Jumat, 04 September 2009

ARTIKEL

Representasi Perempuan dalam Iklan
Be the first to comment!

Dinah Muhiddin

iklanTampilan iklan di Indonesia tak jauh berbeda dengan iklan di negara lain yang masih kental dengan bias jendernya. Iklan Xenia yang dimuat Kompas misalnya dengan jelas mengantarkan pesan diskriminiatif itu. Dengan slogannya, "Xenia WT-i baru Papa, makin irit Iho," iklan ini secara tersembunyi membawa pesan patriarkhis. Iklan tersebut dengan jelas ingin menyampaikan pesan moral bahwa hanya ayahlah yang mampu membeli mobil karena tugas utamanya mencari nafkah.

Padahal kenyataannya banyak xenia yang dibeli istri yang bekerja utuk kebutuhan keluarga karena kebetulan suami nganggur atau sang suami bergaji rendah sehingga tak mampu membelikan mobil untuk keluarga. Iklan Xenia ini juga bias jender bila dilihat dari gambar yang disajikan dengan potret anak laki-laki yang sedang bermain mobil-mobilan.

Gambar ini menyiratkan model pendidikan konvensiaonal yang membedakan mainan untuk anak-anak berdasarkan jenis kelaminnya. Anak laki-laki mendapat mainan yang berbau maskulin seperti mobil-mobilan, kapal-kapalan dan peralatan perang, perempuan memperoleh boneka, peralatan dapur dan peralatan hias. Kalangan feminis liberal beranggapan bahwa model pendidikan binary jender ini harus dihapuskan sebagai langkah awal untuk mencapai kesetaraan jender.

Iklan lainnya yang bias jender adalah iklan Bank DBS yang menampilkan ayah yang sedang bermain layangan dengan putranya. Di sudut atas iklan itu tertera kalimat "Ayahku bekerja keras untuk memastikan impianku menjadi pilot jadi kenyataan. Kini giliranku mewujudkan impiannya." Pernyaatan tersebut jelas bemuansa patriarkis karena mengandaikan hanya ayahlah yang bekerja keras untuk menghantarkan kesuksesan seorang anak, sementara peran ibu tak diperhitungkan.

Pemahaman ini muncul karena cara pandang traditional yang menekankan dualisme pembagian kerja secara seksual; sementara ayah mencari uang untuk kepentingan sekolah anak, sang ibu menyiapkan keperluan rumah tangga di rumah. Karena pekerjaan ibu tidak bernilai secara ekonomis maka kerja kerasnya dipandang secara sebelah mata. Karena itu beberapa negara maju seperti Venezuela mulai menerapkan upah kerja bagi ibu rumah tangga yang nilainya sama dengan upah minimum pekerja.

Iklan minyak goreng Sania yang diperankan Rima Melati di TV juga melanggengkan patriarki. Pemilihan artis perempuan untuk pekerjaan domestik tanpa sengaja sebenarnya perwujudan dari kepentingan ideologi conventional. Begitu juga iklan sabun cuci piring mama lemon dengan nada sarkastik Ruth Sahanaya, pemeran utama iklan tersebut, menyebutkan "kalau mama dirumah semua beres." Iklan semacam ini tentu saja bias karena mengabaikan partisipasi kaum laki-laki yang sudah sadar jender dan mampu mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Selain itu juga iklan tersebut mengukuhkan peran traditional perempuan yang hanya diperuntukkan urusan domestik.

Iklan TV lainnya yang kental dengan dualisme peran jender adalah iklan shampo Panten yang diperankan aktris cantik Siti Nurhaliza. Simak penuturannya. "Dulu saya menggunakan shampo untuk laki-laki. Ini membuat rambut saya kusam dan sulit diatur. Sekarang saya berganti shampo Panten dan rambut saya menjadi berkilau. Ingin rambut berkilau pilih saja Pantene." Jelas sekali iklan ini ingin menyebutkan bahwa shampo ini berjenis kelamin. Ada shampo khusus untuk laki-laki dan khusus untuk perempuan. Dan perempuan tidak cocok menggunakan shampoo laki-laki. Padahal shampo seharusnya dibuat sesuai dengan jenis rambut seseorang bukan berdasarkan jenis kelaminnya.

Iklan Hero Supermarket juga memborbardir pembacanya dengan pesan-pesan stereotipe. Iklan itu menampilkan Nani Wijaya yang sedang mendorong belanjaan dan pada saat bersamaan menelpon seseorang melalui phone cellularnya. Pesan utama dari iklan itu adalah ayo perempuan belanja ramai-ramai ke Hero karena belanja dapur adalah tugas utama perempuan. Tetapi pesan tersembunyi yang ingin disampaikan adalah bahwa perempuan itu konsumtif senang belanja dan menghabiskan pulsa untuk gossip. Menggunakan aktris perempuan untuk membidik kustomer 8 perempuan agar membeli produk-produk beikaitan dengan kebutuhan yang dikonstruksi secara-* sosial sebagai kebutuhan perempuan adalah kiat perusahaan untuk meningkatkan penjualan.

Iklan KlA Mobil Indonesia yang mempropomisikan Service mobil dan ganti oli gratis untuk mobil produknya menampilkan seorang gadis cantik yang menggunakan seragam montir dan membawa segudang peralatan service mobil. Sekilas iklan ini memberikan pesan kesetaraan jender, namun bila disimak lebih jauh dan dikritisi masih tersimpan pesan bias jender. Perempuan memang hadir disitu tetepi kehadirannya pada level lebih rendah dan kurang fungsional. Dalam gambar itu, perannya hanya membawakan peralatan montir tetapi bukan montir itu sendiri yang bekerja memperbaiki mobil. Iklan ini reflesi dari realitas masyarakat kita di mana peran perempuan dalam pekerjaan maskulin hanya sebagai pelengkap saja.

Iklan lain yang secara fulgar melangeng binary jender adalah iklan auto 2000. Iklan tersebut menampilkan seorang perempuan (istri?) yang sedang fitness dan seorang laki-laki (suami?) yang sedang memperbaiki mobii sebagai latarnya. Pesan yang bisa dibaca dari iklan itu, bila anda dan, istri sibuk, kontak saja Auto 2000 untuk menyelesaikan problem mobil anda. Tetapi pesan tersembunyi yang dapat diinterpretasikan dari gambar tersebut adalah pembagian kerja yang jelas antara suami istri. Sementara tugas utama istri adalah menjaga tubuhnya agar tetap ramping, suami memperbaiki mobil. Kalau keduanya sibuk, silahkan cari jasa pelayanan.

Pada iklan-iklan berkaitan dengan benda-benda yang dikonstruksi sebagai wilayah maskulin, kebanyakan mengunakan aktor laki-laki sebagai pemerannya. Misalnya, iklan mobil Nissan yang menggunakan dua montir laki-laki sebagai tokoh sentralnya, iklan rokok Dji Sam Soe Filter yang menampilkan tiga orang pilot Angkatan Udara dengan beberapa peralatan tempur sebagai backgroundnya dan iklan DHL, sebuah perusahaan jasa pengiriman barang ke luar negeri, yang menyajikan gambar empat orang laki-laki masing-masing mengendarai motor Harley Davidson. Selain bias jender, iklan-iklan seperti itu juga mengukuhkan stereotipe lama.

Sementara beberapa iklan barang-barang elektronik untuk kebutuhan dapur kebanyakan menggunakan perempuan sebagai pemeran centralnya. Iklan kulkas Samsung dan iklan rice cooker dan magic jar sanken disajikan dengan menampilkn perempuan cantik, seksi, dan dengan pose yang aduhai. Ini.adalah contoh nyata dari bagaimana ideologi patriarkhi begitu dalam menyusup dalam media iklan. Sebagai "penguasa dapur," perempuan dianggap sebagai target yang tepat untuk sasaran tembak produk-produk tersebut. Buat mereka, menempatkan laki-laki dalam wilayah-wilayah yang dikonstruksi sebagai milik perempuan dianggap melawan arus utama pembagian kerja secara seksual, karena itu tidak ada keberanian untuk mengubah wacana dalam iklan karena kepentingan dapur perusahaan lebih diutamakan dari pada aspek pendidikan masyarakat.

Iklan yang dibuat untuk mempromosikan sebuah universitas juga nampak bias jender. Dalam iklan itu tertera seorang laki-laki dan perempuan sedang berada di depan sebuah alat teknologi. Sementara laki-laki sedang menunjukkan tangannya pada teknologi itu, perempuan diam mendengarkan. Hemat saya, iklan itu membenarkan citra bahwa teknologi milik laki-laki.Laki-laki menguasai teknologi, perempuan gagap teknologi dan butuh lebih banyak bimbingan dan bantuan.

Menggunakan perempuan sebagai barang komoditi yang dijajakan dalam iklan bukan hal baru. Menjual produk television, mobil atau kulkas dengan menggunakan perempuan cantik, ramping, seksi dan berpose dengan gaya sensual seperti iklan untuk produk TV sanken yang menampilkan perempuan muda yang tidur celentang di atas lantai dengan kaki kanan dan betis indah menjuntai. Jauh disebelah kanannya ada TV Sanken. Timbul pertanyaan di sini, menjual TV atau seksual?
Citra Baru Perempuan Dalam Iklan: Tanggung Jawab Siapa?

Sebagai media komunikasi massa, iklan merupakan media yang strategis dalam sosialisasi nilai dan gagasan. Sunardian Wirodono mensinyalir, "(Iklan) TV pun mempunyai pengaruh dalam 10 pembentukan karakter individu dan mampu mendorong individu untuk meyakini suatu standar kebenaran. "Kebenaran semu" yang disosialisasikan iklan TV dapat menjadi frame of references (rujukan) pemirsa" (2005: 1). Karena iklan di Indonesia masih bernuansa patriarki, maka citra yang dibangun pun sesuai stereotipe lama. Untuk membangun citra baru dalam iklan dibutuhkan strategi, metode dan perencanaan baru. Persoalannya siapa yang bertanggung jawab untuk melakukan tugas mulia ini? Semua pihak yang terkait nampaknya memiliki tanggung jawab moral dalam menciptakan iklan yang ramah perempuan.

Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang diamanatkan oleh Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 sebagai pembuat regulasi dan pengawas dunia penyiaran hendaknya ikut serta mengawasi iklan-iklan yang merugikan sebagian masyarakat khususnya kaum perempuan dan secara proaktif mempromosikan dan mendorong munculnya iklan-iklan yang mendidik yang berdampak besar bagi kepentingan publik. Selain itu sebagai lembaga yang mewadahi kepentingan masyarakat luas, KPI juga seharusnya melakukan studi banding pada negara-negara lain menyangkut Undang-Undang periklanan sehingga nantinya mampu melahirkan kebijakan-kebijakan baru yang dilandasi oleh kepekaan dan keadilan jender. Dalam upaya membangun citra baru bagi perempuan dalam iklan, KPI juga diharapkan dapat kerjasama dengan lemaga-lembaga dan para aktivis yang concern dengan persoalan perempuan.

Di tingkat akar rumput seharusnya gerakan-gerakan perempuan memiliki program untuk menumbuhkan sensitivitas jender pada kalangan bawah dan penguasa tndustri periklanan. Upaya-upaya protes dan boikot terhadap iklan bias jender perlu terus dilakukan sebagai sebuah cara memelihara kepekaan masyarakat kearah ketidakadilan jender. Memperbanyak jumlah perempuan yang sensitive jender dalam posisi pengambil keputusan dalam dunia periklanan juga merupakan starategi yang tidak dapat diabaikan. Melalui pendekatan struktural dan kultural, kita berharap dapat mengubah potret buram perempuan ke arah iklan yang ramah perempuan (friendly commercials).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar