Selasa, 14 September 2010

Format Gerakan Mahsiswa di Era Reformasi





Harus kita akui keberhasilan menumbangkan Orde Baru merupakan prestasi mahasiswa Indonesia yang paling signifikan yang memberikan dampak besar terhadap perubahan di masa depan. Lahirnya orde reformasi yang menggantikan orde baru paling tidak harus dipahami sebagai masa transisi yang meniscayakan kekaburan dan ketidakjelasan arah. Realitas sosial yang terjadi hari ini menampakkan benih-benih pesimisme dan sekaligus optimisme terhadap terjadinya perbaikan bangsa di masa depan

Harus kita akui keberhasilan menumbangkan Orde Baru merupakan prestasi mahasiswa Indonesia yang paling signifikan yang memberikan dampak besar terhadap perubahan di masa depan. Lahirnya orde reformasi yang menggantikan orde baru paling tidak harus dipahami sebagai masa transisi yang meniscayakan kekaburan dan ketidakjelasan arah. Realitas sosial yang terjadi hari ini menampakkan benih-benih pesimisme dan sekaligus optimisme terhadap terjadinya perbaikan bangsa di masa depan. Kita pesimis karena ekspektasi reformasi akan dijalankan secara benar tapi yang dirasakan sungguh di luar kalkulasi yang sewajarnya. Banyak contoh yang bisa memperkuat argumen ini, seperti masih terjadinya KKN, belum dijalankannya hukum secara jujur, konflik masih terus terjadi di beberapa daerah dan lain sebagainya. Bukan hanya fenomena yang tampak secara fisik tapi juga non fisik bersifat invisible dalam lokus lain di luar kesadaran belum memuaskan kita yang saat ini masih stagnan bahkan lebih buruk. Tapi yang membuat kita optimis adalah kenyataan bahwa masih ada spirit dan energi yang tersisa untuk terus meneriakkan suara-suara moral yang penuh vitalitas untuk terus memperbaharui tatanan sosial bangsa ini. Karena sudah menjadi sunnatullah sebuah bangsa yang tidak mampu mereformasi diri pasti akan mengalami kehancuran. Tugas yang besar itu akan dibebankan kepada pundak mahasiswa

Sebenarnya tugas tersebut bukan suatu hal yang istimewa karena memang fungsi mahasiswa sebagai agen pembaharuan dan sebagai kekuatan kontrol yang inheren dan given dalam dirinya sendiri didasari oleh nilai idealismenya. Dengan kata lain mahasiswa sebagai komunitas intelektual muda sadar dalam dirinya sebagai kekuatan determinan golongan pemuda yang mengemban mission sacree bagi masyarakatnya. Ia seperti digambarkan oleh Arnold Toynbe sebagai creative minority yaitu kekuatan kecil yang penuh kreativitas yang bersifat minority propethic (Jack New Field) yang bertindak bak seorang nabi untuk merubah sejarah. Karena itu tak bisa ditampik efek gerakan mahasiswa sebagai moral force pasti akan bersinggungan dengan political change. Konsekuensinya gerakan mahasiswa sering kali dituduh berpolitik praktis. Dalam konteks ini gerakan mahasiswa sering kali dituduh sebagai kuda tunggangan pihak lain yang membawa agenda tersembunyi (hidden agenda). Dalam konteks lain gerakan mahasiswa dipersepsikan melakukan anarkhisme dan penyebab instabilitas seperti politik kekerasan (political violence), politik penghancuran (political destruction) yang penuh dengan egoisme kelompoknya saja. Tuduhan-tuduhan seperti itu tidak boleh melemahkan kekuatan gerakan mahasiswa dalam mengawal reformasi. Singkatnya gerakan mahasiswa harus merupakan refleksi utuh realitas sosial yang melingkupi bangsanya.

Untuk menilai apakah gerakan mahasiswa tersebut masih murni dalam memperjuangkan nilai-nilai kebenaran atau telah ditunggangi oleh suatu kepentingan tertentu (hidden agenda) sangat sulit, tetapi yang harus menjadi ukuran adalah komitmennya pada nilai idealisme yang autentik artinya tidak ada differensiasi antara kata dan perbuatan. Dan yang menjadi sumber inspirasinya adalah kepentingan dan kebutuhan rakyat.

Keberhasilan menumbangkan rezim orde baru tidak terlepas dari format gerakan mahasiswa yang dijalankan pada saat itu. Yang saya amati faktor-faktor yang mendukung keberhasilan gerakan mahasiswa antara lain : Pertama, adanya soliditas dan solidaritas di antara semua elemen gerakan. Fragmentasi dan polarisasi gerakan yang disebabkan oleh pebedaan visi dan misi ideologis tidak tampak walaupun tiap-tiap elemen gerakan membawa warna bendera sendiri-sendiri. Kedua, adanya musuh bersama (common Enemy) yaitu orde baru dan Soeharto yang menjadi sasaran bersama. Walaupun hal ini besifat jangka pendek tetapi sangat penting untuk membangun aliansi bersama. Ketiga, pemerintah sedang dilanda krisis ekonomi sehingga rakyat merasakan penderitaan akibatnya mobilisasi massa gampang dilakukan karena isu-isu yang introdusir kehadapan publik sangat menyentuh persoalan-persoalan elementer yang sedang dirasakan rakyat. Karena itu dukungan rakyat terhadap perjuangan mahasiswa sangat signifikan.

