Rabu, 15 September 2010

Mencari Strategi Baru Gerakan Mahasiswa Ditengah Otonomi Daerah




Gerakan mahasiswa (GERMA) satu dasawarsa ini, mengalamai banyak penurunan, bukan karena rezim otoriter (fasis) yang berkuasa, tetapi justru saat demokrasi mulai di tegakkan dan di aplikasikan di negeri ini, dirasakan sangat “miris” dimana aktifis GERMA dahulu sering dikejar-kejar oleh aparat orde baru pada saat itu gerakan mahasiswa sunguh “heroik” dan masif walaupun banyak yang melalui jalur “bawah tanah” (non formal), tapi kini, saat demokarsi mulai diraih, gerakan mahasiswa tenggelam seiring dengan ketidak jelasan pembelaan mahasiswa terhadap masyarakat yang termarjinalkan.

Mantan Ketua MPR Amien Rais yang pernah menjadi ikon gerakan Reformasi 1998, dalam seminar mahasiswa akhir 2005, menilai, gerakan mahasiswa pascakejatuhan Soeharto telah berubah. Gerakan mahasiswa yang dulu bersemangat, kini seperti ”mati suri”. Aksi demonstrasi yang dilakukan untuk kepentingan rakyat tak banyak digelar, dan mahasiswa lebih banyak dibelenggu kemewahan hidup akibat kapitalisme.

Bahkan Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI), Imam Prasodjo, berpendapat ada kecenderungan kualitas gerakan mahasiswa mengalami penurunan karena aksi-aksi mereka lebih menonjolkan kekerasan . Hal tersebut karena mahasiswa tidak memiliki lagi Common Isue, Isu bersama yang dapat menyatukan gerakan mereka dan menerjemahkan dalam gerakan praksis, paremasalahan tersebut dalam internal gerakan mahasiswa mempengaruhi model gerakan mahasiswa yang seharusnya cepat responsif dan non formal, menjadi sangat formalistik dimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan hanya formalitas monoton, seperti diskusi-diskusi dan aksi-aksi yang sifatnya reaktif.

Melihat Posisi dan Peran Mahasiswa Dalam Masyarakat
Posisi Mahasiswa dalam masyarakat selama ini sering di identikkan dalam masyarakat sebagai Agent Of Change (agen perubahan), dimana mahasiswa sebagai golongan yang memliki kesempatan mendapatkan mendapatkan pendidikan lebih tinggi dari masyarakat pada umumnya, menjadi angen terdepan untuk mencerdaskan dan membela masyarakat.
Mengapa posisi mahasiswa dalam masyarakat dapat menjadi saat penting dalam masyarakat?, hal ini dapat dilihat dapam posisi mahasiswa dalam teori strukturalisme dimana didalam negara terdapat struktur-struktur yang menyusunya didalamnya adalah : Negara, Pemilik Modal dan Masyarakat:



Dalam Setruktur tersebut pelaku negara yaitu pemerintah akan rentan untuk memihak kepada Pemilik modal, karena modal (Uang) dikuasai oleh pemilik modal yang dapat membeli kebijakan dari pemerintah, agar dapat menguntungkan pemilik modal, hal tersebut dapat kita lihat dari fenomena penggusuran pasar tradisional dan diganti oleh pusat-pusat perbelanjaan moderen dan upah buruh yang sangat minimum dibandingkan dengan keuntungan yang di dapat oleh pemilik perusahaan.

Posisi struktur negara tersebut yang di gunakan oleh kaum Marxsis, untuk Mencari jalan kemakmuran Rakyat (Masyarakat) dengan cara menguasai alat industri yang dimiliki pemodal dan menjadikannya kepemilikian bersama untuk membentuk kediktatoran prolentariat, cita-cita tersebut coba di tafsirkan dan di Impelemtasikan oleh Lenin dengan cara merebut pemerintahan dengan membentuk partai, yang dikenal dengan partai bolesevik (partai komunis), setelah pemerintah dikuasai dan dijadikan pemerintahan komunis dan menguasai seluruh alat produksi yang dimiliki pemilik modal, maka setelah itu kekuasaan diserahkan oleh kaum proletar (rakyat) untuk membentuk kediktatoran prolentariat, namun hingga kini hal tersebut tidak pernah terbentuk, di picu dengan gagalanya negara Unisoviet.

Dan sekarang Ideologi yang dominan di dunia adalah ideologi Kapitalis dengan berbasiskan pada demokrasi liberal, demokrasi liberal sesungguhnya bukan merupakan jawaban yang tepat untuk mensejah terakan masyarakat karena, tidak akan mungkin sejajarnya posisi masyarakat dan pemilik modal beserta ekaum elit politik (pemerintah), hal inilah yang menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial yang semakin melebar.

Oleh dikarenakan hal tersebut muncullah gagasan tentang jalan tengah (threed Way) yang oleh Anthoni Gidens, di terjemahkan dengan gagasan kaum menengah (kaum Intelektual) yang harus dapat meneyeimbangkan posisi dari pemilik modal, parat pemerintahan dan Mayarakat :



Posisi kaum intelektual inilah yang harus di mengerti oleh mahasiswa sekarang ini, dimana kaum mahasiswalah yang paling mungkin memainkan perannya untuk membela mesyarakat dikarenakan, mahasiswa adalah kelas yang terselubung tidak berkepentingan langsung terhadap pemerintah maupun pemilik modal.

Gerakan mahasiswa sebagai kaum intelektual juga memiliki kelemahan yang mendasar dimana mahasiswa dapat di interpretasikan sebagai “borjuis kecil” dimana pada ahirnya Mahasiswa akan menjadi borjuis, saat seorang mahasiswa meningalakan setatusnya sebagai mahasiswa, dimana setelah ia lulus maka akan bergabung di kelas sosial yang lebih tinggi (yaitu pemilik modal atau Birokrasi Pemerintah).

Berkaca pada hal tersebut setidaknya mahasiswa semenjak dini harus mempunyai pemahaman bahwa, sebagai kaum intelektual harus mempertahankan posisinya untuk membela masyarakat agar mendapatkan keseimbangan hak, tidak lantas menghianati posisinya kemudian berselingkuh dengan pemerintah dan pemilik modal, yang oleh Julien Benda dan Antonio Gramsci disebut penghianatan kaum intelektual.

Hal tersebut menjadi konsekuensi logis bahkan prakmatis bagi kaum intelektual, dikarenakan jika kaum intelektual berselingkuh dengan pemerintah dan pemilik modal, maka rakyat tidak terlindungi dan pada ahirnya akan terjadi gejolak sosial dimana kaum intelektual sebagai kelas menengah juga akan menjadi korban dalam gejolak tersebut, karena akan dianggap sebagai penindas oleh masyarakat.

Masuknya Arus Demokrasi
Arus demokrasi di Indonesia telah menghantarkan reformasi di tahun 1998, setelah gegap gempita perubahan arus politik otoriter menjadi demokrasi, mahasiswa kehilangan arahnya, tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah pintu demokrasi terbuka, ada beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut diantaranya adalah :
• Mahasiswa tidak memiliki lagi Common Issue
• Kesulitan dalam menerjemahkan paraksis gerakan
• Dibelenggu kemewahan hidup akibat kapitalisme
• Terjebak dalam Gerakan Yang Bersifat Formal

Hal tersebut berdampak pada GERMA baik secara Kualitatif dan kunatitatif, baik di tingkatan reproduksi isu maupun kualitas kader dan ketertarikan Mahasiswa sendiri untuk bergabung dengan GERMA, beberapa hal yang menyebabkan GERMA menurun adalah sebagai berikut :
• GERMA menjadi sangat formalistik dimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan hanya formalitas monoton, seperti diskusi-diskusi dan aksi-aksi yang sifatnya reaktif
• Aksi yang dilakukan lebih menonjolkan kekerasan
• Bayak yang masuk ke ranah politik praktis
• Masyarakat menjadi apatis dengan gerakan mahasiwa

Perlunya Memahami Arus politik Demokrasi
Arus politik orde baru dan periode reformasi sangat berbeda, inlah yang harus benar benar dipahami oleh GERMA dimana perlu adanya pemetaan isu dab strategi baru yang harus dekembangakan, dikarenakan gerakan mahasiswa pasti akan terkonsolidasi dengan baik saat pemerintahan otoriter tersebut berkuasa dikarenakan adanya persamaan kepentingan dan isu bersama Common Issue, hal ini tidak mungkin lagi terjadi di era reformasi dengan asuknya arus demokrasi, akan tetapi dengan masuknya arus demokarasi tersebut tidak secara otomatis akan mensejahterakan masyarakat dan menimbulkan keadilan sosial hal tersebut dikarenkan adanya beberapa kelemahan demokrasi hal tersebut dikemukakan oleh Schmitter dan Terry Lynn Karl (1993) dengan mengambil kesimpulan sebagai berikut :
• Demokrasi tidak dengan sendirinya lebih efisien secara ekonomis ketimbang bentuk-bentuk pemerintahan lainnya.
• Demokrasi tidak secara otomatis lebih efisien secara administratif.
• Demokrasi tidak mampu menunjukkan situasi yang lebih tertata rapi, penuh konsensus, stabil, atau dapat memerintah ketimbang sistem otokrasi yang mereka jungkalkan.
• Demokrasi memang memungkinkan masyarakat dan kehidupan politik lebih terbuka ketimbang otokrasi yang disingkirkannya, tetapi tidak dengan sendirinya menjadikan ekonomi lebih terbuka.

Dengan beberapa kelamahan tersebut jangan berharab banayak dengan sistem demokrasi tanpa penguatan basik pengetahuan dan pendidikan masyarakat, karena tanpa masyarakat sadar untuk berpartisipasi aktif dalam demokrasi maka demokrasi hanya akan dimiliki oleh pemilik modal dan kaum elit politik, maka sekarang banayak masyarakat yang merindukan pemerintahan ordebaru yang stabil dan memberikan arah yang pasti walaupun kebebasan masyarakat dibatasi.

Perumusan Setrategi Gerakan Di Era Otonomi Daerah

Pemberian wewenang yang luas kepada daerah sangat berdampak pada sistem politik di indonesia dimana proses kebijakan pemerintah menjadi sangat kedaerahan tidak di monopoli secara penuh oleh pemerintah pusat, untuk itu gerakan yang harus dirumuskan oleh GERMA haruslah lebih teliti dan dapat merambah isu-isu lokal, dikarenakan bisa di ibaratkan raja dari sistem pemerintahan di Era Otonomi Daerah bukan lagi ada di tangan presiden tetapi ada di Tingkatan lokal yaitu Bupati dan Walikota. Hal ini dapat di lihat dalam pembagian kekuasaan di tingkat pusat dan daerah. Dimana yang

menjadi urusan pemerintah pusat adalah :
• politik luar negeri;
• pertahanan;
• keamanan;
• yustisi;
• moneter dan fiskal nasional; dan
• agama.

Sedangkan yang menjadi Tugas Pemerintah Daerah adalah :
• melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
• meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
• mengembangkan kehidupan demokrasi;
• mewujudkan keadilan dan pemerataan;
• meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
• menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
• menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
• mengembangkan sistem jaminan sosial;
• menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
• mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
• melestarikan lingkungan hidup;
• mengelola administrasi kependudukan;
• melestarikan nilai sosial budaya;
• Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan
• kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Hal inilah yang harus diperhatikan GERMA dalam merumuskan gerakannya, dimana germa selama ini hanya berfokus pada isu-isu pemerintah pusat tanpa memperhatikan bahawa kekuasaan dominan sekarang ada di daerah, maka isu-isu dan gerakan yang dilakuakan tidak pernah dirasakan oleh masyarakat secara nyata dan hanya bersifat politis. Maka perlu sekiranya dilakuakan pembentukan laboratorium isu bagi GERMA untuk dapat merumuskan strategi gerakan ditingkatan lokal yang bersinggungan langsung dengan kebutuihan masyarakat secara nyata.

