipertensi berulang.<br />- Keluarga mampu melakukan perawatan untuk mengatasi masalah resiko hipertensi berulang.<br />4) Intervensi<br />- Jelaskan pada keluarga mengenai resiko hipertensi berulang.<br />- Bantu keluarga untuk memenuhi perawatan klien dengan masalah resiko hipertensi berulang.<br /><br />4. Ganggunan rasa aman : cemas<br />a. Ganggunan rasa aman : cemas b.d ketidaktahuan keluarga mengenal masalah ganggunan rasa aman : cemas.<br />1) Tujuan umum<br />Keluarga mampu memahami mengenai ganggunan rasa aman : cemas.<br />2) Tujuan khusus<br />- Keluarga dapat menjelaskan mengenai pengertian ganggunan rasa aman : cemas.<br />- Keluarga dapat menjelaskan sebab dari ganggunan rasa aman : cemas.<br />3) Kriteria Evaluasi<br />- Keluarga dapat menjelaskan kembali mengenai pengertian ganggunan rasa aman : cemas.<br />- Keluarga dapat menjelaskan kembali mengenai sebab – sebab ganggunan rasa aman : cemas.<br />4) Intervensi<br />- Kaji kembali tingkat pengetahuan keluarga mengenai pengertian dan sebab dari ganggunan rasa aman : cemas.<br />- Jelaskan mengenai pengertian dan sebab ganggunan rasa aman : cemas.<br /><br />b. Ganggunan rasa aman : cemas b.d ketidakmauan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi masalah ganggunan rasa aman : cemas.<br />1) Tujuan umum<br />Keluarga mau mengambil keputusan dan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah ganggunan rasa aman : cemas.<br />2) Tujuan Khusus<br />- Keluarga dapat menyebutkan kembali akibat yang ditimbulkan dari ganggunan rasa aman : cemas.<br />- Keluarga dapat menyebutkan alternatif-alternatif untuk mengatasi ganggunan rasa aman : cemas.<br />- Keluarga dapat mengambil keputusan / tindakan yang tepat pada anggota keluarga dengan ganggunan rasa aman : cemas<br />3) Kriteria evaluasi<br />- Secara verbal keluarga dapat menyebutkan akibat dari ganggunan rasa aman : cemas.<br />- Secara verbal keluarga dapat menyebutkan alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah ganggunan rasa aman : cemas.<br />- Secara afektif keluarga memutuskan tindakan yang diambil untuk mengatasi ganggunan rasa aman : cemas.<br /><br />4) Intervensi<br />- Beri penyuluhan kepada keluarga tentang akibat ganggunan rasa aman : cemas.<br />- Kaji ulang pengetahuan keluarga setelah diberikan penyuluhan.<br />- Beri reinforcement bila jawaban benar.<br />- Jelaskan pada keluarga altematif yang dapat dilakukan untuk mengatasi ganggunan rasa aman : cemas.<br />- Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengambil keputusan.<br />c. Ganggunan rasa aman : cemas b.d ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan ganggunan rasa aman : cemas.<br />1) Tujuan umum<br />Keluarga mampu melakukan perawatan pada klien dengan masalah ganggunan rasa aman : cemas.<br />2) Tujuan khusus<br />- Keluarga dapat mengetahui ganggunan rasa aman : cemas.<br />- Keluarga dapat menjelaskan cara mengatasi masalah ganggunan rasa aman : cemas.<br />3) Kriteria evaluasi<br />- Keluarga dapat menjelaskan kembali mengenai pentingnya mengetahui ganggunan rasa aman : cemas pada klien.<br />- Keluarga mampu melakukan perawatan untuk mengatasi masalah ganggunan rasa aman : cemas.<br />4) Intervensi<br />- Jelaskan pada keluarga mengenai ganggunan rasa aman : cemas.<br />- Bantu keluarga untuk memenuhi perawatan klien dengan masalah ganggunan rasa aman : cemas.<br /><br />5. Resiko injuri<br />a. Resiko injuri b.d ketidaktahuan keluarga mengenal masalah resiko injuri.<br />5) Tujuan umum<br />Keluarga mampu memahami mengenai resiko injuri.<br />6) Tujuan khusus<br />- Keluarga dapat menjelaskan mengenai pengertian resiko injuri.<br />- Keluarga dapat menjelaskan sebab dari resiko injuri.<br />7) Kriteria Evaluasi<br />- Keluarga dapat menjelaskan kembali mengenai pengertian resiko injuri.<br />- Keluarga dapat menjelaskan kembali mengenai sebab – sebab resiko injuri.<br /><br />8) Intervensi<br />- Kaji kembali tingkat pengetahuan keluarga mengenai pengertian dan sebab dari resiko injuri.<br />- Jelaskan mengenai pengertian dan sebab resiko injuri.<br />b. Resiko injuri b.d ketidakmauan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi masalah resiko injuri.<br />1) Tujuan umum<br />Keluarga mau mengambil keputusan dan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah resiko injuri.<br />2) Tujuan Khusus<br />- Keluarga dapat menyebutkan kembali akibat yang ditimbulkan dari resiko injuri.<br />- Keluarga dapat menyebutkan alternatif-alternatif untuk mengatasi resiko injuri.<br />- Keluarga dapat mengambil keputusan / tindakan yang tepat pada anggota keluarga dengan resiko injuri<br />3) Kriteria evaluasi<br />- Secara verbal keluarga dapat menyebutkan akibat dari resiko injuri.<br />- Secara verbal keluarga dapat menyebutkan alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah resiko injuri.<br />- Secara afektif keluarga memutuskan tindakan yang diambil untuk mengatasi resiko injuri .<br />4) Intervensi<br />- Beri penyuluhan kepada keluarga tentang akibat resiko injuri.<br />- Kaji ulang pengetahuan keluarga setelah diberikan penyuluhan.<br />- Beri reinforcement bila jawaban benar.<br />- Jelaskan pada keluarga altematif yang dapat dilakukan untuk mengatasi resiko injuri.<br />- Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengambil keputusan.<br />c. Resiko injuri b.d ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan resiko injuri.<br />1) Tujuan umum<br />Keluarga mampu melakukan perawatan pada klien dengan masalah resiko injuri.<br />2) Tujuan khusus<br />- Keluarga dapat mengetahui resiko injuri.<br />- Keluarga dapat menjelaskan cara mengatasi masalah resiko injuri.<br />3) Kriteria evaluasi<br />- Keluarga dapat menjelaskan kembali mengenai pentingnya mengetahui resiko injuri pada klien.<br />- Keluarga mampu melakukan perawatan untuk mengatasi masalah resiko injuri.<br />4) Intervensi<br />- Jelaskan pada keluarga mengenai resiko injuri.<br />- Bantu keluarga untuk memenuhi perawatan klien dengan masalah resiko injuri.<br /><br />6. Pelaksanaan<br />Pelaksanaan merupakan salah satu proses keperawatan keluarga berdasarkan rencana keperawatan yang telah disusun, pada tahap ini perawat berperan dalam melaksanakan perawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah ditetapkan dengan mengikut sertakan peran serta keluarga.<br />Kegagalan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan dan kesehatan dalam memecahkan keluarga disebabkan :<br />a. Kurang pengetahuan dalam bidang kesehatan.<br />b. Informasi yang diperoleh keluarga tidak menyeluruh.<br />c. Tidak mau menghadapi sesuatu.<br />d. Mempertahankan suatu pola tingkah laku karena kebiasaan :<br />1) Adat istiadat yang berlaku.<br />2) Kegagalan dalam mengkaitkan tindakan dengan sasaran.<br />3) Kurang percaya terhadap tindakan yang diusulkan.<br /><br />e. Faktor lain yang bersumber dani perawat adalah :<br />1) Menggunakan pola pendekatan yang tetap (kaku, kurang luwes).<br />2) Kurang memberikan penghargaan dan perhatian terhadap faktor-faktor sosial budaya.<br />3) Perawat kurang ahli dalam mengambil tindakan.<br />Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan keperawatan terhadap keluarga :<br />a) Sumber daya keluarga.<br />b) Tingkat pendidikan keluarga.<br />c) Adat istiadat yang berlaku.<br />d) Respon dan penerimaan keluarga.<br />e) Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga.<br /><br />7. Evaluasi<br />Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang berguna untuk menilai perkembangan klien setelah dilakukan asuhan keperawatan.<br />Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional :<br />S : merupakan hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga dan klien secara subjektif setelah dilakukan intervensi keperawatan<br />O : merupakan hal-hal yang ditemui secra objektif setelah dilakukan intervensi keperawatan.<br />A : analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu kepada tujuan yang terkait dengan diagnosa keperawatan.<br />P : merupakan perancanaan yang akan datang berdasarkan respon dari keluarga pada tahap evaluasi.<br />Hal-hal yang menyebabkan kegagalan dalam tahap evaluasi adalah :<br />a. Tujuan tidak realistis.<br />b. Tindakan keperawatan yang tidak tepat.<br />c. Faktor lingkungan yang tidak dapat diatasi<br />Evaluasi dapat menentukan apakah tujuan tercapai atau tidak, sehingga evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan.<br />BAB III<br />TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN<br /><br />TINJAUAN KASUS<br />Pengkajian<br />Pengkajian Keluarga<br />Data Umum<br />Nama Puskesmas : Ujungberung<br />Tanggal Pengkajian : 10 Juli 2009<br />Jarak untuk mencapai Puskesmas : 2 km<br />Nama Kepala Keluarga : Ny. J.<br />Umur : 64 tahun<br />Agama : Islam<br />Pendidikan : SMP<br />Pekerjaan : IRT<br />Suku / bangsa : Sunda / Indonesia<br />Alamat : Cigending RT 03 / 09 Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung Kota Bandung.<br /><br />Daftar Anggota Keluarga<br />N<br />O Nama Anggota keluarga Hubungan Keluarga L/P Umur (thn) Pendidikan Pekerjaan Agama Keadaan Kesehatan KB Immunisasi Keterangan<br />1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12<br />1 Ny. J KK P 64 SMP IRT Islam Sakit rheumatik Tidak -<br />2 An. I. Cucu P 22 SMA Swasta Islam Sehat Tidak -<br />3 An. S. Cucu P 17 SMK - Islam Sehat Tidak -<br /><br />Data Khusus Keluarga<br />Type Keluarga<br />Keluarga Ny. J. termasuk kedalam type Singel Parent Family, dimana dalam rumah terdapat istri ( Kepala Keluarga )dan cucu, .<br />Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini<br />Tahap perkembangan keluarga saat ini berada pada tahap usia lanjut dengan salah satu tugasnya menyesuaikan jika akan menghadapi kehilangan pasangan / kematian.<br />Tugas Perkembangan Keluarga Yang Belum Terpenuhi<br />Tidak ada tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi.<br /><br />Keadaan Biologis Keluarga<br />Keadaan Kesehatan<br />Dalam keluarga Ny. J. yang mengalami masalah kesehatan yaitu Ny. J. mengalami rheumatik . sedangkan anggota keluarga yang lain dalam keadaan sehat.<br />Kebersihan Keluarga<br />Kebiasaan dalam membersihkan diri anggota keluarga Ny. J. seperti mandi sebanyak 2 kali sehari dengan menggunakan sabun mandi, menggosok gigi setiap kali mandi, kebiasaan mencuci rambut seminggu hanya 2 kali dengan menggunakan shampo. Kebersihan badan dan pakaian anggota keluarga cukup. Keadaan rumah tampak bersih.<br />Penyakit Yang Sering Diderita<br />Penyakit yang sering diderita oleh anggota keluarga adalah demam, batuk dan pilek biasa.<br />Penyakit Kronis / Menular<br />Tidak pernah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit kronis.<br />Kecacatan Anggota Keluarga<br />Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kecacatan.<br />Pola Makan<br />- Jenis makanan : Nasi, sayur, tahu / tempe<br />- Frekuensi : 3 kali sehari<br />- Keseimbangan gizi : Menu sudah seimbang<br />- Keluarga memberikan makanan khusus kepada Ny. J., yaitu makanan yang disajikan dengan kadar garam yang rendah.<br />Pola Istirahat<br />Tidur siang<br />Anggota keluarga yang sering tidur siang adalah Ny. J., dimana mereka tidur + 1-2 jam sehari, sedangkan anggota keluarga yang lain tidak pernah tidur siang.<br />Tidur malam<br />Seluruh anggota keluarga biasa tidur malam pukul 21.00 WIB dan bangun pukul 05.00 WIB (lamanya + 8 jam), tidak ada yang mengalami gangguan tidur.<br />Reproduksi / Akseptor KB<br />Dalam keluarga Ny. J. tidak ada yang menggunakan alat kontrasepsi.<br /><br />Psikologis Keluarga<br />Keadaan Emosi / Mental<br />Keadaan emosi seluruh angggota keluarga tampak stabil, menurut keluarga jarang sekali terjadi pertengkaran di dalam rumah.<br />Koping Keluarga<br />Menurut keluarga bila timbul suatu masalah, biasanya dibicarakan bersama dan dicari jalan keluarnya.<br />Kebiasaan Buruk<br />Dalam keluarga, tidak ada yang mempunyai kebiasaan buruk yang berpengaruh terhadap kesehatan.<br /><br />Rekreasi<br />Seluruh anggota keluarga jarang melakukan rekreasi khusus bersama, paling juga rekreasi di rumah seperti nonton TV dan mendengarkan radio.<br />Pola Komunikasi Keluarga<br />Dalam keluarga, komunikasi antar anggota keluarga cukup baik, dimana anggota keluarga berkomunikasi dalam bahasa Sunda dan terkadang menggunakan bahasa Indonesia.<br />Pengambil Keputusan<br />Dalam hal pengambilan keputusan, biasanya selalu dimusyawarahkan bersama dan yang paling sering mengambil keputusan terakhir adalah Ny. J. sebagai kepala keluarga.<br />Peran Informal<br />Menurut keluarga setiap anggota keluarga memiliki perannya masing-masing, seperti Ny. J harus penurut dan Ny. J. sebagai educator dan motivator dengan tujuan agar keluarganya tetap harmonis.<br /><br />Sosial Ekonomi Keluarga<br />Hubungan Dengan Orang lain<br />Hubungan dengan orang lain cukup baik terbukti dengan klien mau berkomunikasi dan berinteraksi dengan tetangganya.<br /><br />Kegiatan Organisasi Sosial<br />Ny. J. aktif di beberapa kegiatan sosial seperti : pengajian, PKK, sampai ke kecamatan.<br />Keadaan Ekonomi<br />Ny. J. hidup dengan biaya berasal dari pensiunan dan usaha masing masing kepala keluarga.<br />Pemasukan : Rp. 1.000.000<br />pengeluaran :<br />Biaya makan Rp. 400.000<br />Sekolah Cucunya Rp. 400.000<br />Biaya listrik Rp. 100.000 +<br />Rp. 900.000<br />Saldo Rp.100.000<br />Spiritual Kultural Keluarga<br />Keadaan Beribadah<br />Seluruh anggota keluarga Ny. J. beragama Islam dan kebiasaan menjalankan ibadah shalat 5 waktu setiap harinya oleh seluruh anggota keluarga.<br />Keyakinan Tentang Kesehatan<br />Menurut keluarga, sehat itu penting, Ny. J. berharap agar penyakitnya cepat sembuh dan bisa seperti orang lain lagi yang sehat.<br /><br />Nilai dan Norma<br />Nilai dan norma keluarga sama dengan nilai dan norma yang ada di masyarakat, tidak ada yang bertentangan.<br />Adat yang Mempengaruhi Kesehatan<br />Dalam keluarga tidak ada adat yang bertentangan dengan kesehatan.<br /><br />Lingkungan Rumah<br />Kebersihan dan Kerapihan<br />Rumah klien cukup bersih dan tidak memberikan kesan acak-acakan, keluarga selalu menyapu dan mengepel lantai rumah tiap hari.<br />Penerangan<br />Penerangan dirumah keluarga Ny. J. dengan menggunakan lampu neon sehingga memberikan kesan terang tidak redup, kebutuhan listrik untuk penerangan 900 watt.<br />Ventilasi<br />Ventilasi dirumah keluarga Ny. J. kurang baik tidak terdapat jendela udara.<br />Jamban<br />Jamban pribadi tidak cukup terjaga kebersihannya, bak air dibersihkan tiap 2 minggu sekali.<br /><br />Sumber Air Minum<br />Sumber Air minum berasal dari PAM.<br />Pemanfaatan Halaman<br />Keluarga tidak mempunyai halaman<br />Pembuangan Air Kotor<br />Air bekas mandi, BAB dan BAK dibuang ke sungai dengan pipa tertutup.<br />Pembuangan Sampah<br />Sampah biasanya di buang ke TPS.<br />Sumber Pencemaran<br />Tidak ada pabrik yang menyebabkan pencemaran dilingkungan keluarga Ny. J..<br />Genogram<br /><br />Keterangan :<br />: Laki-laki : Klien<br />: Perempuan : Tinggal serumah<br />: Menikah : Meninggal<br />9)Denah Rumah<br /><br />Keterangan :<br />: Kamar<br />: Ruang Tamu<br />: Ruang Keluarga<br />: Kamar Mandi/WC<br />: Dapur<br /><br />Pengkajian Individu<br />Ny. J.<br />Identitas<br />Nama : Ny. J.<br />Umur : 64 tahun<br />Agama : Islam<br />Pendidikan : SMP<br />Pekerjaan : IRT<br />Suku/Bangsa : Sunda / Indonesia<br />Alamat : RT 03/ 09 Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung Kota Bandung<br /><br />Alasan ke Puskesmas / Dikunjungi<br />Klien mengatakan lebih murah dan lebih terjangkau.<br />Riwayat Kesehatan<br />Masalah Kesehatan yang Pernah Dialami<br />Ny J mengatakan 2 tahun yang lalu pernah sakit pankreatitis sehingga harus dirawat di rumah sakit Ujungberung.<br />Masalah Kesehatan Sekarang<br />Ny J megakatakan sudah 3 tahun lutut kaki kirinya kadang-kadang sakit tapi tidak disertai merah dan bengkak, akhir-akhir ini sakit terasa pada kedua lututnya. Ny J mengatakan kedua lututnya terasa sakit apabila telah melakuakan perjalanan jauh (kecapaian) atau setelah makan kacang-kacanagan dan jeroan. Sakitnya akan berkuranga atau hilang apabila diistirahatkan atau diberi parem kocok. Ny J mengatakan bahwa baru 2 bulan ini tekanan darahnya kadang-kadang tinggi pernah mencapai 180/100 mmHg.<br />Pada saat dikaji Ny J tidak dalam keadaan sakit lutut dan tekanan darahnya normal 130/90 mmHg.<br />Masalah Kesehatan Keluarga (turunan)<br />Menurut Ny J dikeluarganya tidak mempunyai penyakit keturunan seperti arhitmia, jantung atau kencing manis.<br />Kebiasaan Sehari-hari<br />Biologis<br />No Kebisaan Data<br />1 Pola Nutrisi<br />Makan<br />Frekwensi<br />Jenis<br />Jumlah<br />Minum<br />Frekwensi<br />Jenis<br />Jumlah<br /><br />3x/hari<br />Nasi, lauk, tempe,/tahu, sayuran, buah<br />1 posi<br /><br />8-10 gelas/hari<br />Air putih, air teh<br />+ 2000 s/d 2500 cc<br /><br />No Kebisaan Data<br />2 Pola Eliminasi<br />BAB<br />Frekwensi<br />Konsistensi<br />Bau<br />Pola<br />BAK<br />Frekwensi<br />Jumlah<br />Warna<br />Bau<br /><br />1x/hari<br />Lembek<br />Khas feces<br />Malam<br /><br />5x/hari<br />1x/200 ml<br />Kuning jernih<br />Khas urine<br />3 Personal Hygiene<br />Mandi<br />Keramas<br />Gosok gigi<br />2x/hari<br />3x/minggu<br />2x/hari<br />4 Istirahat tidur<br />Pola<br />Lamanya<br />Kualitas Tidur<br />Siang : 1 jam malam : 6 jam<br />7 jam<br />Nyenyak.<br /><br />b. Psikologis<br />Keadaan emosi Ny J kelihatan stabil, terbukti Ny J kooperatif saat diajak komunikasi oleh perawat.<br />Sosial<br />Hubungan Antar Keluarga<br />Hubungan Ny J dengan cucunya baik, jarang ada pertengkaran atau permusuhan.<br />Hubungan Dengan Orang Lain<br />Hubungan Ny J dengan orang lain baik terlihat seringnya Ny J bersosialisasi dengan orang lain dan aktif di kegiatan sosial.<br />Spiritual / Kultural<br />Pelaksanaan Ibadah<br />Ny J mengatakan selalu melakukan shalat 5 waktu kadang-kadang shalat malam. Ny J juga aktif dalam kegiatan pengajian dilingkungan rumahnya.<br />Kayakinan Tentang Kesehatan<br />Ny J mengatakan bahwa kesehatan itu penting dan penyakit merupakan cobaan dari Alloh SWT.<br />Pemeriksaan Fisik<br />Tanda-tanda Vital<br />Tekanan darah : 130/90 mmHg<br />Nadi : 80 x/menit<br />Respirasi : 18 x/menit<br />Suhu : 36 0C<br />BB : 64 Kg<br />TB : 155 cm<br />b. Keadaan Umum<br />1. Kesadaran : Compos mentis<br />c. Pemeriksaan Fisik<br />1. Sistem Cardiovaskuler<br />Bunyi jantung reguler, bunyi S1 dan S2 terdengar jelas (lub dub). Tidak ada suara jantung patologis (mur-mur) CRT kembali dalam 2 detik. TD 130/90 mmHg.<br />2. Sistem Pencernaan<br />Abdomen tampak datar dan lembut, tidak tampak bekas trauma pada palpasi tidak ada nyeri tekan. Tidak teraba benjolan/massa. Hepar dan lien tidak teraba pembesaran, mual tidak ada nafsu makan baik. BAB lancar.<br />Sistem Integumen<br />Kulit agak keriput, elastisitas kulit menurun, warna kulit sawo matang, tidak tampak adanya peradangan.<br />Sistem Perkemihan<br />Pada saat palpasi kandung kencing kosong, ginjal tidak teraba nyeri tekan pada ginjal tidak ada, frekwensi BAK 5x/hari. Urine berwarna kuning jernih.<br />Sistem Pernapasan<br />Bentuk hidung simetris, tidak ada sekret dan lesi tidak ada pernapasan cuping hidung, (PCH) tidak ada retraksi intercostae. Bentuk dan pergerakan dada simetris, frekwensi pernapasan 18x/menit. Suara napas terdengar vesikuler disemua area paru. Tidak ada wheezing, tidak ada ronchi.<br />Sistem Endokrin<br />Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid. Tidak ada keluhan cepat lapar.<br />Sistem Muskuloskletal<br />Pergerakan pada kedua tangan dan kaki dapat digerakan kesegala arah, kekuatan otot pada ektermitas atas dan bawah baik. 5 5<br />5 5<br />Sistem Persyarafan<br />Sistem persyarafan tidak ada keluhan. 12 syarat cranial berfungsi dengan normal.<br /><br />Pengkajian Pemeriksaan fisik<br /><br />No Aspek yang Dinilai Ny. J. Nn I Nn. S<br />1 2 3 4<br />1 Penampilan Bersih Bersih Bersih<br />2 Kesadaran Compos mentis Compos mentis Compos mentis<br />3 Tanda-tanda Vital<br />Tekanan darah<br /><br />Nadi<br /><br />Respirasi<br /><br />Suhu<br />Berat badan<br />Tinggi Badan<br />130 / 90 Mmhg<br /><br />80 x /mnt<br /><br />18 x /mnt<br /><br />36 ?C<br />64 kg<br />154 cm<br />120 /80 Mmhg<br /><br />80 x /mnt<br /><br />16 x /mnt<br /><br />36? C<br />70 kg<br />160<br />110/70 mmHg<br /><br />88 x/menit<br /><br />16 x/menit<br /><br />36? C<br />50 kg<br />50 cm<br />4 Kepala<br />Bentuk<br />Rambut<br />Kulit kepala<br />Simetris<br />Warna hitam, banyak uban, tidak mudah di cabut, bersih, tidak ada lesi Simetris<br />Wana hitam lurus, bersih, tidak ada lesi Simetris<br />Warna hitam lurus, bersih, tidak ada lesi<br />5 Mata<br />Seklera<br />Conjungtipa<br />Palpebra<br />Fungi<br /><br />Putih, tidak ada ikterik<br />Tidak pucat<br />Tidak oedema<br />Bila melihat benda jarak 6 meter<br />Putih tidak ada ikterik<br />Tidak pucat<br />Tidak oedema<br />Bila membaca jarak 6 meter<br />Putih tidak ada ikterik<br />Tidak pucat<br />Tidak oedema<br />Bila membaca jarak 6 meter<br />6 Bentuk hidung<br />Keadaan<br /><br />Fungsi penciuman<br /><br />Simetris<br />Tidak bengkak, tidak berlendir<br />Fungsi Penciuman baik bisa membedakan bau Simetris<br />Tidak bengkak, tidak berlendir<br />Fungsi Penciuman baik dapat membedakan bau Simetris<br />Tidak bengkak, tidak berlendir<br />Fungsi Penciuman baik dapat membedakan bau<br />7 Telinga<br />Bentuk<br />Keadaan<br />Fungsi pendengaran<br />Simetris<br />Baik<br />Fungsi pendengaran baik,terbukti dapat menjawab pertanyaan petugas<br />Simetris<br />Baik<br />Fungsi pendengaran baik,terbukti dapat menjawab pertanyaan petugas<br />Simetris<br />Baik<br />Fungsi pendengaran baik,terbukti dapat menjawab pertanyaan petugas<br /><br />1 2 3 4 5<br />8 Mulut<br />Lidah<br /><br />Gigi<br />Dapat digunakan, fungsi menelan baik<br />Lengkap<br />Dapat digunakan, fungsi menelan baik<br />Lengkap<br />Dapat digunakan, fungsi menelan baik<br />Lengkap<br />9 Leher<br /><br />Pembengkakan JVP<br /><br />Tidak ada<br /><br />Tidak ada<br /><br />Tidak ada<br /><br />10 Dada<br />Bentuk<br />Suara nafas<br />Respirasi<br />Bunyi jantung<br />Simetris<br />Resonan<br />18 x/menit<br />reguler<br />Simetris<br />Resonan<br />16 x/menit<br />Reguler<br />Simetris<br />Resonan<br />16 x/menit<br />Reguler<br />11 Abdomen<br />Bentuk<br />Nyeri tekan<br />Simetris<br />Tidak ada<br />Simetris<br />Tidak ada<br />Simetris<br />Tidak ada<br />12 Ekstrimitas<br />Atas<br />Pergerakan<br /><br />Ekstrimitas bawah<br /><br />Kekuatan otot<br /><br />Kedua tangan dapat digerakan, tidak ada oedema<br /><br />Kedua kaki dapat digerakan bebas, lutut kadang sakit<br />5 5<br />5 5<br /><br />Kedua tangan dapat digerakan, tidak ada oedema<br /><br />Kedua kaki dapat digerakan bebas<br /><br />5 5<br />5 5<br /><br />Kedua tangan dapat digerakan, tidak ada oedema<br /><br />Kedua kaki dapat digerakan bebas<br /><br />5 5<br />5 5<br />13 Integumen<br />Turgor<br />Keadaan<br />kuku<br />? 2 detik<br />Agak keriput<br />Pendek bersih<br />? 2 detik<br />Elastis<br />Pendek bersih<br />? 2 detik<br />Elastis<br />Pendek bersih<br /><br />Analisa Data<br />NO DATA MASALAH KESEHATAN MASALAH KEPERAWATAN<br />1 DO . - Tekanan darah :130/90 mmHg<br />Nadi : 80 x/menit<br />Respirasi : 18 x/menit<br />Suhu : 36 0C<br />Skala nyeri : 0<br />DS – Ny J mengatakan kadang-kadang lututnya terasa sakit tapi tidak disertai bengkak dan kemerahan<br />Ny J mengatakan saat ini kedua lututnya sedang tidak terasa sakit<br />Ny J mengatakan kedua lututnya terasa sakit apabila telah melakuakan perjalanan jauh (kecapaian) atau setelah makan kacang-kacanagan dan kerupuk emping.<br /><br />Rheumatik pada Ny. J. Resiko kekambuhan rheumatik pada Ny. J. berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat angota keluarga dengan rhematik<br />1 2 3 4<br />2 DO : - TD 130/90 mmHg<br />Klien tampak tenang<br />BB 64 kg<br />TB 155 cm<br />DS :<br />Ny. J. mengatakan tidak mengeluh pusing<br />Ny. J. mengatakan bahwa baru 2 bulan ini tekanan darahnya kadang-kadang tinggi pernah mencapai 180/100 mmHg.<br />Ny J mengatakan kalau pusing minum obat captropil Hipertensi pada Ny. J. Resiko kekambuhan Hipertensi pada Ny J berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat angota keluarga dengan hipertensi<br /><br />3 DO : - Keseimbangan lansia resiko jatuh ringan<br />Kondisi ruangan<br />Penerangan Ruangan keluarga<br />Lantai kamar mandi bercorak dan licin<br />Tangga ke kamar mandi tinggi (40 cm)<br />DS : - Rheumatik pada Ny. J. Resiko Jatuh sedang pada Ny. J. berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat angota keluarga lansia dengan rhematik<br /><br />Diagnosa Keperawatan<br />Resiko kekambuhan rheumatik pada Ny. J. berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat angota keluarga dengan rheumatik<br />Resiko kekambuhan Hipertensi pada Ny. J. berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat angota keluarga dengan hipertensi<br />Resiko Jatuh sedang pada Ny. J. berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat angota keluarga lansia dengan rhematik<br /><br />Modifikasi dari bartel indeks<br /><br />No Kriteria Dengan Bantuan Mandiri Keterangan<br />1<br /><br />2<br /><br />3<br /><br />4<br /><br />5<br /><br />6<br />7<br />8<br />9<br />10<br /><br />11<br /><br />12<br /><br />13 Makan<br /><br />Minum<br /><br />Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur,sebaliknya<br />Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, gosok gigi)<br />Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka tubuh, menyiram)<br />Mandi<br />Jalan di permukaan dasar<br />Naik turun tangga<br />Mengenakan pakaian<br />Kontrol bowl<br /><br />Kontrol bledder (BAK)<br /><br />Olahraga/ latihan<br /><br />Rekreasi 5<br /><br />5<br /><br />5 - 10<br /><br />0<br /><br />5<br />5<br />0<br />5<br />5<br />5<br /><br />5<br /><br />5<br /><br />5 10<br /><br />10<br /><br />15<br /><br />5<br /><br />10<br />15<br />15<br />10<br />10<br />10<br /><br />10<br /><br />10<br /><br />10 Frekwensi : 3x/hari<br />Jumlah : 1 porsi habis<br />Jenis : Nasi, lauk, tahu/tempe, sayuran<br />Frekwensi : 8 gelas-10 gelas/hari<br />Jumlah : 2000-2500 cc/hari<br />Jenis : Air Putih, air teh<br />Mandiri tidak pakai kursi roda<br /><br />Frekuensi 2x/hari<br /><br />Dilakukan sendiri<br />Frekuensi 2x/hari<br /><br />Dilakukan sendiri<br /><br />Frekuensi : 1x/hari<br />Konsistensi : lembek<br />Frekuensi : 5x/hari<br />Warna : Kuning jernih<br /><br />Keluar kota<br />Total Score 140 = Mandiri<br /><br />Pengkajian Status Mental Gerontik<br />Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan Short Portable Mental Stany Questiones (SPSMQ)<br />Benar Salah No Pertanyaan<br />? 01 Tanggal berapa hari ini ?<br />? 02 Hari apa sekarang ?<br />? 03 Apa nama tempat ini ?<br />? 04 Dimana alamat anda ?<br />? 05 Berapa umur anda ?<br />? 06 Kapan anda lahir ?<br />? 07 Siapa nama presiden Indonesia sekarang<br />? 08 siapa nama presiden Indonesia sebelumnya<br />? 09 Siapa nama ibu anda ?<br />? 10 Pengurangn berurutan dari 20 dikurangi 3<br />10 0<br />Total Skore : 0 = Fungsi intelektual utuh<br />Interpensi hasil : a. Salah 0-3 : Fungsi intelektual utuh<br />Salah 4-5 : Kerusakan intelektual ringan<br />Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang<br />Salah 9-10 : Kerusakan intelektual berat<br /><br />Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE (Mini Mental Status Exam)<br />Aspek kognitif Nilai Maks Nilai Klien Kriteria<br />Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar<br />? Tahun<br />? Musim<br />? Tanggal<br />? Hari<br />? Bulan<br />Orientasi 5 5 Dimana kita berada sekarang<br />? Negara Indonesia<br />? Provinsi Jawa Barat<br />? Kota bandung<br />? PSTW<br />? Wisma<br />Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 objek (oleh pemeriksa) 1detik untuk meingatakan objek, kemudian tanyakan kepada klienketiga objek tadi (untuk disebutkan)<br />? Objek balpoin<br />? Objek buku<br />? Objek penggaris<br />Perhatian dan kalkulasii 5 5 Mintakan untuk memulai dari angki 100 kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali/tingkat 93-86-79-72-65<br />Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulang ketiga objek pada no 2 (registrasi) tadi. Bila benar 1 poin untuk masing-masing objek (balpoin, buku, penggaris)<br />Bahasa 9<br /><br />?<br />?<br />?<br /><br />?<br />?<br />?<br /><br />?<br /><br />?<br />? Tunjukan pada klien suatu benda dan tanyakan bendanya pada klien.<br />Balpoin<br />Kertas<br />Minta klien untuk meminta mengulang kata berikut<br />Tak ada jika dan tetapi, bila benar nilai satu poin<br />Pertanyakan benar 2 buah : tak ada, tetapi,<br />Minta klien untuk mengikuti perintah berikut yang terdiri dari 3 langkah :<br />Ambil kertas ditangan anda<br />Lipat dua<br />Taruh dilantai<br />Perintahkan kepada klien untuk hal berikut (bila aktifitas sesuai perintah nilai poin 1)<br />Tutup mata anda<br />Perintahkan kepada klien untk menulis satu kalimat dan menyalin gambar<br />Tulis satu kalimat<br />Menyalin gambar<br /><br />Jumlah : 30 aspek mognitif dan fungsi mental baik<br />Interprestasi : > 23 aspek kognitif dari fungsi mental baik<br />18-22 Kerusakan aspek fungsi mental ringan<br />? 17 terdapat keruksakan aspek mental besar<br /><br />Pengkajian keseimbanagn untuk lansia<br />Perubahan posisi/gerakan keseimbangan<br />Bangun dari kursi<br />Tidak bangun dan duduk dengan satu kali gerakan, tetapi mendorong tubugnya keatas dengan tangan atau bergerak ke bagian depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil, pada saat berdiri pertama nilai : 0<br />Duduk di kursi (dimasukan dalam analisis)<br />Menjatuhkan diri ke kursi, tidak duduk di tengah kursi<br />Keterangan : kursi yang keras dan tanpa lengan<br />Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa mendorong sternum perlahan-lahan sebanyak 3 kali)<br />Nilai : 0<br />Mata tertutup :<br />Sama seperti diatas ( pemeriksaan pasien tentang ..............penglihatan untuk keseimbangan )<br />Nilai :0<br />Perputaran leher<br />Menggerakan kaki, menggerakan objek untuk dukungan, kaki tidak meneyentuh sisi-sisinya, keluhan vertigo, pusing atau keadaan tidak stabil<br />Nilai : 0<br />Gerakan menggapai sesuatu<br />Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan bahu, flexi sepenuhnya sementara berdiri pada ujung-ujung kaki.<br />Nilai : 0<br />Membungkuk<br />Tidak mampu membungkuk untuk mengambil objek kecil (misal pulpen), dari lantai memegang objek untuk bisa berdiri lagi, memerlukan usaha-usaha multiple bangun<br />Nilai : 0<br />Komponen gaya berjalan atau gerakan<br />Minta klien untuk berjalan ke tempat yang ditentukan, ragu-ragu, tersandung, memegang objek untuk dukungan,<br />Nilai : 0<br />Ketinggian langkah kaki (mengangkat kaki ketika melangkah)<br />Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggeser atau menyeret kaki)<br />Kontinuitas langkah (lebih baik diobservasi dari samping pasien), setelah langkah-langkah awal, langkah menjadi tidak konsisten, memulai mengangkat satu kaki, sementara kaki yang lain menyentuh lantai.<br />Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelombang dari sisi ke sisi, berhenti sebelum mulai berbalik, jalan sempoyongan, bergoyang, memegang objek untuk dukungan<br />Jumlah nilai 0 : Resiko jatuh rendah.<br /><br />Pengkajian Keluarga Mandiri<br /><br />Tanggal Masalah kesehatan Masalah keperawatan Kriteria Keluarga Mandiri Kategori<br />masalah<br />1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<br />10/07/2009 Rheumatik pada Ny J Resiko kekambuhan rheumatik pada Ny J berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat angota keluarga dengan rhematik - ? - ? ? - -<br />- - - (KM I)<br />10/07/2009 Hipertensi pada Ny J Resiko kekambuhan Hipertensi pada Ny J berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat angota keluarga dengan hipertensi - ? ?<br />? (KM II)<br />10/07/2009 Rheumatik pada Ny J Resiko Jatuh sedang pada Ny J berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat angota keluarga lansia dengan rhematik<br />-<br />?<br />?<br />? (KM II)<br /><br />No Kriteria skor Bobot Hasil pembenaran<br />1<br /><br />Sifat masalah<br />Skala<br />Aktual( tidak/kurang/sehat)<br />Ancaman<br />Keadaan Sejahtera<br /><br />3<br /><br />2<br />1<br /><br />1<br /><br />2/3 x1 =2/3 Ny J mengatakan bahwa penyakitnya sebagai ancaman kesehatan<br /><br />2 Kemungkinan masalah dapat diubah<br />Skala :<br />mudah<br />Sebagian<br />Tidak Dapat<br /><br />2<br />1<br />0<br /><br />2<br /><br />1/2x 2= 1 Ny J masih kurang patuh terhadap diet/makanan yang menyebabkan rheumatik tetapi Ny J olahraga secara teratur.<br />3 Potensial masalah dapat dicegah<br />Tinggi<br />Cukup<br />Rendah<br /><br />3<br />2<br />1<br /><br />1<br /><br />3/3x1=1 Apabila Ny J patuh terhadap diet rheumatik, maka penyakit rhematik bisa disembuhkan<br />4 Menonjolnya masalah :<br />Skala<br />Masalah berat harus segera ditangani.<br />Ada masalah tapi tidak perlu segera ditangani<br />Masalah tidak dirasakan<br /><br />2<br /><br />1<br /><br />0<br /><br />1<br /><br />1/2x 1= 1/2 Karena keluhan rematik tidak dirasakan setiap saat<br />Jumlah 3 1/6<br />Prioritas Diagnosa Keperawatan<br /><br />No Kriteria skor Bobot Hasil pembenaran<br />1<br /><br />Sifat masalah<br />Skala<br />Aktual( tidak/kurang/sehat)<br />Ancaman<br />Keadaan Sejahtera<br /><br />3<br /><br />2<br />1<br /><br />1<br /><br />2/3 x1 =2/3 Ny J mengalami hipertensi 3 bulan yang lalu TD naik turun, saaat pengkajian TD 130/90 mmHg<br /><br />2 Kemungkinan masalah dapat diubah<br />Skala :<br />mudah<br />Sebagian<br />Tidak Dapat<br /><br />2<br />1<br />0<br /><br />2<br /><br />1/2x 2= 1 Ny J masih kurang patuh terhadap diet hipertensi tetapi Ny J olahraga secara teratur dan rajin kontrol dan minum obat hipertensi<br />3 Potensial masalah dapat dicegah<br />Tinggi<br />Cukup<br />Rendah<br /><br />3<br />2<br />1<br /><br />1<br /><br />2/3x1=2/3 Penyakit hipertensi Ny J belum kronis, Ny J rajin melakukan senam jantung dan senam lansia<br />4 Menonjolnya masalah :<br />Skala<br />Masalah berat harus segera ditangani.<br />Ada masalah tapi tidak perlu segera ditangani<br />Masalah tidak dirasakan<br /><br />2<br /><br />1<br /><br />0<br /><br />1<br /><br />1/2X1=1/2 Masalah dapat diatasi bila Ny. J. Patuh terhadap diet, olah raga, kontrol ke pelayanan kesehatan dan minum obat<br />Jumlah 2 5/6<br />2.Masalah : Resiko kekambuhan hipertensi<br /><br />3.Masalah : Resiko jatuh sedang<br /><br />No Kriteria skor Bobot Hasil pembenaran<br />1 Sifat masalah<br />Skala<br />Aktual( tidak/kurang/sehat)<br />Ancaman<br />Keadaan Sejahtera<br /><br />3<br />2<br />1<br /><br />2<br /><br />2/3 x1 =2/3 Kondisi rumah tidak memenuhi sayarat untuk lansia<br /><br />Kemungkinan masalah dapat diubah<br />Skala :<br /><br />Mudah<br />Sebagian<br />Tidak Dapat `<br /><br />2<br />1<br />0<br /><br />2<br /><br />½x 2= 1 Kondisi rumah bisa dimodifikasi terutama dikamar mandi diberi alat pegangan<br /><br />Potensial masalah dapat dicegah<br />Tinggi<br />Cukup<br />Rendah 3<br />2<br />1<br />1<br /><br />1/3x1=1/3 Ny J masih merasa mampu melakukan ADL tanpa bantuan<br />Menonjolnya masalah :<br />Skala<br />Masalah berat harus segera ditangani.<br />Ada masalah tapi tidak perlu segera ditangani<br />- Masalah tidak dirasakan<br /><br />2<br /><br />1<br /><br />0<br /><br />1<br /><br />0/2x 1= 0 Ny J tidak merasakan adanya masalah yang bisa menyebabkan jatuh<br />Jumlah 1<br /><br />Diagnosa Keperawatan berdasarkan prioritas<br /><br />Resiko kekambuhan rheumatik pada Ny J berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat angota keluarga dengan rhematik<br />Resiko kekambuhan Hipertensi pada Ny J berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat angota keluarga dengan hipertensi<br />Resiko Jatuh sedang pada Ny J berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat angota keluarga lansia dengan rhematik<br /><br />No Tgl Dianosa Keperawatan Tujuan Kriteria Standar<br />1 10/07/09 Resiko kekambuhan rheumatik pada Ny J berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat angota keluarga dengan rhematik<br />Kekambuhan rhematik tidak terjadi Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 20 menit :<br />Keluarga mengetahui tentang penyakit rhematik, mulai dari pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahan rhematik<br /><br />Keluarga mau melakukan perawatan terhadap keluarga dengan rhematik.<br /><br />Keluarga mampu melakukan tindakan keperawatan terhadap anggota keluarga dengan rhematik Keluarga menyebutkan pengertian rhematik<br />Keluarga menyebutkan penyebab rhematik<br />Keluarga menyebutkan tanda dan gejala rhematik<br />Keluarga menyebutkan cara perawatan dan pencegahan rhematik<br />Keluarga mendiskusikan cara perawatan dan pencegahan rhematik<br /><br />Keluarga melakukan tindakan pencegahan dan perawatan penyakit rhematik.<br /><br />Perencanaan, pelaksanaan, evaluasi<br /><br />Rencana Keperawatan Tindakan Keperawatan Evaluasi<br />Berikan pengkes mengenai pengertian rhematik<br />Berikan penkes mengenai penyebab rhematik<br />Berikan pengkes mengenai tanda dan gejala rhematik<br />Berikan pengkes mengenai cara perawatan dan pencegahan rhematik<br />Berikan motivasi kepada keluarga untuk melakukan cara perawatan dan pencegahan rhematik<br /><br />Berikan demonstrasi mengenai tindakan pencegahan dan perawatan rhematik Tgl 11/7/09 jam 10.00 WIB<br />Memberi penjelasan mengenai penyakit rhematik mulai dari pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan serta pencegahannya<br /><br />Memberi motivasi kepada keluarga untuk melakukan perawatan dan pencegahan rhematik<br />Mendiskusikan dengan keluarga cara untuk melakukan perawatan dan pencegahan rhematik<br />Tgl 11/07/09 jam 10.20 WIB<br />Melakukan demonstrasi tentang diit rhematik dengan menghindari atau mengurangi makanan yang tinggi kadar asam urat, diantaranya :<br />Yang berprotein tinggi, seperti sarden, otak, jeroan, sea food<br />Yang mengandung alkohol : tape<br />Golongan sayuran : kacang-kacangan, bayam, kangkung. S. Keluarga menyebutkan tentang penyakit rhematik, mulai dari pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahan rhematik<br />O. Keluarga memperhatikan penjelasan dari petugas<br />Keluarga mampu mengulangi apa yang didemonstrasikan cara perawatan dan pencegahan rhematik<br />A. Masalah teratasi sebagian.<br />P. Lanjutkan intervensi<br /><br />No Tgl Dianosa Keperawatan Tujuan Kriteria Standar<br />2 10/07/09 Resiko kekambuhan Hipertensi pada Ny J berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat angota keluarga dengan hipertensi<br />Kekambuhan hipertensi tidak terjadi<br />Tekanan darah normal 120/80 s/d 140/90 mmHg<br />Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 20 menit :<br />Keluarga mengetahui tentang penyakit hipertensi, mulai dari pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahan rhematik<br /><br />Keluarga mau melakukan perawatan terhadap keluarga dengan hipertensi<br />Keluarga mampu melakukan tindakan keperawatan terhadap anggota keluarga dengan hipertensi Keluarga menyebutkan pengertian hipertensi<br />Keluarga menyebutkan penyebab hipertensi<br />Keluarga menyebutkan tanda dan hipertensi<br />Keluarga menyebutkan cara perawatan dan pencegahanhipertensi<br />Keluarga mendiskusikan cara perawatan dan pencegahan hipertensi<br />Keluarga melakukan tindakan pencegahandan perawatan penyakit hipertensi<br /><br />Rencana Keperawatan Tindakan Keperawatan Evaluasi<br />Berikan pengkes mengenai pengertian hipertensi<br />Berikan penkes mengenai penyebab hipertensi<br />Berikan pengkes mengenai tanda dan gejala hipertensi<br />Berikan pengkes mengenai cara perawatan dan pencegahan hipertensi<br /><br />Berikan motivasi kepada keluarga untuk melakukan cara perawatan dan pencegahan hipertensi<br />Diskusikan dengan keluarga cara perawatan dan pencegahan hipertensi<br /><br />Berikan demonstrasi mengenai tindakan pencegahan dan perawatan hipertensi Tgl 11/7/09 jam 11.00 WIB<br />Memberi penjelasan mengenai penyakit hipertensi mulai dari pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan serta pencegahannya<br /><br />Tgl 11/07/09 Jam 11.20 WIB<br />Memberi motivasi kepada keluarga untuk melakukan hidup sehat<br />Mengurangi makanan yang asin-asin<br />Olahraga secara teratur<br />Mengontrol tekanan darah 1 bulan sekali<br />Tgl 11/07/09 jam 11.15 WIB<br />Memperlihatkan contoh makanan yang tidak boleh untuk penderita hipertensi : Daging domba, makanan yang asin-asin S. Keluarga menyebutkan tentang penyakit rhematik, mulai dari pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahan hipertensi<br />O. Keluarga memperhatikan penjelasan dari petugas<br />A. Masalah teratasi sebagian.<br />P. Lanjutkan intervensi<br /><br />No Tgl Dianosa Keperawatan Tujuan Kriteria Standar<br />2 10/07/09 Resiko Jatuh sedang pada Ny J berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat angota keluarga lansia dengan rhematik<br />Resiko jatuh sedang tidak terjadi<br />Keluarga dapat menyediakan rumah sehat bagi lansia<br />Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 10 menit :<br />Keluarga mengetahui kriteria rumah sehat bagi lansia<br /><br />Keluarga mengetahui akibat/bahaya rumah yang tidak sehat bagi lansia<br /><br />Keluarga mampu melakukan keperawatan terhadap akeluarga dengan resiko jatuh sedang<br />Keluarga mampu melakukan keperawatan terhadap akeluarga dengan resiko jatuh sedang<br /><br />Keluarga menyebutkan kriteria rumah sehat bagi lansia<br />Keluarga menyebutkan dampak dari rumah yang tidak sehat/membahayakan bagi lansia<br />Keluarga mendiskusikan mengenai kriteria rumah sehat bagi lansia<br />Keluarga mampu memodifikasi rumah supaya aman dan sehat bagi lansia<br /><br />Rencana Keperawatan Tindakan Keperawatan Evaluasi<br /><br />Berikan penjelasan mengenai rumah sehat bagi lansia<br /><br />Sebutkan dampak dari rumah yang tidak sehat<br /><br />Berikan motivasi kepada keluarga untuk menyediakan rumah sehat dan aman bagi lansia<br /><br />Identifikasikan sumber dana dan sarana yang bisa digunakan untuk memodifikasi lingkungan rumah sehat<br /><br />Libatkan anggota keluarga yang lain untuk pembiayaan dan memodifikasi lingkungan rumah sehat bagi lansia. Tgl 11/7/09 jam 11.30 WIB<br />Memberi penjelasan mengenai rumah sehat bagi lansia<br />Rumah sehat bagi lansia adalah rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan menjamin keamanan untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari tanpa menimbulkan resiko.<br />Kriteria Rumah sehat.<br />Ventilasi harus cukup<br />Penerangan harus cukup<br />Warna dinding sebainya warna yang kontras<br />Lantai tidak bercorak dan licin<br />Tempat tidur tidak terlalu tinggi<br />Memberikan penjelasan dampak dari rumah yang tidak sehat.<br />Bila lantai licin dan penerangan kurang bisa terjadi resiko jatuh bagi lansia.<br /><br />Tgl 11/07/09 Jam 11.50 WIB<br />Memberi motivasi kepada keluarga untuk menyediakan rumah sehat bagi lansia<br />“ bu bagaimana kalau lampu diganti dengan watt yang lebih besar ± 10 watt tiap ruangan”<br />“ Bu bagaimana kalau di kamar mandi diberi papan pegangan agar lansia tidak jatuh<br /><br />Tgl 11/07/09 jam 12.00 WIB<br />Identifikasikan sumber dana dan sarana yang tersedia<br />“ Bu punya bahan apa untuk membuat pegangan kayu di kamr mandi ?<br />Melibatkan anggota keluarga yang lain untuk pembiayaan dan memodifikasi lingkungan rumah sehat bagi lansia S. Keluarga menyebutkan kriteria rumah sehat bagi lansia<br />O. Penerangan Kurang<br />Lantai kamar mandi tinggi dan licin<br />A. Masalah teratasi sebagian.<br />P. Lanjutkan intervensi<br /><br />Pembahasan<br />Selama penulis melakukan asuhan keperawatan pada keluarga Ny.J., terdapat kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan antara teori yang terdapat pada bab II dan kenyataan pada studi kasus dilapangan.<br />Pada bab ini penulis akan membahas masalah-masalah yang merupakan kesenjangan antara teori dan pelaksanaan praktek secara langsung, serta faktor pendukung dan penghambat kelancaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada keluarga Ny. J. serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi faktor penghambat.<br />Pengkajian<br />Pengkajian bertujuan untuk mengumpulkan data tentang keluarga agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah kesehatan dan keperawatan baik fisik, mental, sosial dan lingkungan, dalam melakukan pengkajian penulis menggunakan beberapa teknik diantaranya wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan studi dokumentasi.<br />Data yang harus dikumpulkan menurut teori adalah :<br />Data keluarga.<br />Data umum<br />Data khusus keluarga<br />Keadaan psikologis keluarga.<br />Keadaan biologis keluarga.<br />Keadaan lingkungan.<br />Sosial ekonomi keluarga<br /><br />Data individu<br />Sedangkan data individu adalah semua data yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan keperawatan individu baik secara fisik, mental, sosial dan lingkungan.<br />Pada tahap pengkajian, keluarga Ny. J. menyambut baik kedatangan penulis untuk melaksanakan asuhan keperawatan secara teoritis.data subjektif yang dikumpulkan harus harus berdasarkan keterangan seluruh anggota keluarga pada saat pengumpulan data, penulis mendapatkan hambatan yaitu tidak dapat mengumpulkan data kesehatan secara lengkap, terutama untuk data penunjang yaitu laboratorium, diagnostik<br />Upaya yang dilakukan oleh penulis adalah memanfaatkan data seadanya untuk mendukung tahap pengkajian.<br />Setelah penulis mendapatkan data yang diperoleh kemudian secara teori menganalisa dan mengelompokan data menjadi masalah kesehatan dan masalah keperawatan.<br />Berdasarkan masalah kesehatan rheumatik secara teori masalah keperawatan yang akan muncul adalah :<br />Resiko terjadinya kekakuan otot-otot ekstremitas<br />Resiko hipertensi berulang<br />Gangguan Rasa Aman : Cemas<br />Resiko Injuri<br />(Doengoes, 199 : 293)<br />Tetapi berdasarkan hasil pengkajian dilapangan masalah keperawatan yang muncul adalah :<br />Resiko kekambuhan rheumatik pada Ny. J.<br />Resiko kekambuhan Hipertensi pada Ny. J.<br />Resiko Jatuh sedang pada Ny. J.<br />Berdasarkan masalah keperawatan yang muncul dilapangan, ternyata hanya dua masalah yang muncul sesuai dengan teori. Untuk masalah keperawatan : Gangguan Rasa Aman : Cemas tidak muncul ini karena didukung oleh keadaan klien yang cukup baik, klien bisa berkomunikasi dengan lancar tanpa ada pengucapan kata-kata yang tidak jelas, klien masih bisa merasakan sentuhan, rasa yang menandakan persepsi sensorinya yang masih baik sehingga penulis tidak mengangkat ketiga masalah tersebut.<br /><br />Perencanaan.<br />Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah data terkumpul, dianalisa dan bila masalah sudah teridentifikasi, kemudian dirumuskan masalah keperawatan. Rencana keperawatan disusun dengan melibatkan keluarga secara optimal agar dalam pelaksanaannya terjalin suatu kerjasama yang saling membantu dalam proses pencapaian tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.<br />Pada tahap perencanaan penulis menemukan hambatan yaitu kerjasama dalam membuat perencanaan kegiatan keperawatan keluarga Ny.J. sulit dilaksanakan, karena keluarga ini kurang menyadari adanya masalah yang dirasakan, juga keterbatasan dana yang dimiliki keluarga.<br />Upaya penanganan untuk mengatasi hambatan itu penulis menyusun rencana kegiatan yang meliputi penjelasan-penjelasan dan penyuluhan serta demonstrasi yang ada sangkut pautnya dengan masalah kesehatan dan keperawatan yang ada dalam dalam keluarga Ny.J., agar perencanaan dapat terwujud maka penulis tetap melakukan kontrak waktu terlebih dahulu untuk menentukan waktu yang tepat untuk membuat perencanaan bersama-sama dengan keluarga Ny.J.<br /><br />Pelaksanaan.<br />Tindakan keperawatan pada Ny.J. dilakukan sesuai dengan perencanaan yang bertujuan untuk mengadakan perubahan perilaku yang mencerminkan hidup sehat, mempertahankan perilaku yang baik agar lebih baik, dan mencegah adanya keadaan sakit dan memulihkan keadaan yang tidak sehat menjadi sehat.<br />Dalam tahap pelaksanaan ini penulis melakukan tindakan keperawatan yang meliputi : memberikan penyuluhan mengenai rheumatik (arti, tanda dan gejala, akibat, faktor dan cara perawatannya), mendemonstrasikan teknik dan cara perawatannya, mendemonstrasikan cara pembuatan menu diet rendah garam, mengajarkan teknik dan cara merawat klien dengan gangguan rasa nyaman nyeri yang diakibatkan oleh rheumatik.<br />Tujuan dari penyuluhan adalah agar pengetahuan keluarga meningkat sehingga keluarga mengerti, menyadari dan berkemauan serta berkemampuan melaksanakan atau mampu menolong diri sendiri dalam masalah kesehatannya, sehingga dapat memperhatikan perilaku sehatnya dimasa yang akan datang.<br />Dalam melaksanakan tindakan keperawatan penulis menyadari adanya hambatan yaitu faktor kurangnya pengetahuan keluarga dalam mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarganya dan kurangnya kemampuan keluarga dalam menyerap materi yang disampaikan oleh penulis, dari faktor keterampilan (psikomotor), keluarga lambat dalam mengikuti setiap demonstrasi yang diberikan penulis, adapun upaya penulis untuk mengatasi hambatan tersebut adalah dengan memberikan penyuluhan sejelas mungkin dan memperhatikan kemampuan keluarga untuk menerima materi yang disampaikan dan mengikutsertakan terus keluarga dalam melakukan demonstrasi dengan tujuan agar keluarga lebih terampil secara psikomotor, dan selalu memberikan motivasi pada keluarga dengan tujuan agar keluarga terdorong untuk melakukan setiap rangkaian pelaksanaan yang telah ditetapkan.<br /><br />Evaluasi.<br />Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menilai sejauh mana tujuan perawatan telah tercapai. Secara teori yang bisa dinilai dalam tahap evaluasi adalah aspek afektif, kognitif dan psikomotor yaitu keluarga meningkat pengetahuannya mengenai masalah yang muncul, adanya kemauan keluarga untuk mengambil keputusan dalam mengatasi masalah yang muncul, dan adanya peningkatan keterampilan dalam mengatasi masalah yang muncul. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada keluarga Ny.J., yang telah penulis bina dari tanggal 10 – 15 Juli 2009, sebagian sudah memenuhi harapan yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Secara umum yang bisa dievaluasi pada pelaksanaan asuhan keperawatan pada keluarga Ny. J.<br />Adapun tindakan keluarga yang masih perlu dievaluasi yaitu mengenai perawatan rheumatik yang dilakukan oleh Ny.J. karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh penulis bahwa untuk masalah yang masih perlu dievaluasi, penulis merujuk Puskesmas terkait untuk melanjutkan pembinaan pada keluarga Ny.J.<br /><br />BAB IV<br />SIMPULAN DAN SARAN<br /><br />A. Simpulan<br />Setelah penulis melakukan pembinaan asuhan keperawatan pada keluarga Ny. J. dengan masalah Rheumatik pada Ny. J. di di RT 03 RW 09 Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung Kota Bandung pada tanggal 10 – 15 Juli 2009 secara komprehensif dengan pendekatan proses keperawatan, maka penulis dapat menarik beberapa simpulan :<br />1. Pengkajian<br />Masalah kesehatan yang ditemukan pada keluarga Ny. J. dengan masalah rheumatik pada Ny. J. adapun masalah keperawatan yang didapatkan adalah Resiko kekambuhan rheumatik pada Ny. J., resiko kekambuhan Hipertensi pada Ny. J., resiko Jatuh sedang pada Ny. J Dalam tahap pengkajian ditemukan hambatan berupa data yang kurang untuk menunjang keadaan Ny. J. setelah mengalami rheumatik yaitu hilangnya data penunjang seperti data laboratorium, radiologi dan data lainnya.<br />2. Perencanaan<br />Berdasarkan rencana yang telah disusun bersama keluarga, penulis menyusun rencana yaitu mengikutsertakan keluarga dalam penyuluhan dan demonstrasi tentang masalah rheumatik, dengan melihat sumber daya dan sumber dana yang dimiliki oleh keluarga, pada tahap ini ditemukan hambatan yaitu keluarga tidak menyadari adanya masalah dan keterbatasan dana keluarga dalam mengatasi masalah tersebut.<br /><br />3. Pelaksanaan<br />Dalam tahap ini penulis melakukan tindakan yang meliputi : memberi penyuluhan mengenai gangguan mobilisasi, mendemonstrasikan teknik dan cara penanganan rheumatik, mendemonstrasikan cara pembuatan menu diet rendah garam, mengajarkan teknik - teknik dan cara merawat klien dengan gangguan rasa nyaman nyeri yang diakibatkan oleh rheumatik. Adapun hambatan dalam tahap ini yaitu kurangnya pengetahuan keluarga dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah kesehatan yang muncul. Dalam pelaksanan tidak berjalan dengan lancar dengan adanya hambatan tersebut.<br />4. Evaluasi<br />Pada tahap evaluasi diperoleh adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan pada keluarga Ny. J. tentang masalah pada Ny. J. Keluarga dapat mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah gangguan tersebut.<br />Keluarga dapat memberikan perawatan pada Ny. J. yang mengalami gangguan kekambuhan rheumatik dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.<br /><br />B. Saran<br />1. Pengkajian.<br />Pada tahap ini diharapkan keluarga mampu memberikan data-data yang akurat yang dapat menunjang hasil pengkajian sehingga masalah yang muncul dari tahap pengkajian sesuai dengan data yang sebenarnya.<br />Untuk memudahkan kondisi suatu wilayah kerja puskesmas diperlukan pendataan mengenai keadaan kesehatan yang didokumentasikan dengan baik, sehingga memudahkan untuk mengetahui seberapa besar kejadian masalah kesehatan yang ada, oleh karena itu Puskesmas diharapkan dapat lebih memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan kasus diwilayah kerjanya guna menunjang data yang dibutuhkan dalam tahap pengkajian.<br />2. Perencanaan.<br />Dalam tahap ini diharapkan keluarga dapat mengenali adanya masalah dan keluarga diharapkan mampu bekerjasama untuk menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan.<br />3. Pelaksanaan.<br />Diharapkan keluarga dapat mengambil keputusan untuk melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana tindakan.<br /><br />ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA Ny. J. DENGAN RHEUMATIK PADA Ny. J. DI RT 03 RW 09 KELURAHAN CIGENDING KECAMATAN UJUNGBERUNG KOTA BANDUNG<br /><br />KARYA TULIS<br /><br />Disusun Oleh:<br />Aep Indarna<br /><br />YAYASAN ADHI GUNA KENCANA BANDUNG<br />PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN<br />SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN<br />( STIKES ) BHAKTI KENCANA<br />BANDUNG<br />2009<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Bagian Gizi RS Cipto Mangun Kusumo. Penuntun Diit, Jakarta : PT Gramedia Utama, 1995.<br /><br />Bailon, G. Salvacion dan Maglaya, S. arceli, Perawatan Kesehatan Keluarga,Jakarta :EGC, 1998.<br /><br />Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3, Jakarta : EGC, 2002.<br /><br />Doengoes, Marilyn E’dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Rawat Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2001.<br /><br />Effendi, Nasrul, Keperawatan Kesehatan Keluarga : Teori dan Praktek, Jakarta : EGC, 1998.<br /><br />Friedman, Marilyn, M, Keperawatan Kesehatan Keluarga : Teori dan Praktek, jakarta : EGC, 1998<br /><br />http : //www.infokes.com//, 2000<br /><br />Ignatavicius, Donna D. et al, Medical Surgical Nursing : A Nursing Proccess Approach 2nd Edition, Philadhelpia : W.B Saunders Company : 1995<br /><br />Price Anderson, Sylvia, Patofisiologi. Edisi 4.Jakarta : EGC, 1994<br /><br />S. Nasution dan M Thomas, Buku Penuntun membuat Tesis Skripsi Disertai Makalah, Bumi Aksara, Jakarta 2002.<br /><br />Padmawinata, Kosasih, Pengendalian hipertensi, Laporan Komisi Pakar WHO, ITB, Bandung, 2001<br /><br />LAMPIRAN<br />FORMAT<br />SATUAN ACARA PENYULUHAN<br /><br />Masalah : Kurangnya informasi mengenai penyakit rheumatik pada keluarga<br />Tn. K<br />Pokok Bahasan : Penyakit Sendi dan Tulang<br />Sub Pokok Bahasan : Rheumatik<br />Sasaran : Keluarga Tn. K<br />Waktu : 15 Menit ( 10.00 – 10.15 WIB)<br />Pertemuan Ke : 1<br />Tanggal : Juli 2005<br />Tempat : Rumah Tn. K, Jln Sukabakti 6 No 17 RT 05 RW 03 Sukabungah<br /><br />I. Tujuan Instruksional Umum<br />Setelah diberikan penyuluhan, sasaran mampu memahami penyakit rheumatik.<br /><br />II. Tujuan Instruksional Khusus<br />Setelah diberikan penjelasan selama 15 menit diharapkan sasaran dapat :<br />1. Menyebutkan pengertian rheumatik dengan benar tanpa melihat catatan/ leaf let<br />2. Menyebutkan penyebab rheumatik dengan benar tanpa melihat catatan/ leaf let<br />3. Menyebutkan tanda dan gejala rheumatik dengan benar tanpa melihat catatan/ leaf let<br />4. Menyebutkan pencegahan rheumatik dengan benar tanpa melihat catatan/ leaf let<br />5. Menyebutkan perawatan rheumatik dengan benar tanpa melihat catatan/ leaf let<br /><br />III. Pokok Materi<br />1. Pengertian rheumatik<br />2. Penyebab rheumatik<br />3. Tanda dan gejala rheumatik<br />4. Pencegahan rheumatic<br />5. Perawatan rheumatic<br /><br />IV. Kegiatan Belajar Mengajar<br />- Metode : curah pendapat, ceramah, tanya jawab<br />1. Langkah – langkah kegiatan :<br />A. Kegiatan Pra Pembelajaran<br />1. Mempersiapkan materi, media dan tempat<br />2. Kontrak waktu<br />B. Membuka Pembelajaran<br />1. Memberi salam<br />2. Perkenalan<br />3. Menjelaskan pokok bahasan<br />4. Menjelaskan tujuan<br />5. Apersepsi<br />C. Kegiatan inti<br />1. Penyuluh menyampaikan materi<br />2. Sasaran menyimak materi<br />3. Sasaran mengajukan pertanyaan<br />4. Penyuluh menjawab pertanyaan<br />5. Penyuluh menyimpulkan jawaban<br />D. Penutup<br />1. Evaluasi<br />2. Penyuluh dan sasaran menyimpulkan materi<br />3. Memberi salam<br /><br />V. Media Dan Sumber<br />• Media : Leaflet dan flip card<br />• Sumber :<br />1. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 Vol. 3, Brunner & Suddarth, EGC. 2002<br />2. Patofisiologi Edisi 4 Juilid 2, Sylvia A. Price. 1999<br /><br />VI. Evaluasi<br />• Prosedur : Post test<br />• Jenis tes : Pertanyaan secara lisan<br />• Butir soal : 5 soal<br />1. Sebutkan pengertian rheumatic i !<br />2. Sebutkan penyebab rheumatic (minimal 4 dari 6)!<br />3. Sebutkan tanda dan gejala rheumatik!<br />4. Sebutkan pencegahan rheumatik !<br />5. Sebutkan perawatan rheumatik !<br /><br />VIII. Lampiran Materi dan Media<br /><br />Bandung, 26 Juli 2005<br />Penyuluh,<br /><br />Heri Herniawan.<br />NIM : 11102011<br /><br />Lampiran Materi<br /><br />RHEUMATIK<br /><br />D. PENGERTIAN RHEUMATIK<br />Penyakit yang menyerang otot dan sendi yang bersifat mendadak dan cenderung menahun sehingga otot dan sendi terasa nyeri<br />E. PENYEBAB RHEUMATIK<br />1. Virus<br />2. Stress<br />3. Penumpukan asam urat<br />4. Alergi terhdap dingin<br />5. Aktivitas yang berlebihan<br />6. Faktor genetik<br />C. TANDA DAN GEJALA RHEUMATIK<br />1. Cepat lelah<br />2. Rasa kaku di pagi hari<br />3. Bengkak pada jaringan sendi<br />4. Rasa sakit yang hilang timbul<br />5. Kadang-kadang kurang napsu makan<br />F. PENCEGAHAN RHEUMATIK<br />1. Diit yang baik untuk mencegah reumatik dengan cara menghindari atau mengurangi makanan yang tinggi kadar asam uratnya:<br />? Yang berprotein tinggi khususnya protein hewani, seperti sarden, kerang, sea food, jeroan otak, bebek burung<br />? Golongan sayur seperti : kacang-kacangan, kembang kol, bayam, jamur<br />? Makanan yang mengandung alcohol seperti tape dan durian<br />? Minuman yang mengandung soda<br />2. mengkonsumsi vitamin B dan C<br />3. memeriksakan kesehatan terutama kesehatan tulang<br />G. PERAWATAN RHEUMATIK<br />1. Minum air putih yang banyak ( minimal 6-8 gelas/hari )<br />2. Istirahatkan bagian yang sakit untuk beberapa jam<br />3. Kompres dingin pada sendi yang sakit yang disertai warna kemerahan. Yaitu dengan waslap dengan air es ditempelkan pada sendi yang bengkak<br />4. Kompres hangat pada sendi yang sakit yang tanpa disertai kemerahan<br />5. Olahraga dengan teraturPetrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-75463377885485912682009-09-04T19:00:00.001-07:002009-09-04T19:01:17.277-07:00ARTIKELRepresentasi Perempuan dalam Iklan<br />Be the first to comment!<br /><br />Dinah Muhiddin<br /><br />iklanTampilan iklan di Indonesia tak jauh berbeda dengan iklan di negara lain yang masih kental dengan bias jendernya. Iklan Xenia yang dimuat Kompas misalnya dengan jelas mengantarkan pesan diskriminiatif itu. Dengan slogannya, "Xenia WT-i baru Papa, makin irit Iho," iklan ini secara tersembunyi membawa pesan patriarkhis. Iklan tersebut dengan jelas ingin menyampaikan pesan moral bahwa hanya ayahlah yang mampu membeli mobil karena tugas utamanya mencari nafkah.<br /><br />Padahal kenyataannya banyak xenia yang dibeli istri yang bekerja utuk kebutuhan keluarga karena kebetulan suami nganggur atau sang suami bergaji rendah sehingga tak mampu membelikan mobil untuk keluarga. Iklan Xenia ini juga bias jender bila dilihat dari gambar yang disajikan dengan potret anak laki-laki yang sedang bermain mobil-mobilan.<br /><br />Gambar ini menyiratkan model pendidikan konvensiaonal yang membedakan mainan untuk anak-anak berdasarkan jenis kelaminnya. Anak laki-laki mendapat mainan yang berbau maskulin seperti mobil-mobilan, kapal-kapalan dan peralatan perang, perempuan memperoleh boneka, peralatan dapur dan peralatan hias. Kalangan feminis liberal beranggapan bahwa model pendidikan binary jender ini harus dihapuskan sebagai langkah awal untuk mencapai kesetaraan jender.<br /><br />Iklan lainnya yang bias jender adalah iklan Bank DBS yang menampilkan ayah yang sedang bermain layangan dengan putranya. Di sudut atas iklan itu tertera kalimat "Ayahku bekerja keras untuk memastikan impianku menjadi pilot jadi kenyataan. Kini giliranku mewujudkan impiannya." Pernyaatan tersebut jelas bemuansa patriarkis karena mengandaikan hanya ayahlah yang bekerja keras untuk menghantarkan kesuksesan seorang anak, sementara peran ibu tak diperhitungkan.<br /><br />Pemahaman ini muncul karena cara pandang traditional yang menekankan dualisme pembagian kerja secara seksual; sementara ayah mencari uang untuk kepentingan sekolah anak, sang ibu menyiapkan keperluan rumah tangga di rumah. Karena pekerjaan ibu tidak bernilai secara ekonomis maka kerja kerasnya dipandang secara sebelah mata. Karena itu beberapa negara maju seperti Venezuela mulai menerapkan upah kerja bagi ibu rumah tangga yang nilainya sama dengan upah minimum pekerja.<br /><br />Iklan minyak goreng Sania yang diperankan Rima Melati di TV juga melanggengkan patriarki. Pemilihan artis perempuan untuk pekerjaan domestik tanpa sengaja sebenarnya perwujudan dari kepentingan ideologi conventional. Begitu juga iklan sabun cuci piring mama lemon dengan nada sarkastik Ruth Sahanaya, pemeran utama iklan tersebut, menyebutkan "kalau mama dirumah semua beres." Iklan semacam ini tentu saja bias karena mengabaikan partisipasi kaum laki-laki yang sudah sadar jender dan mampu mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Selain itu juga iklan tersebut mengukuhkan peran traditional perempuan yang hanya diperuntukkan urusan domestik.<br /><br />Iklan TV lainnya yang kental dengan dualisme peran jender adalah iklan shampo Panten yang diperankan aktris cantik Siti Nurhaliza. Simak penuturannya. "Dulu saya menggunakan shampo untuk laki-laki. Ini membuat rambut saya kusam dan sulit diatur. Sekarang saya berganti shampo Panten dan rambut saya menjadi berkilau. Ingin rambut berkilau pilih saja Pantene." Jelas sekali iklan ini ingin menyebutkan bahwa shampo ini berjenis kelamin. Ada shampo khusus untuk laki-laki dan khusus untuk perempuan. Dan perempuan tidak cocok menggunakan shampoo laki-laki. Padahal shampo seharusnya dibuat sesuai dengan jenis rambut seseorang bukan berdasarkan jenis kelaminnya.<br /><br />Iklan Hero Supermarket juga memborbardir pembacanya dengan pesan-pesan stereotipe. Iklan itu menampilkan Nani Wijaya yang sedang mendorong belanjaan dan pada saat bersamaan menelpon seseorang melalui phone cellularnya. Pesan utama dari iklan itu adalah ayo perempuan belanja ramai-ramai ke Hero karena belanja dapur adalah tugas utama perempuan. Tetapi pesan tersembunyi yang ingin disampaikan adalah bahwa perempuan itu konsumtif senang belanja dan menghabiskan pulsa untuk gossip. Menggunakan aktris perempuan untuk membidik kustomer 8 perempuan agar membeli produk-produk beikaitan dengan kebutuhan yang dikonstruksi secara-* sosial sebagai kebutuhan perempuan adalah kiat perusahaan untuk meningkatkan penjualan.<br /><br />Iklan KlA Mobil Indonesia yang mempropomisikan Service mobil dan ganti oli gratis untuk mobil produknya menampilkan seorang gadis cantik yang menggunakan seragam montir dan membawa segudang peralatan service mobil. Sekilas iklan ini memberikan pesan kesetaraan jender, namun bila disimak lebih jauh dan dikritisi masih tersimpan pesan bias jender. Perempuan memang hadir disitu tetepi kehadirannya pada level lebih rendah dan kurang fungsional. Dalam gambar itu, perannya hanya membawakan peralatan montir tetapi bukan montir itu sendiri yang bekerja memperbaiki mobil. Iklan ini reflesi dari realitas masyarakat kita di mana peran perempuan dalam pekerjaan maskulin hanya sebagai pelengkap saja.<br /><br />Iklan lain yang secara fulgar melangeng binary jender adalah iklan auto 2000. Iklan tersebut menampilkan seorang perempuan (istri?) yang sedang fitness dan seorang laki-laki (suami?) yang sedang memperbaiki mobii sebagai latarnya. Pesan yang bisa dibaca dari iklan itu, bila anda dan, istri sibuk, kontak saja Auto 2000 untuk menyelesaikan problem mobil anda. Tetapi pesan tersembunyi yang dapat diinterpretasikan dari gambar tersebut adalah pembagian kerja yang jelas antara suami istri. Sementara tugas utama istri adalah menjaga tubuhnya agar tetap ramping, suami memperbaiki mobil. Kalau keduanya sibuk, silahkan cari jasa pelayanan.<br /><br />Pada iklan-iklan berkaitan dengan benda-benda yang dikonstruksi sebagai wilayah maskulin, kebanyakan mengunakan aktor laki-laki sebagai pemerannya. Misalnya, iklan mobil Nissan yang menggunakan dua montir laki-laki sebagai tokoh sentralnya, iklan rokok Dji Sam Soe Filter yang menampilkan tiga orang pilot Angkatan Udara dengan beberapa peralatan tempur sebagai backgroundnya dan iklan DHL, sebuah perusahaan jasa pengiriman barang ke luar negeri, yang menyajikan gambar empat orang laki-laki masing-masing mengendarai motor Harley Davidson. Selain bias jender, iklan-iklan seperti itu juga mengukuhkan stereotipe lama.<br /><br />Sementara beberapa iklan barang-barang elektronik untuk kebutuhan dapur kebanyakan menggunakan perempuan sebagai pemeran centralnya. Iklan kulkas Samsung dan iklan rice cooker dan magic jar sanken disajikan dengan menampilkn perempuan cantik, seksi, dan dengan pose yang aduhai. Ini.adalah contoh nyata dari bagaimana ideologi patriarkhi begitu dalam menyusup dalam media iklan. Sebagai "penguasa dapur," perempuan dianggap sebagai target yang tepat untuk sasaran tembak produk-produk tersebut. Buat mereka, menempatkan laki-laki dalam wilayah-wilayah yang dikonstruksi sebagai milik perempuan dianggap melawan arus utama pembagian kerja secara seksual, karena itu tidak ada keberanian untuk mengubah wacana dalam iklan karena kepentingan dapur perusahaan lebih diutamakan dari pada aspek pendidikan masyarakat.<br /><br />Iklan yang dibuat untuk mempromosikan sebuah universitas juga nampak bias jender. Dalam iklan itu tertera seorang laki-laki dan perempuan sedang berada di depan sebuah alat teknologi. Sementara laki-laki sedang menunjukkan tangannya pada teknologi itu, perempuan diam mendengarkan. Hemat saya, iklan itu membenarkan citra bahwa teknologi milik laki-laki.Laki-laki menguasai teknologi, perempuan gagap teknologi dan butuh lebih banyak bimbingan dan bantuan.<br /><br />Menggunakan perempuan sebagai barang komoditi yang dijajakan dalam iklan bukan hal baru. Menjual produk television, mobil atau kulkas dengan menggunakan perempuan cantik, ramping, seksi dan berpose dengan gaya sensual seperti iklan untuk produk TV sanken yang menampilkan perempuan muda yang tidur celentang di atas lantai dengan kaki kanan dan betis indah menjuntai. Jauh disebelah kanannya ada TV Sanken. Timbul pertanyaan di sini, menjual TV atau seksual?<br />Citra Baru Perempuan Dalam Iklan: Tanggung Jawab Siapa?<br /><br />Sebagai media komunikasi massa, iklan merupakan media yang strategis dalam sosialisasi nilai dan gagasan. Sunardian Wirodono mensinyalir, "(Iklan) TV pun mempunyai pengaruh dalam 10 pembentukan karakter individu dan mampu mendorong individu untuk meyakini suatu standar kebenaran. "Kebenaran semu" yang disosialisasikan iklan TV dapat menjadi frame of references (rujukan) pemirsa" (2005: 1). Karena iklan di Indonesia masih bernuansa patriarki, maka citra yang dibangun pun sesuai stereotipe lama. Untuk membangun citra baru dalam iklan dibutuhkan strategi, metode dan perencanaan baru. Persoalannya siapa yang bertanggung jawab untuk melakukan tugas mulia ini? Semua pihak yang terkait nampaknya memiliki tanggung jawab moral dalam menciptakan iklan yang ramah perempuan.<br /><br />Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang diamanatkan oleh Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 sebagai pembuat regulasi dan pengawas dunia penyiaran hendaknya ikut serta mengawasi iklan-iklan yang merugikan sebagian masyarakat khususnya kaum perempuan dan secara proaktif mempromosikan dan mendorong munculnya iklan-iklan yang mendidik yang berdampak besar bagi kepentingan publik. Selain itu sebagai lembaga yang mewadahi kepentingan masyarakat luas, KPI juga seharusnya melakukan studi banding pada negara-negara lain menyangkut Undang-Undang periklanan sehingga nantinya mampu melahirkan kebijakan-kebijakan baru yang dilandasi oleh kepekaan dan keadilan jender. Dalam upaya membangun citra baru bagi perempuan dalam iklan, KPI juga diharapkan dapat kerjasama dengan lemaga-lembaga dan para aktivis yang concern dengan persoalan perempuan.<br /><br />Di tingkat akar rumput seharusnya gerakan-gerakan perempuan memiliki program untuk menumbuhkan sensitivitas jender pada kalangan bawah dan penguasa tndustri periklanan. Upaya-upaya protes dan boikot terhadap iklan bias jender perlu terus dilakukan sebagai sebuah cara memelihara kepekaan masyarakat kearah ketidakadilan jender. Memperbanyak jumlah perempuan yang sensitive jender dalam posisi pengambil keputusan dalam dunia periklanan juga merupakan starategi yang tidak dapat diabaikan. Melalui pendekatan struktural dan kultural, kita berharap dapat mengubah potret buram perempuan ke arah iklan yang ramah perempuan (friendly commercials).Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-89111891236290106242009-09-04T18:57:00.000-07:002009-09-04T18:58:48.913-07:00RUU Kesehatan Diharap Akomodasi Kesehatan Reproduksi WanitaRUU Kesehatan Diharap Akomodasi Kesehatan Reproduksi Wanita<br />Jumat, 10 July 2009 17:20 WIB<br /><br />Jakarta, (tvOne)<br /><br />Cedaw Working Group Initiative mengusulkan agar RUU Kesehatan dapat mengakomodasi hak-hak warga negara atas perlindungan kesehatannya, termasuk kesehatan reproduksi perempuan. Koordinator Cedaw Working Group Initiative Reni Herdiyani saat jumpa pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan (LBH) Jakarta, Jumat (10/7) mengatakan, RUU Kesehatan yang saat ini tengah dibahas di DPR belum memasukkan adanya jaminan akses perempuan atas kesehatan reproduksinya.<br /><br />Selain itu, seperti dilansir situs Departemen Kominfo, pihaknya juga meminta agar RUU itu tidak memasukkan institusi agama terhadap kepentingan kesehatan perempuan, misalnya tercantum dalam pasal 84 ayat (2) RUU Kesehatan mengenai aborsi yang membiarkan adanya intervensi tokoh agama dalam menentukan penilaian untuk memperbolehkan aborsi.<br /><br />"Hak untuk aborsi mestinya dapat dikabulkan hanya dengan keterangan indikasi medis, sehingga tidak perlu ada intervensi agama karena tidak ada kaitannya dengan perspektif agama. Selain itu perspektif yang muncul akan berbeda," kata Reni.<br /><br />Pasal itu menyebutkan, larangan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan adanya indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kandungan, baik yang mengancam nyawa ibu/janin yang menderita penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi hidup.<br /><br />Kemudian, kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan direkomendasikan oleh lembaga, institusi atau ahli/tokoh agama penilai setempat. "Proses yang demikian akan membuat proses keputusan suatu tindakan aborsi akan relatif lama, padahal indikasi medis saja sudah cukup. Jika keputusan terlalu lama, dikhawatirkan akan mengancam nyawa ibu," katanya.<br /><br />Menurut dia, adanya syarat rekomendasi atau penetapan panel ahli/tokoh agama akan menjadi birokrasi tambahan yang membatasi akses layanan kesehatan yang seharusnya dapat diberikan secara cepat kepada pasien. "Selain itu akan menambah beban trauma psikologis yang dialami korban perkosaan, apalagi jangka waktu yang diperbolehkan hanya sebelum kehamilan berumur enam pekan," katanya.<br /><br />Ia menjelaskan materi pasal 85 yang pada dasarnya justru tidak realistis karena pada usia kehamilan ini seringkali belum disadari adanya kehamilan. Reni mengharapkan hendaknya pembahasan RUU Kesehatan terbuka untuk publik karena menyangkut kepentingan masyarakat luas dan merupakan kebutuhan mendasar selain pendidikan.<br /><br />Saat ini pembahasan RUU Kesehatan di DPR sudah pada tingkat tim perumusan (mendekati akhir pembahasan) Pansus Komisi IX DPR RI, dan rencananya akan disahkan pada Agustus 2009.Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3394214910322380483.post-79400597108244377832009-09-04T18:56:00.001-07:002009-09-04T18:56:44.795-07:00ARTIKELArtikel <br /><br />PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA: BAGAIMANA MENYIKAPINYA? * <br /> <br />halalsehat.com Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (World Health Organization, badan PBB untuk kesehatan dunia) adalah 12 sampai 24 tahun. Hampir semua remaja dibelahan bumi manapun, sekarang berada dalam situasi yang penuh godaan dan ujian. Perkembangan teknologi komunikasi telah menyebarkan berbagai informasi, hiburan, dan budaya. Keadaan ini tidak mungkin dibendung hanya dengan mengurung anak dirumah atau menyediakan berbagai fasilitas canggih di rumah. Karena kehidupan menuntut mereka untuk tampil luwes dan lebih bergaul dengan dunia luar. Itulah yang mendorong mereka lebih menyukai berbagai kegiatan di luar rumah seperti ke diskotik, kegiatan ekstra sekolah, berwisata, berkemah atau sekedar jalan-jalan ke maal.<br /> <br />Remaja Dipersimpangan jalan<br />Remaja merupakan bagian fase kehidupan manusia dengan karakter khasnya yang penuh gejolak. Perkembangan emosi yang belum stabil dan bekal hidup yang masih perlu dipupuk menjadikan remaja lebih rentan mengalami gejolak sosial. Diakui atau tidak, fakta telah menjelaskan keteledoran orang tua dan pendidik dalam mengarahkan dan membimbing anaknya berkontribusi meningkatkan problem-problem sosial dan kriminal.<br /> Dampak pergaulan bebas remaja mengantarkan pada kegiatan tuna sosial di masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan, remaja putra maupun putri pernah berhubungan seksual. Di antara mereka yang kemudian hamil pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian di Jakarta tahun 1984 menunjukkan 57,3 persen remaja putri yang hamil pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian di Bali tahun 1989 menyebutkan, 50 persen wanita yang datang di suatu klinik untuk mendapatkan induksi haid berusia 15-20 tahun. Menurut Prof. Wimpie, induksi haid adalah nama lain untuk aborsi. Sebagai catatan, kejadian aborsi di Indonesia per tahun cukup tinggi yaitu 2,3 juta per tahun. “ Dan 20 persen di antaranya remaja,” kata Guru Besar FK Universitas Udayana, Bali ini.<br /> Penelitian di Bandung tahun 1991 menunjukkan dari pelajar SMP, 10,53 persen pernah melakukan ciuman bibir, 5,6 persen melakukan ciuman dalam, dan 3,86 persen pernah berhubungan seksual. Dari aspek medis, menurut Dr. Budi Martino L., SPOG, seks bebas memiliki banyak konsekwensi misalnya, penyakit menular seksual,(PMS), selain juga infeksi, infertilitas dan kanker. Tidak heranlah makin banyak kasus kehamilan pranikah, pengguguran kandungan, dan penyakit kelamin maupun penyakit menular seksual di kalangan remaja (termasuk HIV/AIDS).<br /> Di Denpasar sendiri, menurut guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, per November 2007, 441 wanita dari 4.041 orang dengan HIV/AIDS. Dari 441 wanita penderita HIV/AIDS ini terdiri dari pemakai narkoba suntik 33 orang, 120 pekerja seksual, 228 orang an baik. Karena keadaan wanita penderita HIV/AIDS mengalami penurunan sistem kekebelan tubuh menyebabkan 20 kasus HIV/AIDS menyerang anak dan bayi yang dilahirkannya. <br /> Tindakan remaja yang seringkali tanpa kendali menyebabkan bertambah panjangnya problem sosial yang dialaminya. Menurut WHO, di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60 juta ibu yang tidak menginginkan kehamilan melakukan aborsi. Setiap tahun diperkirakan 500.000 ibu mengalami kematian oleh kehamilan dan persalinan. Sekitar 30-50 % diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus yang tidak aman dan 90 % terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. <br /> <br />Analisa Penggagas Kespro, solutifkah<br />Menurut penggagas kespro, masa depan dunia sangat tergantung pada kondisi sehat tidaknya organ reproduksi remaja. Kehamilan yang tidak diinginkan akan mendorong ibu untuk melakukan tindakan pengguguran (aborsi). Data WHO, setiap tahun 15 juta remaja mengalamii kehamilan dimana 60 %-nya berupaya mengakhirinya. Tetapi ketika mengambil keputusan untuk mengakhiri kehamilan di dalam lingkungan dimana pengguguran masih dilarang atau sukar didapat, akan mendorong mereka melakukan unsafe abortion. Hal ini menyebabkan komplikasi akibat aborsi tidak aman berupa perdarahan, infeksi pasca aborsi bahkan sepsis yang dapat menyebabkan kematian. Disisi lain, pengetahuan remaja tentang resiko melakukan hubungan seksual masih sangat rendah karena kurangnya informasi mengenahi seksualitas dan reproduksi. Keadaan ini menjadi alasan pentingnya membentuk wadah konsultasi remaja yang akan mengarahkan remaja untuk tidak melakukan hubungan seks atau berkata tidak kepada pasangannya, dan memberi layanan untuk pencegahan kehamilan serta kehamilan tidak diinginkan.<br />Gagasan kespro ini, menurut Tini Hadad (ketua Yayasan Kesehatan Perempuan) dilatarbelakangi oleh banyaknya angka kematian ibu dan bayi, juga banyaknya kasus-kasus pelanggaran hak reproduksi perempuan seperti kasus perkosaan dalam perkawinan, perjodohan, larangan aborsi, pelecehan seksual, penyiksaan, paksaan terhadap penggunaan alat-alat kontrasepsi, tidak adanya akses mudah terhadap masalah kesehatan reproduksi, dan berbagai bentuk diskriminasi yang menomorduakan kedudukan perempuan. <br />Gagasan kespro ini pertama kali dipopulerkan oleh International Conference On Population and Development (ICPD)/ Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan yang berlangsung 5-13 September 1994 di Kairo. Hal ini dapat dilihat dari 4 kerangka tujuan ICPD:<br />1. Tujuan agar setiap kegiatan seks harus bebas dari paksaan serta berdasarkan pilihan yang dipahami dan bertanggung jawab. <br />2. Setiap tindakan seks harus bebas dari infeksi. Diantaranya dengan kondomisasi bagi yang aktif secara seksual dengan lebih dari satu pasangan. <br />3. Setiap kehamilan dan persalinan harus diinginkan. <br />4. Setiap kehamilan dan persalinan harus aman. <br />Elemen-elemen kespro di Indonesia, menurut Departemen Kesehatan tahun 1995, adalah keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak, penanggulangan infeksi saluran reproduksi dan HIV/AIDS. Hanya saja, penerapan elemen kespro ini membawa semangat ICPD yang penuh dengan nuansa kebebasan dalam mengagungkan hak reproduksi perempuan. Misalnya, dalam elemen KB, seorang istri berhak memutuskan kapan memakai alat kontrasepsi dan menghindari kehamilan tanpa persetujuan suami. Seorang perempuan berhak untuk menggugurkan kehamilan hasil perselingkuhannya jika dia merasa tidak nyaman dengan kehamilannya. Perempuan bebas melakukan kegiatan seks berdasarkan pasangan pilihannya, baik pasangan sah atau bukan, asalkan bertanggung jawab dan paham atas resikonya.<br />Definisi reproduksi menurut mereka adalah keadaan yang menunjukkan kondisi kesehatan fisik, mental dan sosial yang dihubungkan dengan fungsi dan proses reproduksi. Sasaran program ini tentunya bukan hanya perempuan yang menikah tetapi remaja putri juga harus memahami konsep kespro ini. Oleh karena itu, Pendidikan seks bagi remaja menjadi program yang harus direalisasikan. Tak hanya dari orang tua, tetapi juga pendidikan di sekolah. Pengetahuan remaja tentang seks masih sangat kurang. Faktor ini ditambah dengan informasi keliru yang diperoleh dari sumber yang salah, seperti mitos seputar seks, VCD porno, situs porno di internet, dan lainnya akan membuat pemahaman dan persepsi anak tentang seks menjadi salah. Tujuan dari pendidikan seks ini adalah agar remaja menyadari bahwa pemegang kendali utama tubuh kita adalah diri kita sendiri bukan orang tua, pacar, atau teman dari berbagai paksaan yang menyangkut tubuh dan jiwa kita.<br />Pada faktanya, pelaksanaan pendidikan seks pada remaja justru memarakkan seks bebas itu sendiri. Bagaimana tidak, program pendidikan seksual yang komprehensif tidak hanya mencakup fakta-fakta biologis, tapi juga menyuguhkan informasi dan ketrampilan praktis kepada para pemuda mengenahi soal berkencan, hubungan seks, dan penggunaan kontrasepsi. Di Indonesia sendiri, pemerintah mengeluarkan kebijakan pendidikan kespro melalui penyuluhan dan seminar oleh BKKBN, buku saku dan dirumuskan dalam kurikulum formal maupun non formal. Dari segi muatan (materi) yang memberikan gambar dan penjelasan vulgar, provokatif (keinginan untuk mencoba), serta tidak tepat sasaran (lebih tepat untuk pasutri). Tidak aneh, jika di Amerika sendiri, remaja belum menikah yang aktif melakukan kegiatan seks dan menggunakan alat kontrasepsi lebih besar dari pada yang menikah. <br />Begitu juga dengan program kondomisasi, didasarkan pada 'niat suci' untuk memberantas HIV/AIDS. Di Bogor Jawa Barat, misalnya, bertepatan dengan hari AIDS se-dunia pemerintah membagi-bagikan kondom gratis. Sebanyak 282 boks kondom dibagi-bagikan secara gratis oleh Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Global Pants serta Dinas Kesehatan dan Kebudayaan kota Bogor kepada hotel-hotel losmen serta wisma. Pemerintah juga mendirikan sejumlah ATM kondom yang disebar di beberapa daerah di kota-kota besar. Namun solusi ini justru memicu permasalahan lain yang lebih besar berupa maraknya perzinahan di kalangan remaja, prostitusi remaja, serta menjamurnya tempat hiburan dan diskotik.<br /> <br />Konsep Kespro Dalam Islam<br /> Islam adalah agama yang sempurna. Islam datang sebagai pedoman yang menyelesaikan segala persoalan kehidupan manusia termasuk di dalamnya dengan masalah kesehatan. Terciptanya kondisi sehat secara fisik dan jiwa sangat terkait dengan faktor lain yaitu pandangan hidupnya. Jauh sebelum kita membicarakan apa dampak seks bebas dan bagaiaman solusinya, Islam mengajarkan konsep filosofi hidup yang benar yaitu keyakinan kuat menempatkan Alloh sebagai pencipta dan pengatur hidup manusia. Dia melengkapi hidup kita dengan seperangkat aturan yang terbaik yaitu islam. Inilah konsep hidup yang benar & harus ditanamkan pada remaja. <br />Pergaulan bebas adalah merupakan bentuk pelanggaran terhadap aturan Alloh yang sangat memuliakan pola hubungan dan interaksi antara laki-laki dan perempuan. Alloh menjunjung tinggi kehormatan perempuan dengan menghalalkan organ reproduksinya hanya melalui satu pintu yaitu pernikahan. Pernikahan bertujuan untuk melahirkan keturunan dan melestarikan jenis manusia (QS. Annisa [4]:1; QS an-Nahl [16]: 72 dan Islam melarang perbuatan zina. Pernikahan merupakan bentuk kontrol reproduksi perempuan bukan sebagai bentuk penjajahan atas kebebasan perempuan. Dengan menikah perempuan akan lebih dimuliakan karena kemampuannya untuk hamil, melahirkan dan memenuhi hak pengasuhan terhadap anak-anaknya. Inilah fitrah perempuan dan ketika menjalani sesuai fitrah ini akan mendatangkan ketenangan hidup dan terjaga kemuliaannya. Sebaliknya, ketika manusia melakukan pelanggaran, akan mendatangkan kemadharatan yang menghancurkan kehidupannya sendiri.<br /> Hubungan seks di luar pernikahan menunjukkan tidak adanya rasa tanggung jawab dan memunculkan rentetan persoalan baru yang menyebabkan gangguan fisik dan psikososial manusia. Bahaya tindakan aborsi, menyebarnya penyakit menular seksual, rusaknya institusi pernikahan, serta ketidakjelasan garis keturunan. Kehidupan keluarga yang diwarnai nilai sekuleristik dan kebebasan hanya akan merusak tatanan keluarga dan melahirkan generasi yang terjauh dari sendi-sendi agama. <br />Islam tidak menganggap seks sebagai satu-satunya tujuan pernikahan. Namun terciptanya keturunan merupakan aspek terpenting dalam pernikahan. Kehidupan keluarga mengajarkan seseorang agar bertanggung jawab, mengasihi dan mencintai anggota keluarga, berbagi, dan saling memperhatikan. Keluarga ini yang mampu melahirkan generasi bertaqwa. Cinta yang ditimbulkan antara suami-istri akan berkembang menjadi cinta bagi keturunan yang menyebarkan rahmat bagi semesta alam. <br />”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Barang siapa yang mengikuti langkah syetan, maka sesungguhnya dia (syetan) menyuruh perbuatan yang keji dan mungkar. Kalau bukan karena karunia Alloh dan Rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun diantara kamu bersih dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Alloh membersihkan siapa yang dikehendaki... (An-Nuur (24):21) <br />Dari paparan di atas betapa bahanyanya budaya seks bebas di kalangan remaja, tidak hanya pada remaja itu sendiri tetapi juga pada lingkungan sosial masyarakat. Islam sebagai agama yang paripurna telah mengatur dengan begitu mulianya pemenuhan kebutuhan seksual manusia. Oleh karena itu sebagai orang tua atau tenaga pendidik perlu untuk mengkaji lebih lanjut cara yang benar dalam Islam dalam memberikan pendidikan seks kepada remaja, termasuk juga mengenalkan kesehatan reproduksi yang bijak dan benar sehingga siap menjadi orangtua yang mendidik generasi unggulan. Bukankah demikian.........<br /> <br />* Disampaikan pada Seminar Regional ”Peran Pendidik Dalam Memahamkan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi” oleh Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Malang, di Aula Dinas Kesehatan Kabupaten Malang. (Makalah tersedia di www.halalsehat.com )<br />** Pemateri adalah pengelola www.halalsehat.com situs Kehalalan Produk dan Kesehatan, serta pengasuh Bunga (Bincang untuk Keluarga, Kesehatan Ibu dan Anak) Mitra 97 FM Batu, setiap hari Kamis jam 09.00 WIB.Petrushttp://www.blogger.com/profile/11994804181146342703noreply@blogger.com0