Memasuki era reformasi dirasakan gerakan mahasiswa mulai melemah dari sisi kualitas maupun kuantitas gerakan. Dari segi kuantitas gerakan melalui mobilisasi massa misalnya sudah sangat berkurang, begitupun kualitas wacana yang diitrodusir banyak tidak subtansial dan tidak menyentuh kebutuhan dasar rakyat. Gejala ini bila tidak dicarikan formula gerakan yang baru maka kekuatan gerakan mahasiswa akan tidak diperhitungkan dikemudian hari. Salah satu aspek yang harus menjadi perhatian adalah sejauh mana efektivitas gerakan mahasiswa saat ini dalam mengawal agenda reformasi. Ukuran efektif dan tidaknya bisa terdeteksi misalnya sejauhmana isu yang dikembangkan menjadi wacana umum dan mempengaruhi decision pemerintah. Dan sejauh mana wacana-wacana strategis mampu dielaborasi dengan baik. Misalnya pemberantasan tindakan-tindakan yang bernuansa KKN atau respon mahasiswa terhadap amandemen undang-undang dasar. Wacana-wacana yang strategis seperti itu tidak banyak diperjuangkan secara konsisten oleh berbagai elemen gerakan mahasiswa. Yang lebih ironis banyak gerakan mahasiswa yang terjebak dalam isu-isu elitis seperti dukung-mendukung terhadap elit poltik.

Arah gerakan mahasiswa adalah terbangunnya suatu gerakan sosial yang masif yang merubah aspek-aspek kultural dan struktural masyarakat. Gerakan sosial dapat dilihat, antara lain sebagai tanggapan terhadap adanya perasaan ketidakadilan yang muncul karena pandangan ideologis tertentu yang memberi dasar bagi suatu mobilisasi gerakan. Sifat partisan dan mobilisasi melibatkan komitmen pada gagasan dan cita-cita dari gerakan dan program-program. Arah gerakan sosial pada umumnya akan mengikuti dua pola yang berbeda, yaitu: pertama gerakan sosial antagonistik yang ditranfomasikan ke dalam kekuatan politik dan perubahan yang terintitusionalisasi dan kedua, gerakan sosial yang mengalami transformasi menjadi political rupture ketika mekanisme intitusionalisasi konflik sosial terhenti, (Touraine, 1985). Perubahan pada tataran kultural biasanya berlangsung dalam durasi waktu yang lama dan bersifat lunak. Karena itu pola gerakan yang harus dikembangkan harus bersifat ideologis dan paradigmatis yang menyentuh sistem kesadaran masyarakat. Sedangkan perubahan struktural harus terencana secara sistematis dan kontinyu yang harus melibatkan partisipasi publik secara luas. Kebutuhan perubahan pada masa transisi dan reformasi ini harus memenuhi dua hal tersebut.

Gerakan mahasiswa sebagai elemen yang mendesakkan perubahan harus mencari model gerakan baru pada masa reformasi ini. Pemahaman gerakan mahasiswa selama ini identik dengan kekuatan mobilisasi massa. Hal tersebut tidak salah tetapi perlu diperkuat oleh kemampuan mendeskripsikan realitas sosial yang sedang berlangsung. Karena itu penguasaan teoritis terhadap berbagai disiplin ilmu masing-masing sangat dibutuhkan. Anjuran untuk kembali mengaktifkan kelompok-kelompok diskusi (limited Group) adalah benar dan harus menjadi aktivitas gerakan. Minimnya wacana-wacana strategis yang dilesatkan saat ini karena diduga mahasiswa tidak banyak menguasai persoalan akibat dari kurangnya aktivitas membaca, menulis dan berdebat. Tradisi intlektual mahasiswa harus dihidupkan kembali. Tradisi intelektual akan semakin mempertajam kemampuan menalar sehingga akan semakin meningkatkan efektivitas gerakan. Gerakan akan semakin tercerahkan dan tidak mudah kehilangan isu. Reproduksi wacana akan semakin tinggi beriringan dengan dialektika intelektual yang semakin intensif.

Revitalisasi dan reaktualisasi gerakan mahasiswa harus selalu menjadi prioritas sehingga gerakan mahasiswa tidak kehilangan daya adaptifnya dalam lokus sosial yang sedang berlangsung. Seiring dengan perubahan-perubahan mendasar bagi bangsa gerakan mahasiswa tidak boleh ketinggalan momentum perubahan. Psikologi adaptif harus dimiliki gerakan mahasiswa karena yang menjadi motor perubahan adalah mahasiswa yang tanpa terbebani target kepentingan jangka pendek. Justeru yang perlu terus dijaga dan dirawat adalah komitmen pada idealisme yang bersumber pada hati nurani rakyat dan bangsa. Energi moral mahasiswa tidak akan pernah habis manakala ada kesadaran dan ikhtiar untuk terus melakukan koreksi terhadap berbagai penyimpangan.

Go ahead Mahasiswa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar