Jumat, 12 Juni 2009

KONSEP PERAWAT

KONSEP OPERASI
Pada era tahun 80-an, tujuh dari delapan pasien bedah di rumah sakit setidaknya memerlukan menginap satu malam di rumah sakit. Sekarang ini, diperkirakan bahwa 60% pembedahan dilakukan di unit-unit rawat jalan. Pada waktu yang sama, di mana terjadi kemajuan teknologi, pelayanan dan pembayaran untuk perawatan kesehatan juga berubah, mengakibatkan lama hari rawat yang lebih singkat dan tindakan dengan biaya efektif (Brunner & Suddath, 2002). Sebagai akibatnya, banyak orang yang dijadwalkan untuk pembedahan menjalani persiapan diagnostik dan praoperatif sebelum masuk rumah sakit. Mereka juga meninggalkan rumah sakit lebih cepat, meningkatkan kebutuhan akan penyuluhan klien, perencanaan pemulangan (discharge planning), persiapan untuk perawatan diri, dan rujukan untuk perawatan rumah dan layanan rehabilitatif.
Bedah ambulatori, pembedahan sehari mengharuskan perawat untuk mempunyai pengetahuan yang solid mengenai semua aspek perawatan klien bedah. Pengetahuan keperawatan praoperatif dan pascaoperatif tidak lagi memadai; perawatan yang lengkap harus mencakup pemahaman tentang aktivitas intraoperatif.
Pasien yang menjalani pembedahan tetaplah seorang individu yang memiliki kebutuhan, ketakutan, dan masalah-masalah yang sangat nyata seperti individu yang lain, serta menghadapi peristiwa-peristiwa besar yang sering terjadi dalam kehidupan. Bagi pasien yang akan menjalani pembedahan, melewati perawatan dari banyak kelompok perawat yang berbeda merupakan suatu masalah. Biasanya kelompok dokter yang merawat pasien di bangsal dan yang melakukan pembedahan adalah kelompok yang sama. Di dalam suatu bangsal bedah, jumlah kelompok perawat bisa mencapai 6 orang, yang semuanya memiliki ketrampilan spesialis, dan mereka terlibat dalam perawatan sejak pasien masuk ke bangsal bedah untuk dilakukan pembedahan, sampai pasien kembali ke bangsal, hingga pasien pulih dari efek dini pembedahan.
Peran perawat sebagai advokat pasien sangat penting selama waktu yang disebut sebagai periode peri-operatif. Biasanya pasien memiliki pengetahuan yang sangat sedikit tentang setiap prosedur yang dilakukan dalam lingkungan yang asing dan sangat teknis, dimana orang-orang menyembunyikan wajahnya di belakang masker. Karena kondisi fisik dan prosedur yang akan dilakukan selama pembedahan, pasien tidak akan memiliki kemampuan fisik untuk menjada keselamatan diri mereka. Pasien bisa, atau tidak bisa dibuat tidak sadar, dengan diberikan anestetik umum. Bila pasien sadar dan menjalani analgesia lokal, maka setiap pasien masih bergantung pada perawatan yang diberikan kepada mereka, karena kemungkinan pasien sangat mengantuk akibat pengobatan yang hampir pasti diberikan untuk menghilangkan ansietas.
Dewasa ini, kita harapkan pasien telah mendapatkan informasi yang cukup, sehingga mereka berkenan memberikan persetujuan atas pembedahan yang akan dilakukan. Pemahaman tentang sesuatu yang akan terjadi, telah terbukti bermanfaat dalam mengurangi ansietas yang selalu muncul saat menghadapi situasi berbahaya seorang diri, dalam lingkungan asing dan tanpa dukungan yang kita harapkan ada untuk menjalani hidup.
PENGERTIAN
v Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Hancock, 1999).
v Operasi (elektif atau kedaruratan) pada umumnya merupakan peristiwa kompleks yang menegangkan (Brunner & Suddarth, 2002).
v Perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan — praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif.
Kesimpulan :
Operasi (perioperatif) merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh yang mencakup fase praoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif (postoperatif) yang pada umumnya merupakan suatu peristiwa kompleks yang menegangkan bagi individu yang bersangkutan.
KEPERAWATAN PERIOPERATIF
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan klien.
Fase-fase Pengalaman Pembedahan dan Lingkup Aktivitas Perawat :
1. Fase Praoperatif
Peran perawat dimulai ketika keputusan untuk intervensi pembedahan dibuat dan berakhir ketika klien dikirim ke meja operasi.
Lingkup aktivitas perawat :
- pengkajian dasar klien (di rumah sakit atau di rumah)
- wawancara praoperatif
- persiapan anestesia
- persiapan pembedahan
2. Fase Intraoperatif
Dimulai ketika klien masuk atau dipindah ke bagian atau departemen bedah dan berakhir saat klien dipindahkan ke ruang pemulihan.
Lingkup aktivitas perawat :
- memasang IV-line (infus)
- memberikan medikasi intravena
- melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan
- menjaga keselamatan klien (menggenggam tangan klien, mengatur posisi klien)
3. Fase Pascaoperatif
Dimulai dengan masuknya klien ke ruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
Lingkup aktivitas perawat :
- mengkaji efek dari agens anesthesia
- memantau fungsi vital
- mencegah komplikasi
- peningkatan penyembuhan klien
- penyuluhan
- perawatan tindak lanjut
- rujukan yang penting untuk penyembuhan
- rehabilitasi
- pemulangan




















Berikut ini adalah versi HTML dari berkas http://repository.gunadarma.ac.id:8000/Kommit2004_psikologi_024_258.pdf.
G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web.
________________________________________
Page 1
Proceeding, Seminar Nasional PESAT 2005
Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta, 23-24 Agustus 2005
ISSN: 18582559
MAKNA PROFESIONALISME PERAWAT
DALAM PERSPEKTIF PASIEN
(PENDEKATAN KUALITATIF)
M.M. Nilam Widyarini
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya 100 - Depok 16424
panil@cbn.net.id
ABSTRAK
Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami makna perawat yang profesional ditinjau dari
perspektif pasien. Berdasarkan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode grounded theory,
peneliti berusaha menemukan dimensi-dimensi yang tercakup dalam pengertian perawat yang
professional, dan perilaku yang harus dikembangkan oleh perawat yang profesional. Manfaat dari
penelitian ini adalah; (1) khususnya dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi, penelitian mi
menyumbangkan model teoritik mengenai profesionalisme perawat dari perspektif pasien, yang
dikembangkan berdasarkan pendekatan naturalistik dalam konteks yang khas Indonesi; (2) dengan
model-teori ini dapat disusun suatu desain intervensi yang sesuai untuk mengembangkan
profesionalisme perawat di Indonesia, sesuai dengan harapan pasien. Model-teori yang yang
dihasilkan dari penelitian ini digambarkan bahwa dengan kondisi sakitnya pasien memerlukan
bantuan profesional. Ketika pasien dalam kondisi yang lemah, tidak mampu melakukan perawatan
diri secara mandiri, ia sangat bergantung pada jasa perawatan rumah sakit.. Oleh sebab itu
kompetensi atau profesionalisme perawat sangat diperlukan dalam usaha penyembuhan penyakit
pasien. Dengan kompetensi yang dimiliki oleh para perawat, para pasien akan merasakan makna
profesionalisme perawat baginya. Mengenai kompetensi perawat, perilaku apa yang perlu
dikembangkan oleh perawat, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Kata kunci: perawat, professional, pasien
1. PENDAHULUAN
Perawat adalah tulang punggung
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Mereka
harus selalu siaga selama 24 jam untuk
melakukan tugas-tugas rutin, dan menghadapi
berbagai situasi darurat seperti kondisi
kesehatan pasien yang kritis, menghadapi
kesulitan keluarga pasien, dan sebagainya.
Namun demikian, di kalangan pekerja
kesehatan perawat masih dianggap sebagai
pekerja kelas dua, di bawah dokter, sehingga
profesionalisme seolah-olah hanya diperlukan
untuk dokter.
Hal ini berbeda dengan apa yang menjadi
harapan masyarakat. Adalah kenyataan bahwa
masih banyak keluhan masyarakat (pasien dan
keluarga pasien) terhadap kualitas pelayanan
perawat di rumah sakit. Sering terdengar di
lingkungan sekitar kita atau terbaca di media
massa berbagai keluhan mengenai sikap dan
tindakan perawat yang mengecewakan: galak,
judes, kurang perhatian, kurang tanggap,
kurang trampil, dan sebagainya. Hal ini
menunjukkan bahwa profesionalisme perawat
sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Pentingnya profesionalisme perawat
dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa perawat berperanan
penting dalam usaha penyembuhan pasien.
Salah satu penelitian, Nuralita & Hadjam
(2002) menemukan adanya korelasi negatif
yang signifikan antara persepsi tentang layanan
Makna Profesionalisme..
(M.M. Nilam Widyarini)
P229
________________________________________
Page 2
Proceeding, Seminar Nasional PESAT 2005 -
Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta, 23-24 Agustus 2005
ISSN : 18582559
keperawatan di rumah sakit dengan kecemasan
pasien rawat inap. Persepsi tentang layanan
keperawatan di rumah sakit memiliki
sumbangan efektif sebesar 14,5% terhadap
kecemasan pasien. Penelitian lain, Novrita
(2004) menemukan bahwa empati perawat
memiliki kontribusi yang signifikan terhadap
motivasi sembuh pasien kangker.
Mengingat pentingnya profesi perawat
bagi kesembuhan pasien, terasa bahwa
diperlukan adanya usaha untuk meningkatkan
profesionalisme perawat Selama ini dunia
pendidikan perawat telah mengembangkan
kurikulum yang tentunya telah
dipertimbangkan sebaik mungkin. Namun
demikian, mengingat bahwa hasil pendidikan
yang ada masih banyak yang belum
memuaskan pasien maupun keluarga pasien,
maka diperlukan studi yang dapat memberikan
masukan bagaimana profesionalisme perawat
ditinjau dari perspektif pasien.
Makna Sakit Bagi Pasien
Sakit, menurut definisi klasik dari
Sternbach (Baylor, 1982) adalah konsep
abstrak yang menunjuk pada: (a) sensasi luka
yang sifatnya pribadi (private, personal); (b)
suatu stimulus berbahaya yang saat ini atau di
masa mendatang merusak jaringan tubuh; (c)
pola respon yang beroperasi melindungi
organisme dari bahaya. Definisi ini
menggabungkan hipotesis bahwa sakit bukan
hanya merupakan stimulus dan respon, namun
juga merupakan pengalaman subjektif dengan
fungsi protektif.
Sakit merupakan pengalaman subjektif
yang sulit dimengerti oleh orang lain, termasuk
perawat. Hal ini digambarkan oleh Copp
(Baylor, 1982) dari hasil survey yang
dilakukannya. Copp melaporkan bahwa banyak
pasien merasa bahwa para perawat tidak peduli
terhadap respon sakit para klien (pasien).
Pétrie (Baylor, 1982), melihat kenyataan
adanya berbagai persepsi mengenai
pengalaman sakit, ia mengembangkan gagasan
membedakan individu sebagai augmentors atau
reducers. Augmentors adalah orang yang
membesar-besarkan pengalaman sakit, dan
sebaliknya reducers adalah orang yang
memperkecil pengalaman sakit. Perawat
maupun pasien, ada yang termasuk
augmentors, dan ada pula yang termasuk
reducers. Kombinasi augmentors dan reducers
di antara perawat dan pasien, dapat
menghasilkan komplikasi dalam menjajagi dan
menangani pasien dengan pengalaman sakit.
Bagi semua orang, fenomena sakit
adalah sesuatu yang tidak menyenangkan.
Namun, bagaimanapun juga banyak pasien
yang melaporkan bahwa pengalaman sakit
dapat bernilai atau merupakan peristiwa yang
bermakna baginya (Baylor, 1982). Baylor
mengutip pandangan seorang humanis, Joyce
Travelbee, bahwa sakit dan penderitaan dapat
menjadi aktualisasi diri bila seseorang dibantu
untuk menemukan makna dalam pengalaman
sakitnya. Membantu pasien menemukan makna
seperti itu merupakan tugas professional
perawat yang sulit, dan harus dilakukan, tidak
dapat dihindari.
Kompetensi Perawat Profesional
Lokakarya Keperawatan Nasional tahun
1993 (Hadjam, 2001) mendefinisikan
keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan
professional yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang
komprehensif serta ditujukan kepada individu,
keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun
sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan
manusia.
Hamid (1999), dalam bukunya "Aspek
Spiritual Dalam Keperawatan" menguraikan
sebagai berikut:
"Perawat sebagai tenaga kesehatan
yang professional mempunyai
kesempatan yang paling besar untuk
memberikan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan/asuhan
keperawatan yang komprehensif
dengan membantu klien memenuhi
kebutuhan dasar yang holistic.
Perawat memandang klien sebagai
makhluk bio-psiko-sosiokultural-
spiritual yang berespon secara holistic
dan unik terhadap perubahan
P230
Makna Profesionalisme...
(M.M. Nilam Widyarini)
________________________________________
Page 3
Proceeding, Seminar Nasional PESAT 2005
Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta, 23-24 Agustus 2005
ISSN : 18582559
kesehatan atau terhadap keadaan
krisis. ... Perawat berusaha untuk
memenuhi kebutuhan spiritual klien,
walaupun perawat dan klien tidak
mempunyai keyakinan spiritual atau
keagamaan yang sama.
(Hamid, 1999: 1)
Baik dari definisi yang dirumuskan
dalam lokakarya maupun dari uraian Hamid di
atas, nampak bahwa pelayanan perawat bersifat
komprehensif, bio-psiko-sosio-spiritual, serta
ditujukan baik terhadap pasien maupun
keluarga pasien, dan masyarakat baik sakit
maupun sehat yang mencakup seluruh siklus
kehidupan manusia.
Untuk aspek pelayanan secara umum,
Sugiharto (Hadjam, 2002) mengemukakan
adanya empat dimensi kualitas pelayanan:
1. Responsibility atau tanggung jawab:
merupakan tanggung jawab yang
mencakup kecepatan dan ketepatan dalam
memberikan pelayanan serta keakuratan
dalam memberikan informasi.
2. Responsiveness atau kepekaan: yaitu
diiringi dengan tindakan yang tepat sesuai
dengan kebutuhan tersebut.
3. Assurance atau kepastian pelayanan: yaitu
bentuk layanan langsung dalam membantu
pasien, yang didukung dengan
pengetahuan dan ketrampilan.
4. Emapti, merupakan kemampuan untuk
memahami dan memperhatikan kondisi
psikologis pasien, yang dalam hal ini
diperlukan upaya untuk memberikan
kenyamanan kepada pasien.
Selama tiga dekade terakhir, Lenburg
mengembangkan Concepts and Methods of The
Competency Outcomes and Performance
Assessment (COPA) berdasarkan karyanya
yang luas di New York Regentts College
Nurshing Program (1973-1991) dan berbagai
jenis pendidikan, organisasi, dan pelayanan
(Lenburg, 1999). Model COPA tersebut berupa
kerangka susunan kompetensi dan pengukuran
kinerja yang dapat diterapkan untuk berbagai
jenis pekerjaan jasa pelayanan, termasuk untuk
perawat. Model tersebut sederhana, namun
komprehensif, seperti dapat dilihat pada Tabel
1.
kepekaan terhadap kebutuhan pasien yang
Tabel 1. Delapan Kompetensi Praktis dari Lenburg, dengan Contoh Sub-Ketrampilan
1. Ketrampilan Assesment dan Intervensi
a. perlindungan dan keamanan
b. assessment dan monitoring
c. terapi dan prosedur-prosedur treatment
2. Ketrampilan Komunikasi
a. ketrampilan oral
(1) berbicara, mendengarkan, dengan seseorang
(2) wawancara; mengenali sejarah
(3) diskusi kelompok, interaksi
(4) menuturkan, menunjukkan, melaporkan
b. ketrampilan menulis
(1) laporan klinik, rencana perawatan, charting
(2) laporan agency,-forms, nemo-memo
(3) artikel, manual
c. ketrampilan menghitung (pemrosesan informasi dengan komputer)
(1) berkaitan dengan klien, agencies, dan otoritas lain
(2) berkaitan dengan pencarian informasi dan inquirí
(3) berkaitan dengan tanggungjawab professional
3. Ketrampilan Berpikir Kritis
a. evaluasi; mengintegrasikan data pasien dari berbagai sumber
Makna Profesionalisme ..
(M.M. Nilam Widyarini)
P231
________________________________________
Page 4
Proceeding, Seminar Nasional PESAT 2005
Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta, 23-24 Agustus 2005
ISSN: 18582559
b. pemecahan masalah; penalaran diagnostik; mencintakan alternatif
c. pengambilan keputusan; pengambilan prioritas
d. inquirí ilmiah; proses riset
Ketrampilan Human Caring dan Relasi Sosial
a. moralitas, etik, legalitas
b. penghargaan terhadap budaya; hubungan interpersonal kerjasama
c. advokasi klien
Ketrampilan Manajemen
a. administrasi, organisasi, koordinasi
b. perencanaan, pendelegasian, supervisi
c. pemanfaatan sumberdaya manusia dan material
d. akuntabilitas dan tanggungjawab
Ketrapilan Kepemimpinan
a. kolaborasi, assertiveness, pengambilan resiko
b. kreativitas, visi untuk merumuskan alternatif
c. perencanaan, antisipasi, didukung data
d. akuntabilitas professional, peran-peran behavioral, penampilan
Ketrampilan Pengajaran
a. individual dan kelompok; klien, rekan sekerja, dan orang lain
b. promosi kesehatan; pemulihan kesehatan
Ketrampilan Mengintegrasikan Pengetahuan
a. perawatan, perawatan kesehatan dan disiplin-disiplin yang diperlukan
b. seni liberal, ilmu-ilmu alam dan social, dan disiplin-disiplin yang diperlukan.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian tersebut di atas,
pertanyaan utama (grand-tour question) yang
diajukan dalam penelitian ini adalah: Apa
makna perawat yang profesional bagi pasien?
Di samping itu, terdapat dua pertanyaan
minor (sub-questions), yaitu:
1. Dimensi-dimensi apa yang tercakup dalam
pengertian perawat professional?
2. Perilaku apa yang harus dikembangkan
oleh perawat yang professional ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk
memahami makna perawat yang professional
ditinjau dari perspektif pasien.
Berdasarkan pendekatan kualitatif dan
menggunakan metode grounded theory,
peneliti berusaha menemukan dimensi-dimensi
yang tercakup dalam pengertian perawat yang
professional, dan perilaku yang harus
dikembangkan oleh perawat yang professional.
Selanjutnya, berdasarkan hasil tersebut
diarahkan untuk menghasilkan suatu model
teoritis yang menggambarkan profesionalisme
keperawatan.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan hasil yang diperoleh,
penelitian ini dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Untuk psikologi, khususnya dalam bidang
Psikologi Industri dan Organisasi,
penelitian ini menyumbangkan model-teori
mengenai profesionalisme perawat dari
perspektif pasien, yang dikembangkan
berdasarkan pendekatan naturalistik dalam
konteks yang khas Indonesia.
2. Dalam sisi praktis, dengan model-teori
yang sesuai dengan konteks asli Indonesia
ini dapat disusun suatu desain intervensi
yang sesuai untuk mengembangkan
profesionalisme perawat di Indonesia,
sesuai dengan harapan pasien.
P232
Makna Profesionalisme ...
(M.M. Nilam Widyarini)
________________________________________
Page 5
Proceeding, Seminar Nasional PESAT 2005
Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta, 23-24 Agustus 2005
ISSN: 18582559
2. METODOLOGI
Pendekatan
Penelitian ini berorientasi pada makna,
yaitu makna profesionalisme perawat ditinjau
dari perspektif pasien. Yang ingin ditemukan
adalah model teoritik mengenai
profesionalisme perawat, dengan
mengandalkan informasi secara langsung dari
pengguna jasa perawat Dengan kata lain
menggunakan pendekatan naturalistic. Dalam
hal ini peneliti berperanan penting sebagai
instrumen dalam keseluruhan proses penelitian.
Dengan demikian, pendekatan yang tepat untuk
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Pilihan pendekatan tersebut sesuai
dengan pengertian penelitian kualitatif yang
dikemukakan oleh dua orang pionir dalam
bidang penelitian kualitatif, yakni Denzin dan
Lincoln (1998):
"Qualitative research is many things to
many people. Its essence is twofold: a
commitment to some version of the
naturalistic, interpretive approach to its
subject matter... Qualitative researchers
stress the socially constructed nature of
reality, the intimate relationship between
the researchers and what is studied... ".
(Denzin & Lincoln 1998: 8)
Berdasarkan definisi tersebut kita
ketahui bahwa penelitian kualitatif
mengisyaratkan perspektif yang naturalistic
dan interpretif terhadap apa yang diteliti; dan
dalam jenis penelitian ini secara eksplisit
diperbolehkan adanya interaksi yang dekat
antara si peneliti dengan yang diteliti.
Mengapa penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, di samping penjelasan di
atas, juga karena apa yang ingin diungkap
(yaitu "makna profesionalisme perawat
berdasarkan perspektif pasien") merupakan
sesuatu fenomena yang sulit diungkapkan oleh
metode kuantitatif. Mengenai hal ini Strauss
dan Corbin (1990) telah menjelaskan bahwa
metode kualitatif dapat memberikan rincian
yang kompleks tentang fenomena yang sulit
diungkapkan oleh metode kuantitatif.
Cassell & Symon (1994) merinci
karakteristik penelitian kualitatif sebagai
berikut: (1) Berfokus pada interpretasi, bukan
kuantifikasi; (2) lebih menekankan
subjektivitas daripada objektivitas; (3) fleksibel
dalam proses penelitian; (4) lebih berorientasi
terhadap proses daripada hasil; (S) peduli
terhadap konteks, yaitu bahwa antara perilaku
dan situasi terdapat hubungan yang tak
terpisahkan dalam membentuk pengalaman; (6)
pengakuan secara eksplisit bahwa proses
peneltian berpengaruh terhadap situasi
penelitian.
Di dalam penelitian kualitatif terdapat
beberapa jenis/ tipe penelitian, seperti
grounded theory, etnografi, pendekatan
fenomenologi, riwayat hidup, content analysis
(Strauss dan Corbin, 1990). Sedangkan
penelitian ini bertujuan mengembangkan suatu
teori berdasarkan fenomena yang ada dalam
situasi yang nyata. Oleh sebab itu tipe
penelitian ini adalah grounded theory.
Grounded theory adalah teori yang
diperoleh secara induktif dari penelitian
tentang fenomena yang dijelaskannya (Strauss
dan Corbin, 1990). Pendekatan yang digunakan
untuk menghasilakan grounded theory juga
dinamakan pendekatan grounded theory.
Partisipan
Dengan menggunakan teknik snow-ball
sampling, secara keseluruhan penelitian ini
melibatkan enam orang informan atau
partisipan, terdiri dari 5 orang yang pernah
menjalani rawat inap di rumah sakit paling
sedikit selama seminggu (7 hari) dan seorang
anggota keluarga (istri) yang berinteraksi
secara intensif dengan perawat untuk keperluan
suami yang mengalami stroke dan tidak
sadarkan diri.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan
metode wawancara mendalam (indepth-
interview), yang merupakan metode utama
dalam berbagai penelitian kualitatif.
Wawancara dilakukan dengan cara semi
terstruktur, yaitu mencakup penggunaan
interviw guide (panduan wawancara) yang
berisi daftar pertanyaan, namun peneliti
Makna Profesionalisme..
(M.M. Nilam Widyarini)
P233
________________________________________
Page 6
Proceeding, Seminar Nasional PESAT 2005
Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta, 23-24 Agustus 2005
ISSN: 18582559
dimungkinkan melakukan pendalaman
(probing) di luar panduan wawancara (Berg,
dalam Wu, 2003).
Wawancara terhadap semua partisipan
dilakukan dengan menggunakan alat bantu
taperecorder, untuk menjamin keutuhan
informasi.
Analisis Data
Langkah yang ditempuh sebelum
melakukan analisis data terhadap hasil
wawancara adalah membuat transkrip rekaman
wawancara. Selanjutnya data yang berupa
dokumen teks tersebut direviu isinya
berdasarkan pertanyaan penelitian (Pielstick,
dalam Himam, 2002); dan dianalisa dengan
tahapan analisas grounded theory, open
coding, axial coding dan selective coding
(Strauss dan Corbin,1990).
a. Open Coding: proses menguraikan,
memeriksa, membandingkan,
mengkonsepkan, dan mengkategorikan
data. Terdapat beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam tahapan ini, yaitu dengan
analisis baris per baris; kalimat per kalimat
atau per paragraph dengan mencari
gagasan utam yang terkandung di
dalamnya; dan dapat juga menggunakan
seluruh dokumen, dengan mempertanyakan
apa yang menyebabkan dokumen ini sama
atau berbeda dengandokumen yang telah
dianalisis sebelumnya.
b. Axial coding: serangkaian prosedur
penyusunan data dengan cara-cara baru
setelah open coding, dengan membuat
kaitan antar kategori. Hal ini dilakukan
dengan memanfaatkan paradigma
pengkodean yang mencakup kondisi,
konteks, strategi aksi/interaksi, dan
konsekuensi.
c Selective coding: proses memilih kategori
utama, hubungan kategori utama tersebut
dengan kategori yang lain secara
sistematis, validasi hubungan antar
kategori, memperbaiki kategori yang perlu
diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut.
Metode analisis grounded theory ini
dalam berbagai literatur sering disebut sebagai
metode analisis melalui pembandingan terus-
menerus (the constant comparative method of
analysis) (Glaser & Strauss, dalam Strauss dan
Corbin,1990).
Keabsahan Data
Yin (Poerwandari, 2001) mengajukan
empat kriteria keabsahan dan keajegan yang
diperlukan dalam suatu penelitian kualitatif.
Empat hal tersebut adalah keabsahan konstrak
(construct validity), keabsahan internal
(internal validity), keabsahan eksternal
(external validity), dan keajegan (reliability).
Keabsahan konstrak dalam penelitian ini
ditempuh terutama dengan trianggulasi sumber,
yakni dengan melibatkan beberapa nara sumber
untuk diperbandingkan satu dengan yang lain
dalam menemukan makna. Di samping itu juga
dengan trianggulasi teori, yaitu dengan
menggunakan berbagai macam teori yang
berlainan untuk memastikan bahwa data yang
dikumpulkan sudah memenuhi syarat. Hal ini
dapat dicapai dengan cara induktif atau logika.
Secara induktif dilakukan dengan
menyertakakan usaha pencarian cara lain untuk
mengorganisir data yang kemungkinan
mengarah pada upaya penemuan lain. Secara
logika dilakukan dengan cara memikirkan
kemungkinan logis lainnya dan kemudian
melihat apakah kemungkinan-kemungkinan itu
dapat ditunjang oleh data.
Keabsahan internal (merupakan konsep
yang mengacu pada seberapa jauh kesimpulan
hasil penelitian menggambarkan keadaan yang
sebenarnya) dalam peenelitian ini dicapai
dengan cara analisis dan interpretasi yang
tepat.
Keajegan, mengacu pada kemungkinan
penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek
yang sama. Untuk meningkatkan keajegan,
digunakan protokol penelitian yang jelas
seperti pedoman wawancara yang membuat
pertanyaan yang diajukan menjadi jelas dan
terarah.
3. HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Partisipan
Partisipan penelitian ini terdiri dari 6
orang: lima orang wanita dan seorang pria,
P234
Makna Profesionalisme ...
(M.M. Nilam Widyarini)
________________________________________
Page 7
Proceeding, Seminar Nasional PESAT 2005
Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta, 23-24 Agustus 2005
ISSN: 18582559
dengan latar belakang pendidikan, usia, dan pekerjaan sebagai berikut (Tabel 2):
Table 2. Deskripsi Subjek
1
Wanita
Wanita
Pria
Wanita
Wanita
Wanita
57 tahun
60 tahun
42 tahun
40 tahun
35 tahun
22 tahun
Sarjana muda
SMA
SI
SI
S2
Mahasiswa SI
Ibu rumah tg
Ibu rumah tg
Pastor
Ibu rumah tg
Dosen
Mahasiswa
Hasil Analisis Data
Dengan keadaan yang sakit, para pasien
dalam penelitian ini mengalami emosi yang
negatif, seperti gelisah, bingung, tidak nyaman,
dan menjadi sensitif. Hal ini merupakan
perasaan subjektif, seperti yang dijelaskan oleh
Sternbach (Baylor, 1982) dan Copp (Baylor,
1982). Dalam keadaan seperti ini para pasien
di rumah sakit berharap mendapatkan perhatian
dari perawat. Namun demikian, kenyataannya
tidak semua perawat mau peduli terhadap
respon sakit para pasien. Beberapa partisipan
dalam penelitian ini mengaku bahwa para
perawat pada umumnya memperhatikan pasien
dengan baik, namun beberapa orang yang lain
merasa belum mendapatkan perhatian yang
tulus-ikhlas dan tindakan yang tepat dari
perawat, bahkan masih ditemukan adanya
tindakan-tindakan yang tidak etis.
Baik yang puas maupun yang tidak puas
terhadap para perawat yang merawat dirinya,
para partisipan menemukan makna bahwa
keberadaan perawat itu sangat penting, dan
bahwa mereka sangat membutuhkan perawat,
professional. Makna yang ditemukan dari para
partisipan antara lain: (a) Perawat dirasa sangat
membantu; (b) Dengan profesionalismenya
perawat tidak melakukan kesalahan perawatan;
(c) Perawat mampu menenangkan pasien; (d)
Dirasa dapat mempercepat kesembuhan pasien.
Berdasarkan apa yang dibutuhkan pasien
dan informasi dari para partisipan mengenai
kompetensi professional perawat, maka seperti
yang diharapkan dari penelitian ini, dapat
disusun suatu teori mengenai profesionalisme
perawat dari perspektif pasien. Berbagai jenis
ketrampilan seperti yang dituangkan dalam
konsep Model COPA (Concepts and Methods
of The Competency Outcomes and
Performance Assessment) dari Linburg (1999)
juga ditemukan dalam kenyataan di lapangan,
namun tidak seluruhnya. Oleh sebab itu teori
mengenai profesionalisme perawat yg
dihasilkan dari penelitian ini beberapa
bagiannya memiliki kesamaan dengan jenis-
jenis ketrampilan dari Model COPA, namun
tidak seluruhnya sama.
Dalam Gambar 1 disajikan model teoritik
yang menjelaskan bagaimana keterkaitan
antara rasa sakit yang dialami oleh pasien,
makna perawat dari perspektif pasien, serta
kompetensi professional perawat dari
perspektif pasien.
Dalam teori tersebut digambarkan bahwa
dengan kondisi sakitnya pasien memerlukan
bantuan profesional. Selain dokter, bila pasien
dalam kondisi yang lemah, tidak mampu
melakukan perawatan diri secara mandiri, ia
sangat bergantung pada jasa perawat. Oleh
sebab itu kompetensi atau profesionalisme
perawat sangat diperlukan dalam usaha
penyembuhan penyakit pasien. Dengan
kompetensi yang dimiliki oleh para perawat,
para pasien akan merasakan makna
profesionalisme perawat baginya.
Mengenai kompetensi perawat, dalam
teori tersebut belum tercakup indikator serta
contoh-contoh perilaku dari tiap-tiap dimensi
kompetensi professional perawat. Namun
demikian, bahwa salah satu tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui perilaku apa yang
perlu dikembangkan oleh perawat, hal tersebut
dapat dilihat pada hasil open coding, pada
Tabel 3.
Makna Profesionalisme ...
(M.M. Nilam Widyarini)
P235
________________________________________
Page 8
Proceeding, Seminar Nasional PESAT 2005
Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta, 23-24 Agustus 200S
ISSN : 18582559
Kompetensi Perawat
Kondisi Sakit
Fisik
tidak sadar, tidak
dapat beraktivitas
secara normal,
infeksi, luka, nyeri.
Perasaan
gelisah, bingung,
tidak nyaman, dan
menjadi sensitif
Afektif:
Pelayanan
Ketrampilan
• Assesment dan
Intervensi
• Komunikasi
• Berpikir Kritis
• Manajemen
• Kepemimpinan
• Pengajaran
Etik Profesi
• Human Caring
• Relasi Sosial
l=>
Makna Perawat
Dirasa sangat mem-
bantu
Tidak melakukan
ke-salahan
perawatan
Mampu
menenangkan pasien
Dirasa dapat
memper-cepat
kesembuhan pa-sien.
Gambar 1. Teori Profesionalisme Perawat, Dari Perspektif Pasien
Tabel 3. Tema Umum Kompetensi Perawat Professional, dari Perspektif Pasien
AFEKTIF
• Pelayanan
• tanggung jawab
• kepekaan
• perawatan teratur
• ramah, sabar
• assurance/
kepastian
• membantu tanpa diminta
pelayanan
• bertanya dan menghibur
• empati
pasien
KETRAMPILAN
• Assesment dan
• perlindungan
dan
• ada petugas jaga di malam
Intervensi
keamanan
hari
• Oi^ess^ent
dan
• pemeriksaan dasar, dan
monitoring
memantau hasil rekam
• terapi dan
prosedur-
medik
prosedur treatment
• memandikan,
memindahkan pasien yang
tidak dapat berjalan
• memasang infus dengan
tepat
• Komunikasi
• ketrampilan oral
• berbicara & mendengarkan
pasien
• menjelaskan treatment
• memberi informasi hasil
pemeriksaan dasar (suhu,
dsM
P236
Makna Profesionalisme...
(M.M. Nilam Widyarini)
________________________________________
Page 9
Proceeding, Seminar Nasional PESAT 2005
Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta, 23-24 Agustus 2005
ISSN : 18582559
ketrampilan menulis
ketrampilan menghitung /
pemrosesan informasi
dsb)
• laporan klinik, rencana
perawatan
• membuat petunjuk tertulis
(manual)
• menghitung obat secara
tepat
• mencari informasi yang
dibutuhkan pasien
Tabel 3. Tema Umum Kompetensi Perawat Professional, dari Perspektif Pasien (lanjutan)
KETRAMPILAN
Berpikir Kritis
Manajemen
Kepemimpinan
Pengajaran
evaluasi; mengintegrasikan
data pasien dari berbagai
sumber
pemecahan masalah
pengambilan keputusan
administrasi, koordinasi
perencanaan,
pendelegasian, supervisi
kolaborasi, assertiveness,
pengambilan resiko
kreativitas
akuntabilitas professional,
peran-peran behavioral,
penampilan
• petunjuk-petunjuk praktis
• promosi kesehatan;
pemulihan kesehatan
mengenali kesalahan resep
• memberi alternatif
mengatasi kesulitan pasien
• melakukan pertolongan
darurat
• membagi shift kerja
• membuat catatan medik
• berbagi tugas dengan
rekan kerja
• membujuk pasien yang
bandel dengan sabar
• bercerita pengalaman
untuk menghibur pasien
• tampil dengan ramah
namun tetap tegas, disiplin
tinggi
• mengajarkan kepada
pasien atau keluarga
pasien untuk
menggunakan alat-alat
tertentu di rumah.
• menjelaskan cara
perawatan di rumah
Makna Profesionalisme ...
(MM. Nilam Widyarini)
P237
________________________________________
Page 10
Proceeding, Seminar Nasional PESAT 2005
Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta, 23-24 Agustus 2005
ISSN: 18582559
Tabel 3. Tema Umum Kompetensi Perawat Professional, dari Perspektif Pasien (lanjutan)4
ETIK PROFESI
Human Caring
• Relasi Sosial
• moralitas, legalitas
• advokasi klien
• penghargaan terhadap
budaya
• kerjasama
• tidak melakukan mal-
praktek:
menggelembungkan jumlah
pemakaian alat-alat yang
harus dibeli pasien, dsb.
• memberikan hak-hak pasien
akan informasi, dsb, tanpa
memebeda-bedakan.
• ramah sesuai dengan budaya
asli
• bekerja secara tim
4. DAFTAR PUSTAKA
[1] M.W. Baylor, "The Need for Freedom
from Pain", dalam Human Needs and
The Nurshing Process (Ed: M.B.Walsh),
Connecticut: Prentice-Hall, Inc, 1982.
[2] Cassell, & G. Symon, "Qualitative [7]
Research in Work Contexts", dalam
Qualitative Methods in Organizational
Research (Eds: Cassell, C. & Symon, [8]
G.), New Delhi: Sage Publications,
1994.
[3] N. Denzin & Y. Lincoln, "Introduction:
Entering the Field of Qualitative
Research", dalam The Landscape of [9]
Qualitative Research Volume I-IV (Eds.:
N. Denzim & Y. Lincoln), Thousand
Oaks, CA: Sage, 1998.
[4] M. N-R Hadjam, "Efektivitas Pelayanan
Prima Sebagai Upaya Meningkatkan
Pelayanan di Rumah Sakit (Perspektif
Psikologi)". Jurnal Psikologi, No 2, 105- [10]
115,2001.
[5] A.Y.S. Hamid, Buku Ajar: Aspek
Spiritual Dalam Keperawatan, Jakarta:
WidyaMedika, 1999.
[6] F. Himam, "Inventing the Future: A [11]
Meta-Ethnographic Analysis towards
Undestanding the Process of Individual
and Organizational Adaptive Strategies
to Change", A Dissertation. Faculty of
the Graduate College at the University of
Nebraska, 2002.
Jackson, "Healing Ourselves, Healing
Others". Holistic Nursing Practice,
Jul/Aug, 18,4, 199-210,2004.
Kurniadi, "Kunci Kekuatan Pelayanan
Kesehatan di Indonesia yang Dilupakan",
24 Nopember 2004,
http://www.sinarharapan.co.id/iDtek/kese
hatan/lalu.hlml.
C.B. Lenburg, The Framework, Concepts
and Methods of The Competency
Outcomes and Performance Assessment
(COPA) Model.ûrie//ne Journal of
Issues in Nurshing, 30 Sept 1999.
http://www.nurshingworld.org/oiintopicl
0/tpcl0 2.htm
M. Novrita, "Peranan Persepsi Pasien
Mengenai Empati Perawat dan Aspek
Spiritualitas Terhadap Motivasi Sembuh
Pasien Rawat Inap". Skripsi. Depok:
Universitas Gunadarma, 2000.
A.N. Nuralita, & M. Noor-Rochman
Hadjam, "Kecemasan Pasien Rawat Inap
P238
Makna Profesionalisme ...
(M.M. Nilam Widyarini)
________________________________________
Page 11
Proceeding, Seminar Nasional PESAT 2005
Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta, 23-24 Agustus 2005
ISSN : 18582559
Ditinjau dari Persepsi Tentang Layanan
Keperawatan di Rumah Sakit". Anima,
Indonesian Psychological Journal. Vol
17, No 2,150-160,2002.
[12] K. Poerwandari, Pendekatan Kualitatif
Untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Jakarta: Lembaga Sarana Pengukuran
dan Pendidikan Psikologi Universitas
Indonesia, 2001.
[13] Strauss, A. & J. Corbin, Basic of
Qualitative Research: Grounded Theory
Procedures and Techniques. New Delhi:
Sage Publications, 1990.
[14] S. Stuart, & P. Cohen, The Nurse-Client
Relationship: Theoretical Concept.
Massacusset: CU Mosby Company,
1985.
[15] S J. Tailor & R. Bogdan, Introduction to
Qualitative Research Method: A
Guidebook and Resource. New York:
John Wiley & Sons, Inc, 1998.
[16] T-Y Wu, "Chinese American Women's
Ethnic Identities: A Qualitative Study".
A Dissertation. Faculty of the California
School of Proffesional Psychology San
Francisco Bay Campus Alliant
International University, 2003.
Makna Profesionalisme...
(M.M. Nilam Widyarini)
P239

Tidak ada komentar:

Posting Komentar