Bagaimana Bergerak Di Daerah

Mengapa kita harus bergerak di daerah ?, hal inilah yang menjadi isu sentral yang harus di pikirkan oleh GERMA, dikarenakan di era Demokrasi tanpa penguatan Masyarakat secara politik dan ekonomi maka esensi demokrasi tersebut akan gagal, jika Mahasiswa hanya bergerak dan berfokus pada isu-isu nasional yang mengandalakan perubahan strategi kebijakan dan politi pemerintahan, maka gerakan tersebut akan karikatif dimana tanpa adanya masyarakat yang cerdas maka sebagus apapun sistem tersebut masyarakat tetap kana tertindas, hal ini dapat dilihat dari gerakan mahasiswa yang berfokus pada penurunan harga BBM pada saat BBM dinaikkan, hal tersebut tidak akan berdampak siknifikan karena masyarakat hanya dijadikan obyek, bukan subyek pelaku perubahan.

Walaupun dalam bergerak GERMA juga tetap harus juga mengawal isu di tingkatan nasional, GERMA perlu pemfokusan gerakan untuk menjadikan masyarakat sebagai subyek perubahan, dengan cara mencerdaskan masyarakat di lini bawah, dimana hal tersebut hanya dapat dilakukan secara masif di tingkatan daerah, dimana semua keputusan tentang pembangunan infra struktur dan penguatan pendidikan dan sosial berada di tingkatan pemerintah daerah.

Yang menjadi titik fokus perjuangan GERMA di tingkatan daerah adalah bagaimana masyarakat dapat dilibatkan dalam pengambilan kebijakan oleh pemerintah daerah baik di lini Provinsi sampai tingkat desa, dikarenakan hal tersebut yang menjadi titik kegagalan demokrasi perwakilan dimana yang menjadi isu dasar adalah :
• Tanggungjawab (responsibility), yakni sejauh mana para pemegang kuasa betul-betul melaksanakan tanggungjawab politiknya sesuai dengan aspirasi warga negara;
• Kesetaraan (equality), yakni sejauh mana tiap warganegara memiliki kesempatan yang sama untuk secara bersama ikut memutuskan suatu kebijakan; di dalam masyarakat modern, ketimpangan sosial ekonomi yang ada telah menghalangi terwujudnya kesetaraan kesempatan dan ikut serta memutuskan kebijakan;
• Kemandirian politik warganegara (political autonomy), yakni sejauh mana warganegara betul-betul mampu hidup mandiri dengan keputusan-keputusan politik yang telah ikut disusunnya.

Gerakan GERMA sekarang harus mulai memfokuskan pada penguatan dan pendidikan ti tingkatan masyarakat bawah agar masyarakat dapat dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan mengerti akan hak-haknya dalam negara demokrasi sehingga masyarakat dapat berperan aktif untuk membangun negara di era demokrasi, tidak hanya bersifat pasif seperti di era orde baru.

Disini perlu perubahan paradigma dari demokrasi perwakilan yang liberal menjadi demokrasi deliberatif dimana mengutamakan penggunaan tata cara pengambilan keputusan yang menekankan musyawarah dan penggalian masalah melalui dialog dan tukar pengalaman di antara para pihak dan warganegara. Tujuannya untuk mencapai musyawarah dan mufakat berdasarkan hasil-hasil diskusi dengan mempertimbangkan berbagai kriteria. Keterlibatan warga (citizen engagement) merupakan inti dari demokrasi deliberatif.

Kemampuan Yang Harus Dikembangkan
Dalam ranah pembangunan kesadaran politik masyarakat untuk memperjuangkan haknya perlu sekiranga GERMA mengembangakan beberapa Kemampuan yang menunjang kapasitasnya untuk melakukan pendidikan politik tersebut, yang berguna uintuk mengawal bagaimana pemerintah dapat melibatkan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusannya, Kemampuan tersebut diantaranya dalah:
• Kemampuan Penelitian untuk merumuskan gerakan yang rasional
• Kemampuan advokasi masyarakat baik dibidang litigasi maupun non litigasi
• Kemampuan advokasi Kebijakan Publik
• Kemampuan advokasi Pembentukan Peraturan
• Kemampuan advokasi Pembentukan Anggaran
• Kemampuan advokasi Penyelengaraan Pelayanan Publik

Sekiranya dengan beberapa pengembangan beberapa kemampun tersebut GERMA dapat lebih mudah dalam bergerak dalam advokasi di tingkatan pemerintah daerah.

Semoga bermanfaat,......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar